Rabu, 16 Maret 2011

Dioda Zener

Dioda Zener adalah dioda yang memiliki karakteristik menyalurkan arus listrik mengalir ke arah yang berlawanan jika tegangan yang diberikan melampaui batas "tegangan rusak" (breakdown voltage) atau "tegangan Zener". Ini berlainan dari dioda biasa yang hanya menyalurkan arus listrik ke satu arah.
Dioda yang biasa tidak akan mengijinkan arus listrik untuk mengalir secara berlawanan jika dicatu-balik (reverse-biased) di bawah tegangan rusaknya. Jika melampaui batas tegangan rusaknya, dioda biasa akan menjadi rusak karena kelebihan arus listrik yang menyebabkan panas. Namun proses ini adalah reversibel jika dilakukan dalam batas kemampuan. Dalam kasus pencatuan-maju (sesuai dengan arah gambar panah), dioda ini akan memberikan tegangan jatuh (drop voltage) sekitar 0.6 Volt yang biasa untuk dioda silikon. Tegangan jatuh ini tergantung dari jenis dioda yang dipakai.
Sebuah dioda Zener memiliki sifat yang hampir sama dengan dioda biasa, kecuali bahwa alat ini sengaja dibuat dengan tengangan rusak yang jauh dikurangi, disebut tegangan Zener. Sebuah dioda Zener memiliki p-n junction yang memiliki doping berat, yang memungkinkan elektron untuk tembus (tunnel) dari pita valensi material tipe-p ke dalam pita konduksi material tipe-n. Sebuah dioda zener yang dicatu-balik akan menunjukan perilaku rusak yang terkontrol dan akan melewatkan arus listrik untuk menjaga tegangan jatuh supaya tetap pada tegangan zener. Sebagai contoh, sebuah diode zener 3.2 Volt akan menunjukan tegangan jatuh pada 3.2 Volt jika diberi catu-balik. Namun, karena arusnya tidak terbatasi, sehingga dioda zener biasanya digunakan untuk membangkitkan tegangan referensi, atau untuk menstabilisasi tegangan untuk aplikasi-aplikasi arus kecil.
Tegangan rusaknya dapat dikontrol secara tepat dalam proses doping. Toleransi dalam 0.05% bisa dicapai walaupun toleransi yang paling biasa adalah 5% dan 10%.
Efek ini ditemukan oleh seorang fisikawan Amerika, Clarence Melvin Zener.
Mekanisme lainnya yang menghasilkan efek yang sama adalah efek avalanche, seperti di dalam dioda avalanche. Kedua tipe dioda ini sebenarnya dibentuk melalui proses yang sama dan kedua efek sebenarnya terjadi di kedua tipe dioda ini. Dalam dioda silikon, sampai dengan 5.6 Volt, efek zener adalah efek utama dan efek ini menunjukan koefisiensi temperatur yang negatif. Di atas 5.6 Volt, efek avalanche menjadi efek utama dan juga menunjukan sifat koefisien temperatur positif.
Dalam dioda zener 5.6 Volt, kedua efek tersebut muncul bersamaan dan kedua koefisien temperatur membatalkan satu sama lainnya. Sehingga, dioda 5.6 Volt menjadi pilihan utama di aplikasi temperatur yang sensitif.
Teknik-teknik manufaktur yang modern telah memungkinkan untuk membuat dioda-dioda yang memiliki tegangan jauh lebih rendah dari 5.6 Volt dengan koefisien temperatur yang sangat kecil. Namun dengan munculnya pemakai tegangan tinggi, koefisien temperatur muncul dengan singkat pula. Sebuah dioda untuk 75 Volt memiliki koefisien panas yang 10 kali lipatnya koefisien sebuah dioda 12 Volt.
Semua dioda di atas, tidak perduli berapapun tenganan rusaknya, biasanya dijual dinamakan dioda Zener.
Dioda Zener biasanya digunakan secara luas dalam sirkuit elektronik. Fungsi utamanya adalah untuk menstabilkan tegangan. Pada saat disambungkan secara parallel dengan sebuah sumber tegangan yang berubah-ubah yang dipasang sehingga mencatu-balik, sebuah dioda zener akan bertingkah seperti sebuah kortsleting (hubungan singkat) saat tegangan mencapai tegangan rusak diode tersebut. Hasilnya, tegangan akan dibatasi sampai ke sebuah angka yang telah diketahui sebelumnya.

Regulator tegangan dengan dioda Zener.png
Sebuah dioda zener juga digunakan seperti ini sebagai regulator tegangan shunt (shunt berarti sambungan parallel, dan regulator tegangan sebagai sebuah kelas sirkuit yang memberikan sumber tegangan tetap.

Perbedaan watt dan VA

Sebenarnya pembahasan mengenai perbedaan antara VA (Volt Ampere) dan Watt telah banyak dibahas di beberapa site dan di forum juga.
semoga penjelasan kembali dari blog ini dapat membantu dan mudah dipahami.
dimulai dengan VA (Volt Ampere), kalau ngitung berdasarkan hukum Ohm.
V = I.R (tegangan = arus x resistansi)
P=V.I (daya = tegangan x arus)
P=I^2.R (daya = Arus kuadrat x Resistansi)
nah, udah ketemu daya. daya disini satuannya bisa VA (Volt Ampere) atau watt.
disini lah muncul pertanyaan, apa bedanya VA dan watt.
(menurut saya, setelah membaca beberapa artikel)
Watt adalah daya yang dibutuhkan oleh beban.
VA bisa dikatakan daya yang disupply oleh sumber daya.
jika kita teliti dengan peralatan elektronik, khususnya UPS. pada UPS biasanya tertera 750VA. bagi orang awam ,tentunya VA disamakan saja dengan Watt, yang berarti UPS ini mampu mensupply daya 750VA atau 750 Watt, tapi nyatanya tidak seperti itu.

VA adalah daya semu
Watt adalah daya semu di kali faktor daya. faktor daya itu kurang dari satu (<= 1) coba, di cek pada UPS, apakah tertera berapa power factor atau faktor dayanya. jika tertera, maka beruntunglah, anda tinggal konversi VA ke Watt, dengan cara Watt = VA x Power Factor. sebagai contoh, anggaplah UPS 750VA memiliki power factor 80% maka Watt = 750 x 80% = 600watt. jadi UPS ini hanya mampu mensupply beban 600watt. jangan sampai UPS ini digunakan untuk beban 750 watt, karena UPS nya tidak akan mampu supply daya. kunci utama untuk mengetahui konversi VA ke Watt atau sebaliknya adalah power factor. power factor untuk beban resistif seperti lampu (dengan filamen), setrika, kompor listrik memiliki faktor daya = 1. power factor untuk beban kapasitif dan induktif < 1, tergantung besarnya kapasitansi atau induktansinya. contoh beban kapasitif dan induktif adalah komputer, motor listrik.



Selasa, 15 Maret 2011

Pengajuan KP

Tak terasa udah semester 6,ini jg waktunya buat mengajukan KP.Kira-kira tempat KP yg cocok buat mahasiswa Teknik Elektro arus kuat di mana ya??????
Bagi yg ingin berbagi silahkan tinggalkan komentar.

Teknik Tegangan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Proses Penyampaian Tenaga Listrik ke Pelanggan
Karena berbagai persoalan teknis, tenaga listrik hanya dibangkitkan pada tempattempat
tertentu. Sedangkan pemakai tenaga listrik atau pelanggan tenaga listrik tersebar
diberbagai tempat, maka penyampaian tenaga listrik dari tempat dibangkitkan sampai ke
tempat pelanggan memerlukan berbagai penanganan teknis. Tenaga Listrik
dibangkitkan dalam Pusat-pusat Listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTP dan PLTD
kemudian disalurkan melalui saluran transmisi setelah terlebih dahulu dinaikkan
tegangannya oleh transformator penaik tegangan (step-up transformer) yang ada di
Pusat Listrik. Hal ini digambarkan oleh gambar 1.1. Saluran transmisi tegangan tinggi
di PLN kebanyakan mempunyai tegangan 66 KV, 150 KV dan 500 KV. Khusus untuk
tegangan 500 KV dalam praktek saat ini disebut sebagai tegangan ekstra tinggi.
Masih ada beberapa saluran transmisi dengan tegangan 30 KV namun tidak
dikembangkan lagi oleh PLN. Saluran transmisi ada yang berupa saluran udara dan ada
pula yang berupa kabel tanah. Karena saluran udara harganya jauh tebih murah
dibandingkan dengan kabel tanah maka saluran transmisi PLN kebanyakan berupa
saluran udara. Kerugian dan saluran udara dibandingkan dengan kabel tanah adalah
bahwa saluran udara mudah terganggu misalnya karena kena petir, kena pohon dan lainlain.
Setelah tenaga listrik disalurkan melalui saluran transmisi maka sampailah tenaga
listrik di Gardu Induk (GI) untuk diturunkan tegangannya melalui transformator
penurun tegangan (step-down transfomer) menjadi tegangan menengah atau yang juga
disebut sebagai tegangan distribusi primer. Tegangan distribusi primer yang dipakai
PLN adalah 20 KV, l 2 KV dan 6 KV. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa
tegangan distribusi primer PLN yang berkembang adalah 20 KV.
Jaringan setelah keluar dan GI biasa disebut jaringan distribusi, sedangkan
jaringan antara Pusat Listrik dengan GI biasa disebut jaringan transmisi. Setelah tenaga
listrik disalurkan melalui jaringan distribusi primer maka kemudian tenaga listrik,
diturunkan tegangannya dalam gardu-gardu distribusi menjadi tegangan rendah dengan
tegangan 380/220 Volt atau 220/127 Volt, kemudian disalurkan melalui Jaringan
Tegangan Rendah untuk selanjutnya disalurkan ke rumah-rumah pelanggan (konsumen)
PLN melalui Sambungan Rumah. Hal ini digambarkan oleh gambar 1.2. Proses
penyampaian tenaga listrik ini secara keseluruhan juga ditunjukkan oleh gambar 1.3.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 2
Pelanggan-pelanggan yang mempunyai daya tersambung besar tidak dapat
disambung melalui Janingan Tegangan Rendah melainkan disambung langsung pada
Jaringan Tegangan Menengah bahkan ada pula yang disambung pada Jaringan
Transmisi Tegangan Tinggi, tergantung besarnya daya tersambung.
Keterangan :
G = Generator
P.S. = Pemakaian Sendiri
T.T. = Tegangan Tinggi
T.M. = Tegangan Menengah
= Pemutus Tenaga (PMT)
Dari gambar 1.1. terlihat bahwa di Pusat Listrik maupun di GI selalu ada
transformator Pemakaian Sendiri guna melayani keperluan tenaga listrik yang
diperlukan dalam Pusat Listrik maupun GI misalnya untuk keperluan penerangan,
mengisi baterai listrik dan menggerakkan berbagai motor listrik.
Dalam praktek karena luasnya jaringan distribusi sehingga diperlukan banyak
sekali transformator distribusi, maka Gardu Distribusi seringkali disederhanakan
menjadi transformator tiang yang rangkaian listriknya lebih sederhana daripada yang
digambarkan oleh gambar 1.2.
Setelah tenaga listrik melalui Jaringan Tegangan Menengah (JTM), Jaringan
Tegangan Rendah (JTR) dan Sambungan Rumah (SR) maka tenaga listrik selanjutnya
melalui alat pembatas daya dan KWH meter.
Trafo
Step down
Rel T.M.
Jaringan
Distribusi
Gardu Induk
Saluran Transmisi
Pusat Listrik
Rel T.T.
Trafo
Step up
Trafo P.S.
G1
G2
G3
Trafo P.S.
Gambar 1.1 : Skema Pusat Listrik Yang Dihubungkan Melalui Saluran Transmisi Ke Gardu Induk.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 3
Rekening listrik pelanggan tergantung kepada daya tersambung serta pemakaian
KWH nya, oleh karenanya PLN memasang pembatas daya dan KWH meter. Setelah
melalui KWH meter, seperti terlihat pada gambar 1.4, tenaga listrik kemudian
memasuki instalasi rumah yaitu instalasi milik pelanggan. Instalasi PLN pada umumnya
hanya sampai dengan KWH meter dan sesudah KWH meter instalasi listrik pada
umumnya adalah instalasi milik pelanggan. Dalam instalasi pelanggan tenaga listrik
langsung memasuki alat-alat listrik milik pelanggan seperti lampu, seterika, lemari es,
pesawat radio, pesawat televisi dan lain-lain.
Dari uraian diatas kiranya dapat dimengerti bahwa besar kecilnya konsumsi
tenaga listrik ditentukan sepenuhnya oleh para pelanggan, yaitu tergantung bagaimana
para pelanggan akan menggunakan alat-alat listriknya kemudian PLN harus mengikuti
kebutuhan tenaga listrik para pelanggan ini dalam arti menyesuaikan daya listrik yang
dibangkitkannya dari waktu ke waktu.
Apabila jumlah pelanggan yang harus dilayani adalah jutaan maka daya yang
harus dibangkitkan jumlahnya juga mencapai ribuan megawatt dan untuk itu diperlukan
beberapa Pusat Listrik dan juga beberapa GI untuk dapat melayani. kebutuhan listrik
para pelanggan.
Gambar 1.2 : Jaringan Distribusi Tegangan Menengah (JTM), Jaringan Tegangan Rendah (JTR)
Dan Sambungan Rumah Ke Pelanggan
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 4
Pusat-pusat Listrik dan GI satu sama lain dihubungkan oleh saluran transmisi
seperti yang digambarkan oleh gambar 1.5 agar tenaga listrik dapat mengalir sesuai
dengan kebutuhan dan terbentuklah suatu Sistem Tenaga Listiik. Gambar 1.5
menggambarkan sebuah Sistem Tenaga Listrik yang terdiri dan sebuah PLTU, sebuah
PLTA, sebuah PLTG dan 8 buah GI. Setiap GI sesungguhnya merupakan Pusat Beban
untuk suatu daerah pelanggan tertentu, bebannya berubah-ubah sepanjang waktu
sehingga juga daya yang dibangkitkan dalam Pusat-pusat Listrik harus selalu berubah
seperti telah diuraikan diatas.
Sambungan Rumah (S.R)
Pembatas Daya
KWH Meter
Instalasi
PLN
Instalasi
Pelanggan
Sakelar Utama
Sekering Utama
Sekering Kelompok Sakelar
Lampu
Stop kontak
Gambar 1.4 : Batas Intalasi PLN Dan Instalasi Pelanggan
Gambar 1.3 : Bagan Penyampaian Tenaga Listrik Ke Pelanggan
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 5
Perubahan beban dan perubahan pembangkitan daya ini selanjutnya juga
menyebabkan aliran daya dalam saluran-saluran transmisi berubah-ubah sepanjang
waktu. Apabila daya nyata yang dibangkitkan oleh Pusat-pusat Listrik lebih kecil
daripada daya yang dibutuhkan oleh para pelanggan, maka frekuensi akan turun,
sebaliknya apabila lebih besar, frekuensi akan naik. PLN berkewajiban menyediakan
tenaga listrik yang frekuensinya tidak jauh menyimpang dan 50 Hertz.
Mengenal penyediaan daya reaktif bagi para pelanggan yang erat kaitannya
dengan tegangan masalahnya lebih sulit daripada masalah penyediaan daya nyata. PLN
berkewajiban menyediakan tenaga listilk dengan tegangan yang ada dalam batas-batas
tertentu.
Masalah Penyediaan tenaga listrik seperti diuraikan diatas dengan biaya yang
serendah mungkin dan tetap memperhatikan mutu serta keandalan akan dibahas secara
lebih terperinci dalam bab-bab selanjutnya yang ada dalam buku ini. Dalam proses
penyediaan tenaga listrik bagi para pelanggan seperti diuraikan diatas tidak dapat
dihindarkan timbulnya rugi-rugi dalam jaringan disamping adanya tenaga listrik yang
harus disisihkan untuk pemakaian sendiri. Proses pembangkitan tenaga listrik dalam
Pusat-pusat Listrik Termis memerlukan biaya bahan bakar yang tidak sedikit. Biaya
PLTU PLTG
PLTD
PLTA
Beban
GI
Aliran Daya
Beban
GI
Beban
GI
Beban
GI
Beban
GI
Beban
GI GI GI
Beban
Gambar 1.5 : Sebuah Sistem Tenaga Listrik Dengan Sebuah PLTU, Sebuah PLTG,
Sebuah PLTD, Sebuah PLTA Dan Tujuh Buah Pusat Beban (GI).
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 6
bahan bakar serta rugi-rugi dalam jaringan merupakan faktor- faktor yang harus ditekan
agar menjadi sekecil mungkin dengan tetap memperhatikan mutu dan keandalan.
Mutu dan keandalan diukur dengan frekuensi, tegangan dan jumlah gangguan.
Masalah mutu tenaga listrik tidak semata-mata merupakan masalah operasi Sistem
Tenaga Listrik tetapi erat kaitannya dengan pemeliharaan instalasi tenaga listrik dan
juga erat kaitannya dengan masaiah pengembangan Sistem lenaga Listrik mengingat
bahwa konsumsi tenaga listrik oleh para pelanggan selalu bertambah dari waktu ke
waktu. Oleh karenanya hasil-hasil Operasi Sistem Tenaga Listrik perlu dianalisa dan
dievaluasi untuk menjadi masukan bagi pemeliharaan instalasi serta pengembangan
sistem tenaga listrik.
Mutu tenaga Listrik yang baik merupakan kendala (constraint) terhadap biaya
pengadaan tenaga listrik yang serendah mungkin, maka kompromi antara kedua hal ini
merupakan masalah optimisasi yang akan banyak dibahas dalam buku ini.
1.2 Sistem Tenaga Listrik
Untuk keperluan penyediaan tenaga listrik bagi para pelanggan diperlukan
berbagai peralatan listrik. Berbagai peralatan listrik ini dihubungkan satu sama lain
mempunyai inter relasi dan secara keseluruhan membentuk suatu sistem tenaga listrik.
Yang dirnaksud dengan Sistem Tenaga Listrik disini adalah sekumpulan Pusat
Listrik dan Gardu Induk (Pusat Beban) yang satu. samaa lain dihubungkan oleh
Jaringan Transmisi sehingga merupakan sebuah kesatuan interkoneksi.
Biaya operasi dan Sistem Tenaga Listrk pada umumnya merupakan bagian biaya
yang terbesar dari biaya operasi suatu Perusahaan Listrik. Secara garis besar biaya
operasi dari suatu sistem Tenaga Listik terdiri dari :
a. Biaya pembelian tenaga listrik.
b. Biaya Pegawai.
c. Biaya Bahan Bakar dan Material Operasi.
d. Biaya lain-lain.
Dari keempat biaya tersebut di atas, biaya bahan bakar pada umumnya adalah
biaya yang terbesar. Untuk PLN biaya bahan bakar adalah kira-kira 60 persen dari biaya
operasi secara keseluruhan.
Mengingat hal-hal tersebut diatas maka operasi Sistem Tenaga Listrik perlu
dikelola atas dasar pemikiran manajemen operasi yang baik terutama karena melibatkan
biaya operasi yang terbesar dan juga karena langsung menyangkut citra PLN kepada
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 7
masyarakat. Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik haruslah memikirkan
bagaimana menyediakan tenaga listrik yang seekonomis mungkin dengan tetap
memperhatikan mutu dan keandalan.
Karena daya listrik yang dibangkitkan harus selalu sama dengan daya listrik yang
dibutuhkan oleh konsumen rnaka Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Perkiraan beban (load forecast).
2. Syarat-syarat pemeliharaan peralatan.
3. Keandalan yang diinginkan.
4. Alokasi beban dan produksi pembangkit yang ekonomis.
Keempat hal tersebut diatas seringkali masih harus dikaji terhadap beberapa
kendala seperti :
a. Aliran beban dalam jaringan.
b. Daya hubung singkat peralatan.
c. Penyediaan suku cadang dan dana.
d. Stabilitas Sistem Tenaga Listrik.
Dengan memperhatikan kendala-kendala ini maka seringkali harus dilakukan
pengaturan kembali terhadap rencana pemeliharaan dan alokasi beban. Makin besar
suatu sistem tenaga listrik makin banyak unsur yang harus dikoordinasikan serta yang
harus diamati. sehingga diperlukan perencanaan, pelaksanaan. pengendalian serta
analisa operasi sistem yang cermat.
1.3 Perkembangan Sistem Tenaga Listrik
Seirama dengan perkembangan pemakaian tenaga listrik oleh para pelanggan,
sistem tenaga listrik sebagai yang diuraikan dalam pasal 1.2, berkembang pula
mengikuti irama perkembangan pemakaian tenaga listrik yang dilayaninya.
Dalam perkembangannya suatu Perusahaan Listrik pada umumnya mulai
usahanya dengan membangun sistem kecil yang terisolir, misalnya dengan sebuah
PLTD atau PLTA kecil yang langsung dihubungkan dengan jaringan distribusi.
Hal semacam ini masih banyak terdapat pada masa kini di tanah air kita yaitu
perlistrikan desa dengan menggunakan PLTD atau PLTA mikro. Selanjutnya apabila
beban bertambah maka jumlah unit pembangkit dalam PLTD ditambah tetapi pada
PLTA hal ini sering tidak bisa dilakukan karena potensi hidronya terbatas. Begitu pula
pada PLTD penambahan unit pembangkit ada batasnya walaupun umumnya lebih
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 8
leluasa dibandingkan dengan PLTA. Apabila Pusat Listrik yang ada sudah tidak
mungkin diperluas lagi maka perlu dibangun Pusat Listrik lain untuk melayani
perkembangan beban. Demikianlah dalam perkembangannya akan terbentuk sistem
tenaga listrik dengan beberapa Pusat Listrik yang mengisi suatu jaringan tertentu.
Sistem tenaga listrik yang terakhir ini menjadi sebuah sub sistem apabila
diinterkoneksikan dengan sub sistem lain yang serupa sehingga terbentuk suatu sistem
interkoneksi. Dalam sistem yang terisolir yang terdiri dari sebuah Pusat Listrik saja
pembagian beban antar unit pembangkit dapat dilakukan oleh seorang operator dalam
Pusat Listrik. Pembagian beban ini dilakukan dalam rangka mengikuti kebutuhan beban
dan para pemakai listrik (konsumen) yang selalu berubah sepanjang waktu.
Tetapi sejak sistem tenaga listrik sudah harus dilayani oleh dua buah Pusat Listrik
atau lebih maka harus ada seorang operator sistem yang biasa disebut dispatcher sistem
atau petugas piket operasi sistem yang harus mengatur pembagian beban diantara Pusatpusat
Listrik yang beroperasi dalam sistem. Untuk melakukan tugas ini seorang
dispatcher sistem memerlukan sarana telekomunikasi. Jadi sejak sistem tenaga listrik
harus dilayani oleh dua Pusat Listrik atau lebih maka diperlukan sarana telekomunikasi
untuk rnengendalikan sistem tenaga listrik.
Untuk sistem interkoneksi yang besar, yang terdiri dari banyak Pusat Listrik dan
banyak Pusat Beban (Gardu Induk), sarana pengendalian operasi dengan menggunakan
peralatan telekomunikasi saja tidak mencukupi tetapi harus ditambah dengan peralatan
telemetering dan alat-alat pengolah data elektronik seperti komputer.
Hal ini adalah memadai terutama jika diingat bahwa sistem yang besar juga
melibatkan biaya operasi yang besar sehingga pengendalian yang cermat sangat
diperlukan.
1.4 Persoalan-persoalan Operasi Sistem Tenaga Listrik
Dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik ditemui berbagai persoalan. Hal ini
antara lain disebabkan karena pemakaian tenaga listrik setalu berubah dan waktu ke
waktu, biaya bahan bakar yang relatif tinggi serta kondisi alam dan lingkungan yang
sering rnengganggu jalannya operasi.
Berbagai persoalan pokok yang dihadapi dalam pengoperasian sistem tenaga
listrik adalah :
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 9
a. Pengaturan Frekuensi.
Sistem Tenaga Listrik harus dapat memenuhi kebutuhan akan tenaga listrik
dari para konsumen dari waktu ke waktu. Untuk ini daya yang dibangkitkan
dalam sistem tenaga listriik harus selalu sama dengan beban sistem, hal ini
diamati melalui frekuensi sistem. Kalau daya yang dibangkitkan dalam
sistem lebih kecil daripada beban sistem maka frekuensi turun dan
sebalilcnya apabila daya yang dibangkitkan lebih besar daripada beban
maka frekuensi naik.
b. Pemeliharaan Peralatan.
Peralatan yang beroperasi dalam sistem tenaga.listrik perlu dipelihara secara
periodik dan juga perlu segera diperbaiki apabila megalami kerusakan.
c. Biaya Operasi.
Biaya operasi khususnya biaya bahan bakar adalah biaya yang terbesar dari
suatu perusahaan listrik sehinigga perlu dipakai teknik-teknik optimisasi
untuk menekan biaya ini.
d. Perkembangan Sistem.
Beban selalu berubah sepanjang waktu dan juga selalu berkembang seirama
dengan perkembangan kegiatan masyarakat yang tidak dapat dirumuskan
secara eksak, sehingga perlu diamati secara terus menerus agar dapat
diketahui langkah pengembangan sistem yang harus dilakukan agan sistem
selalu dapat mengikuti perkembangan beban sehingga tidak akan terjadi
pemadaman tenaga listrik dalam sistem.
e. Gangguan Dalam Sistem.
Gangguan dalam sistem tenaga listrik adalah sesuatu yang tidak dapat
sepenuhnya dihindarkan. Penyebab gangguan yang paling besar adalah
petir, hal ini sesuai dengan isokeraunic level yang tinggi di tanah air kita.
f. Tegangan Dalam Sistem.
Tegangan merupakan salah satu unsur kualitas penyediaan tenaga listrik
dalam sistem oleh karenanya perlu diperhatikan dalam pengoperasian sistem.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 10
1.5 Manajemen Operasi Sistem Tenaga Listrik
Operasi sistem tenaga listrik menyangkut berbagai aspek luas, khususnya karena
menyangkut biaya yang tidak sedikit serta menyangkut penyediaan tenaga listrik bagi
masyarakat sehingga menyangkut hajat hidup orang banyak.
Oleh karenanya operasi sistem tenaga listrik memerlukan manajemen yang baik.
Trik dengan baik perlu ada hal-hal sebagi berikut :
a. Perencanaan Operasi
Yaitu pemikiran mengenai bagaimana sistem tenaga listrik akan
dioperasikan untuk jangka waktu tertentu.
b. Pelaksanaan dan Pengendalian Operasi
Yaitu pelaksanaan dari Rencana Operasi serta pengendaliannya apabila
terjadi hal-hal yang menyimpang dari Rencana Operasi.
c. Analisa Operasi
Yaitu analisa atas hasil-hasil operasi untuk memberikan umpan balik bagi
perencanaan Operasi maupun bagi pelaksanaan dan pengendalian operasi.
Analisa operasi juga diperlukan untuk memberikan saran-saran bagi
pengembangan sistem serta penyempurnaan pemeliharaan instalasi.
Mengatasi gangguan hanyalah merupakan sebagian kecil dari kegiatan
manajemen operasi dan sifatnya represif/defensif, tetapi jika langkah-langkah prevetif
telah banyak dilakukan maka tindakan-tindakan represif/defensif seperti mengatasi
ganggan bisa dikurangi.
1.6 Pengembangan Sistem Tenaga Listrik
Kebutuhan akan tenaga listrik dan pelanggan selalu bertambah dari waktu ke
waktu. Untuk tetap dapat melayani kebutuhan tenaga listrik dan para pelanggan, maka
sistem tenaga listrik haruslah dikembangkan seirama dengan kenaikan kebutuhan akan
tenaga listrik dari para pelanggan.
Untuk dapat melakukan hal ini dengan sebaik-baiknya maka hasil-hasil operasi
perlu dianalisa dan dievaluasi antara lain untuk menentukan :
a. Bilamana, berapa besar dan dimana perlu dibangun Pusat Listrik baru, GI baru
serta Saluran Transmisi yang baru.
b. Seperti butir a namun yang bersifat perluasan selama keadaan memungkinkan
(menambah unit pembangkit, menambah transformator dan lain-lain).
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 11
c. Bilamana dan dimana saja perlu penggantian PMT dengan yang lebih besar
sebagai konsekuensi butir a dan b.
Pengembangan sistem yang terlambat memberikan risiko terjadinya pemadaman/
pemutusan dalam penyediaan tenaga listrik bagi pelanggan scbagai akibat terjadinya
beban yang lebih besar daripada kemampuan instalasi. Sebaliknya pengembangan
sistem yang terlalu cepat merupakan pemborosan modal.
1.7 Pemeliharaan Instalasi
Sebagaimana peralatan pada umumnya, peralatan yang beroperasi dalam instalasi
tenaga listrik perlu dipelihara.Pemeliharaan peralatan diperlukan agar unjuk kerja
peralatan dapat dipertahankan. Karena peralatan yang beroperasi jumlahnya banyak
maka pemeliharaannya memerlukan perencanaan yang baik.
Analisa hasil-hasil operasi diperlukan pula sebagai masukan bagi rencana
pemeliharaan instalasi. Dan analisa hasil-hasil operasi dapat dilihat untuk kerja
(performance) bagian-bagian instalasi dan selanjutnya dapat direncanakan pemeliharaan
atau perbaikan terhadap bagian-bagian instalasi sesuai dengan unjuk kerjanya.
Pemeliharaan instalasi yang sebaik mungkin sangat diperlukan untuk mengurangi
gangguan yang berarti menaikkan keandalan operasi sistem.
1.8 Sistem Distribusi
Bagian dari Sistem tenaga listrik yang paling dekat dengan pelanggan adalah
Sistem Distribusi. Juga Sistem Distribusi adalah bagian sistem tenaga listrik yang
pa1ing banyak mengalami gangguan, sehingga masalah utama dalam Operasi Sistem
Distribusi adalah mengatasi gangguan. Sistem Distribusi kebanyakan merupakan
jaringan yang diisi dari sebuah Gardu Induk (G1) seperti ditunjukkan oleb gambar 1.2.
Jaringan Distribusi yang diisi dari sebuah GI pada umumnya tidak dihubungkan
secara listrik dengan jaringan distribusi yang diisi dari GI lain, sehingga masing-masing
jaringan distribusi beroperasi secara tepisah satu sama lain. Seperti terlihat pada gambar
1.2. Sistem Distribusi terdiri dan Jaringan tegangan Menengah (JTM) dan Jaringan
Tegangan Rendah (JTR). Baik JTM shaupun JTR pada umurnnya beroperasi secara
radial. Dalam Sistem yang perkembangannya masih baru, seperti diuraikan dalam pasal
1.3, Jaringan Distribusi langsung diisi oleh Pusat Listrik, karena untuk sistem yang
perkembangannya masih baru, bebannya relatif masih rendah sehingga tidak diperlukan
sistem transmisi (penyaluran).
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 12
Dalam pengoperasian Sistem Distribusi, masalah yang utama adalah mengatasi
gangguan karena jumlah gangguan dalam Sistern Distribusi adalah relalif banyak
dibandingkan dengan jumlah gangguan pada bagian Sistem yang lain. Disainping itu
masalah tegangan, bagian-bagian instalasi yang berbeban lebih dan rugi-rugi daya
dalam jaringan merupakan masalah yang perlu dicatat dan dianalisa secan terusmenerus,
untuk dijadikan masukan bagi perencanaan pengembangan sistem dan juga
untuk melakukan tindakan-tindakan penyempurnaan pemeliharaan dan penyempurnaan
operasi Sistem Distribusi.
1.9 Penggunaan Komputer
Sebagai juga dibidang lainnya, komputer banyak digunakan untuk keperluan
operasi Sistem Tenaga Listrik. Untuk keperluan operasi Sistem Tenaga Listrik ada
kornputer yang digunakan secara online dan juga ada yang offline. Pada penggunaan
komputer secara online, data diambil dari berbagai bagian sistem kemudian dikirim ke
komputer melalui saluran transimisi data. Dengan demikian melalui komputer bisa
didapat data dan waktu yang sedang berlangsung (real time) mengenai keadaan sistem
tenaga listrik yang beroperasi.
Sedangkan penggunaan offline komputer adalah untuk keperluan perencanaan
operasi dan juga untuk analisa hasil-hasil operasi. Masalah hardware (piranti keras)
pada penggunaan komputer untuk operasi Sistem Tenaga Listrik banyak timbul pada
penggunaan komputer secara online, karena data harus dikirim dan berbagai tempat
dalam sistem secepat mungkin ke komputer yang ada di Pusat Pengatur Beban atau di
Pusat Pengatur Distribusi. Hal ini menyangkut peralatan transmisi data dan memori
komputer yang perlu mengikuti perkembangan sistem.
Untuk penggunaan komputer secara offline, masalah hardware kebanyakan
menyangkut masalah kapasitas memori saja yang harus mengikuti perkembangan
sistem. Masalah software (piranti lunak) untuk penggunaan komputer yang online,
menyangkut proses pengambilan data realtime dari sistem dan juga menyangkut
masalah pemberian perintah oleh komputer kepada peralatan tertentu dalam sistem.
Untuk komputer yang offline, software yang dipakai menyangkut masalah
perencanaan operasi dan analisa operasi. Masalah perencanaan operasi dan analisa
operasi perlu diformulasikan secara matematis untuk kemudian dicari metoda
penyelesaiannya. Metoda penyelesaiannya harus menggambarkan pula bagaimana
algoritma penyelesaiannya sehingga bisa dijadikan dasar membuat program komputer.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 13
Perlu diingat bahwa penggunaan komputer bukanlah tujuan dan operasi sistem
tenaga listrik. Tujuan dan operasi sistem tenaga listrik adalah menyediakan tenaga
listrik yang seekonomis mungkin dengan memperhatikan mutu dan keandalan.
Penggunaan komputer hanya merupakan cara unruk mencapai tujuan operasi sistem
tenaga listrik. Apabila tujuan tersebut dapat dicapai tanpa menggunakan komputer,
misalnya dapat dilakukan secan manual karena sistemnya kecil, maka tidak perlu
digunakan komputer.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 14
BAB II JADWAL PEMELIHARAAN DAN KEANDALAN
2.1 Pendahuluan
Pemeliharaan peralatan sebagai yang telah disinggung dalam pasal 1.7. diperlukan
untuk mempertahankan unjuk kerja peralatan. Di lain pihak pemeliharaan peralatan dari
sistem tenaga listrik sebagian besar memerlukan pembebasan tegangan yang berarti
bahwa peralatan yang dipelihara harus dikeluarkan dan operasi (tidak dioperasikan). Hal
ini menyebabkan berkurangnya kemampuan penyediaan daya dari sistem tenaga listrik
terutama apabila yang dipelihara adalah unit pembangkit, jadi mengurangi keandalan
sistem.
Oleh karenanya pemeliharaan peralatan dalam sistem tenaga listrik, khususnya
unit pembangkit, perlu dikoordinir melalui suatu jadwal pemeliharaan, agar syarat
pemeliharaan peralatan dan syarat keandalan sistem kedua-duanya dapat dipenuhi.
Masalah yang unik dalam operasi sistem tenaga listrik adalah bahwa :
Daya yang dibangkitkan/diproduksi harus selalu sama dengan daya yang
dikonsumi oleh para pemakai tenaga listrik yang secara teknis umumnya dikatakan
sebagai beban sistem. Apabila daya yang dibangkitkan lebih kecil daripada beban
sistem maka frekuensi dan tegangan akan turun, sebaliknya apabila lebih besar maka
frekuensi dan tegangan akan naik. Mutu listrik yang baik adalah apabila frekuensi dan
tegangan tidak terlalu jauh menyimpang dari nilai nominal, untuk ini haruslah
diusahakan agar daya yang dibangkitkan selalu sama dengan beban.
Daya yang dibangkitkan maupun beban terdiri dan daya nyata MW dan daya
reaktif MVAR. Daya nyata hubungannya adalah dengan frekuensi sedangkan daya
reaktif hubungannya dengan tegangan. Dalam keadaan steady state frekuensi adalah
sama dalam seluruh sistem sehingga pengaturan frekuensi dapat dilakukan dengan
pengaturan daya nyata MW. Tetapi tidak demikian halnya dengan masalah pengaturan
tegangan karena pengaturan tegangan tergantung kepada sumber daya reaktif MVAR
setempat.
Dilain pihak besarnya beban sistem yang harus dilayani tidaklah konstan besarnya
melainkan selalu berubah besarnya sepanjang waktu tergantung kepada keperluan para
pemakai tenaga listrik, Tidak ada rumus yang eksak yang dapat memastikan besarnya
beban untuk setiap saat, melainkan yang dapat dilakukan hanyalah memperkirakan
besarnya beban dengan melihat angka-angka statistik serta mengadakan analisa beban.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 15
Unit pembangkit serta peralatan listrik lainnya yang dipergunakan untuk
penyediaan tenaga listrik harus secan rutin dipelihara sesuai buku instruksi
pemeliharaan dari pabrik. Pemeliharaan ini perlu dikoordinir agar unit pembangkit
beserta peralatan lainnya yang tidak dipelihara, yang siap operasi, masih cukup untuk
dapat menghadapi beban sistem. Dalam kenyataannya unit pembangkjt yang beroperasi
banyak yang mengalami gangguan dan terpaksa dikeluarkan dari operasi, untuk
menghadapi kemungkinan ini perlu diperlukan/ direncanakan adanya unit pembangkit
cadangan. Besarnya daya pembangkitan cadangan beserta jumlah unitnya sesungguhnya
merupakan ukuran keandalan penyediaan daya dalam sistem.
2.2 Rencana Operasi
Mengingat hal-hal tersebut dalam pasal II.1, maka untuk mengoperasikan sistem
tenaga Iistrik diperlukan perencanaan yang baik apalagi kalau diingat bahwa operasi
sistem tenaga listrik menelan biaya yang tidak sedikit. Oleh karenanya perlu dibuat
Rencana Operasi terlebih dahulu sebelum suatu sistem akan dioperasikan. Rencana
Operasi ini selanjutnya dipakai sebagai pedoman untuk mengoperasikan sistem tenaga
listrik.
Rencana Operasi adalah suatu rencana mengenai bagaimana suatu sistem tenaga
listrik akan dioperasikan untuk kurun waktu tertentu. Tergantung kepada masalah yang
harus dipersiapkan maka ada beberapa macam rencana operasi, yaitu :
a. Rencana Tahunan.
Masalah-masalah yang penyelesaiannya memerlukan waktu kira-kira satu
tahun dicakup dalam rencana ini, misalnya rencana pemeliharaan unit-unit
pembangkit yang memerlukan persiapan satu tahun sebelumnya karena pengadaan
suku cadangnya memerlukan waktu satu tahun. Di lain pihak pemeliharaan unitunit
pembangkit dalam sistem tenaga listrik perlu dikoordinir agar unit- unit
pembangkit yang tidak mengalami pemeliharaan dan siap operasi dapat cukup
menyediakan daya bagi beban.
Rencana Operasi tahunan juga meliputi perencanaan alokasi energi yang
akan diproduksi dalam satu tahun dalam setiap Pusat Listrik dalam kaitannya
dengan rencana pemeliharaan unit pembangkit tersebut diatas, perkiraan beban
tahunan, beroperasinya unit-unit pembangkit baru serta perkiraan hujan atau
perkiraan produksi PLTA dalam tahun yang bersangkutan. Alokasi energi yang
akan diproduksi Pusat Listrik Termis berarti pula alokasi biaya bahan bakar yang
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 16
merupakan biaya terbesar dalam Perusahaan Listrik pada umumnya demikian pula
halnya pada Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) Rencana pemeliharaan unitunit
pembangkit sesungguhnya merupakan bagian dari rencana pemeliharaan
peralatan secara keseluruhan dan biaya pemeliharaan unit-unit pembangkit
menelan biaya terbesar dari biaya pemeliharaan peralatan PLN. Dari uraian diatas
kiranya jelas bahwa Rencana Operasi Tahunan merupakan bahan utama bagi
penyusunan Rencana Anggaran Biaya Tahunan suatu Perusahaan Listrik.
b. Rencana Triwulanan.
Rencana Operasi Triwulanan merupakan peninjauan kembali Rencana
Operasi Tahunan dengan horison waktu tiga bulan ke depan. Hal-hal yang
direncanakan dalam Rencana Operasi Tahunan tetapi ternyata setelah waktu
berjalan tidak cocok dengan kenyataan perlu dikoreksi dalam Rencana Operasi
Triwulanan.
Misalnya unit pembangkit baru yang diperkirakan dapat beroperasi dalam
triwulan ke dua dari Rencana Tahunan ternyata menjelang triwulan kedua
diperkirakan belum dapat beroperasi dalam triwulan kedua. Maka sehubungan
dengan hal ini perlu dilakukan koreksi-koreksi terhadap Rencana Operasi
Tahunan dalam menyusun Rencana Operasi Triwulan kedua.
c. Rencana Bulanan.
Selain merupakan koreksi terhadap Rencana Triwulanan untuk horison
waktu satu bulan ke depan, Rencana Operasi Bulanan mulai mengandung rencana
yang menyangkut langkah-langkah operasionil dalam sistem, sedangkan Rencana
Operasi Tahunan dan Triwulanan lebih banyak mengandung hal-hal yang bersifat
manajerial. Hal-hal yang bersifat operasionil yang dicakup dalam Rencana
Operasi Bulanan adalah :
1. Peninjauan atas jam kerja unit-unit pembangkit yang bersifat peaking units
terutama dalam kaitannya dengan rencana pemeliharaan. Hal ini diperlukan
untuk membuat jadwal operasi unit-unit pembangkit yang bersangkutan.
2. Alokasi produksi Pusat-pusat Listrik Termis dalam kaitannya dengan
pemesanan bahan bakar kepada perusahaan Bahan Bakar.
d. Rencana Mingguan.
Dalam Rencana Operasi Mingguan tidak ada lagi hal-hal yang bersifat
manajerial karena masalah-masalah manajerial tidak mungkin diselesaikan dalam
jangka seminggu. Rencana Operasi Mingguan mengandung rencana mengenai
langkah-langkah operasional yang akan dilakukan untuk jangka waktu satu
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 17
minggu yang akan datang dengan memperhatikan pengarahan yang tercakup
dalam rencana bulanan dan mempertimbangkan perkiraan atas hal-hal yang
bersifat tidak menentu untuk jangka waktu satu minggu yang akan datang. Hal-hal
yang bersifat tidak menentu adalah jumlah air yang akan diterima PLTA-PLTA
(pada musim hujan) serta beban untuk 168 jam (satu minggu) yang akan datang.
Rencana Operasi Mingguan berisi jadwal operasi serta pembebanan unitunit
pembangkit untuk 168 jam yang akan datang atas dasar pertimbangan
ekonomis (pembebanan yang optimum) dengan memperhatikan berbagai kendala
operasionil seperti beban minimum dan maksimum dari unit pembangkit serta
masalah aliran daya dan tegangan dalam jaringan.
e. Rencana Harian.
Rencana Operasi Harian merupakan koreksi dari Rencana Operasi
Mingguan untuk disesuaikan dengan kondisi yang mutakhir dalam sistem tenaga
listrik Rencana Operasi Harian merupakan pedoman pelaksanaan Operasi Real
Time.
2.3 Analisa Beban Sistem
Beban sistem tenaga listrik merupakan pemakaian tenaga listrik dari para
pelanggan listrik. Oleh karenanya besar kecilnya beban beserta perubahannya
tergantung kepada kebutuhan para pelanggan akan tenaga listrik. Tidak ada perhitungan
yang eksak mengenai berapa besarnya beban sistem pada suatu saat, yang bisa
dilakukan hanyalah membuat perkiraan beban.Sebagaimana disebut dalam pasal II.1.
bahwa dalam pengoperasian sistem tenaga listrik harus selalu diusahakan agar:
Daya yang dibangkitkan = Beban sistem.
Maka masalah Perkiraan Beban merupakan masalah yang sangat menentukan bagi
perusahaan listrik baik segi-segi manajerial maupun bagi segi operasionil, oleh
karenanya perlu mendapat perhatian khusus. Untuk dapat membuat Perkiraan Beban
yang sebaik mungkin perlu beban sistem tenaga listrik yang sudah terjadi dimasa lalu
dianalisa. Terdapat tiga kelompok Perkiraan Beban yaitu :
A. Perkiraan Beban Jangka Panjang.
Perkiraan Beban jangka panjang adalah untuk jangka waktu diatas satu
tahun. Dalam perkiraan Beban jangka panjang masalah-masalah makro ekonomi
yang merupakan masalah ekstern perusahaan listrik merupakan faktor utama yang
menentukan arah Perkiraan Beban. Faktor makro tersebut diatas misalnya
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 18
pendapatan per kapita Penduduk Indonesia. Tabel II.1. menggambarkan
perkembangan pendapatan bruto per kapita penduduk Indonesia untuk beberapa
tahun dan dalam tabel 11.2. ditunjukkan perkembangan penjualan KWH PLN
yang sesungguhnya merupakan ukuran pula bagi kenaikan beban.
Nampak dari tabel II.1. dan tabel II.2. bahwa kenaikan prosuksi KWH
berjalan seirama dengan kenaikan pendapatan per kapita, hal ini digambarkan
pada gambar II.1. Penulis berpendapat bahwa kenaikan beban serta produksi
tenaga Listrik untuk jangka panjang di Indonesia masih akan relatif tinggi
dibandingkan dengan negara-negara maju misalnya negara-negara Eropa, karena
sampai saat tulisan ini dibuat baru kira-kira antara 16-20% penduduk Indonesia
yang menikmati tenaga listrik
Perkiraan ini didasarkan bab pada saat tulisan ini dibuat jumlah langganan
PLN baru berjumlah kira-kira 5 juta. Apabila tenaga listrik dari setiap langganan
dinikmati oleh rata-rata 5 orang maka baru 5x5 = 25 juta penduduk Indonesia
yang menikmati tenaga listrik dari PLN. Namun ada pula penyediaan tenaga
listrik oleh koperasi-koperasi sehingga apabila penduduk Indonesia berjumlah 150
juta orang barulah kira-kira 16-20% yang menikmati tenaga listrik. Karena
Perkiraan Beban jangka panjang banyak menyangkut masalah makro ekonomi
yang bersifat ekstern perusahaan listrik, maka penyusunannya perlu dimintakan
pengarahan dari pemerintah.
B. Perkiraan Beban Jangka Menengah.
Perkiraan beban jangka menengah adalah untuk jangka waktu dari satu
bulan sampai dengan satu tahun. Poros untuk perkiraan beban jangka menengah
adalah Perkiraan Beban jangka panjang seperti terlihat pada gambar II.2.,
sehingga Perkiraan Beban jangka menengah tidaklah dapat menyimpang terlalu
jauh terhadap Perkiraan Beban jangka panjang. Dalam perkiraan Beban jangka
menengah masalah-masalah manajerial perusahaan merupakan faktor utama yang
menentukan. Masalah-masalah manajerial perusahaan misalnya kemampuan
teknis memperluas jaringan distribusi, kemampuan teknis menyelesaikan proyek
pembangkit listrik yang baru serta juga kemampuan teknis menyelesaikan proyek
saluran transmisi.
Masalah penyelesaian proyek ini sesungguhnya tidak sepenuhnya
merupakan masalah intern perusahaan listrik, tetapi juga dipengaruhi oleh faktorfaktor
ekstern khususnya jika menyangkut masalah pembebasan tanah dan
masalah penyediaan dana. Dari garnbar 1.7. tampak bahwa kenaikan beban
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 19
puncak sistem Jawa dalam satu tahun praktis adalah konstan hanya pada tengah
tahun (antara bulan Juni sampai September) pada waktu muslin panas/kemarau
rate of increasenya lebih tinggi dari bulan-bulan yang lain sebagai pengaruh
pemakaian penyejuk udara.
Sebaliknya di negara yang mempunyai musim dingin, pada bulan-bulan Juni
sampai September beban puncaknya adalah yang terendah dalam sam tahun
sedangkan beban puncak yang tertinggi terjadi dimusim dingin sebagai akibat
pemakaian alat-alat pemanas.Dari gambar I.7. juga dapat diiihat bahwa bebanbeban
puncak dalam suatu tahun mencapai nilai-nliai yang rendah dua kali, yaitu
disekitar akhir tahun dan pada waktu hari raya Idul Fitri.
Dalam Perkiraan Beban jangka panjang biasanya hanya diperkirakan beban
puncak yang tertinggi yang akan terjadi dalam sistem tenaga listrik, karena
Perkiraan Beban jangka panjang lebih banyak dipergunakan untuk keperluan
perencanaan pengembangan sistem.
Tetapi dalam Perkiraan Beban jangka menengah aspek operasional yang
menonjol, karena dalam jangka menengah (kurang dari satu tahun) tidak banyak
lagi yang dapat dilakukan dalam segi pengembangan. Oleh karenanya perkiraan
mengenai besarnya beban minimum juga diperlukan karena beban yang rendah
dapat menimbulkan persoalan operasionil seperti timbulnya tegangan yang
berlebihan serta keperluan untuk memberhentikan unit PLTU.
Penyambungan langganan baru yang mempunyai daya tersambung dengan
nilai antara 1 sampal dengan 3% dari beban puncak sistem perlu diperhitungkan
dalam Perkiraan Beban Jangka menengah karena hal ini selain mempengaruhi
beban yang akan terjadi dalam sistem terutama perlu dianalisa dari segi aliran
daya. Untuk langganan baru dengan daya tersambung diatas 3% dari beban
puncak sistem perlu diperhitungkan dalam Perkiraan Beban jangka panjang
karena selain masalah segi aliran daya yang bakal terjadi dalam sistem juga
masalah penyediaan dayanya perlu dipersiapkan dalam jangka panjang lebih dari
satu tahun dengan perhatian khusus.
C. Perkiraan Beban Jangka Pendek.
Perkiraan Beban jangka pendek adalah untuk jangka waktu beberapa jam
sampai satu minggu (168 jam). Dalam Perkiraan Beban jangka pendek terdapat
batas atas untuk beban maksimum dan batas bawah untuk beban minimum yang
ditentukan oleh Perkiraan Beban jangka menengah. Besarnya beban untuk setiap
jam ditentukan dengan memperhatikan langgam beban di waktu lalu dengan
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 20
memperhatikan berbagai informasi yang dapat mempengaruhi besarnya beban
sistem seperti acara televisi, cuaca dan suhu udara. Mengenai langgam beban
harian sistem dapat dilihat pada gambar I.6. Dari Gambar 1.6. dapat kita ambil
beberapa kesimpulan mengenai beban sistem Jawa sebagai berikut :
1. Beban puncak selalu terjadi di sekitar jam 19.00. yaitu pada malam hari. Ini
berarti bahwa pemakaian tenaga listrik untuk keperluan penerangan masih
lebih banyak dibandingkan pemakaian tenaga listrik untuk keperluan
industzi.
2. Pada pagi hari sekitar jam 05.00 pagi selalu ada kenaikan beban sebentar
yang kemudian diikuti dengan penurunan beban pada sekitar jam 06.00
pagi. Hal ini disebabkan karena sekitar jam 05.00 pagi para pernakai tenaga
listrik telah bangun, menyalakan lampu untuk sembahyang dan melakukan
persiapan-persiapan untuk bekerja. Setelah matahari terbit, kira-kira jam
06.30, lampu-lampu dimatikan dan beban turun.
3. Beban terendah terjadi untuk setiap hari antara jam 06.30 dan jam 07.30
karena pada saat ini lampu-lampu sudah dimatikan tetapi belum ada
kegiatan yang rnenambah pemakaian tenaga listrik dalam masyarakat.
4. Untuk hari minggu dan hari Libur saat terjadinya beban terendah ini lebih
siang, lebih kekanan seperti tampak pada gambar II.1, disebabkan karena
kegiatan masyarakat yang memerlukan tambahan tenaga listrik terjadi lebih
siang pada hari-hari Minggu dan Libur dibandingkan pada hari-hari kerja.
Untuk hari Senin dari gambar I.1. Tampak bahwa nilai beban terendah ini
adalah paling rendah dibandingkan hari-hari kerja lainnya. hal ini mungkin
disebabkan karena masih adanya pengaruh week end terhadap kegiatan
pemakaian tenaga listrik oleh masyarakat.
5. Beban hari Sabtu untuk setiap jam yang sama adalah lebih rendah daripada
untuk hari kerja lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya perusahaanperusahaan
yang tidak bekerja pada hari Sabtu.
6. Beban hari Minggu untuk setiap jam yang sama adalah lebih rendah
daripada beban hari kerja (termasuk hari Sabtu), hal ini disebabkan karena
sebagian besar perusahaan tidak bekerja pada hari Minggu.
7. Beban hari libur khusus seperti hari raya Idul Fitri dan Tahun Baru untuk
jam yang sama adalah lebih rendah daripada beban hari Minggu. Hal ini
disebabkan karena tidak adanya siaran televisi di siang hari Libur dan juga
oleh karena pada kedua hari libur tersebut diatas kegiatan pemakaian
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 21
2.4 Cara-cara Memperkirakan Beban
Salah satu faktor yang sangat menentukan dalam membuat rencana operasi sistem
Tenaga Listrik adalah perkiraan beban yang akan dialami oleh sistem tenaga listrik ybs.
Tidak ada rumus eksak untuk ini karena besarnya beban ditentukan oleh para pemakai
(konsumen) tenaga listrik yang secara bebas dapat menentukan pemakaiannya. Namun
karena pada umumnya kebutuhan tenaga listrik seorang konsumen sifatnya periodik
rnaka grafik pemakaian teraga listrik atau lazimnya disebut sebagai grafik beban dari
Sistem Tenaga Listrik juga mempunyai sifat periodik.
Oleh karenanya statistik beban dari masa lalu beserta analisanya seperti diuraikan
dalam pasal II.3. sangat diperlukan untuk memperkirakan beban dimasa yang akan
datang yang pada umumnya dilakukan dengan cara mengekstrapolir grafik beban di
masa lampau ke masa yang akan datang. Setelah dilakukan extrapolasi kemudian
ditambahkan koreksi-koreksi terhadap hal-hal khusus, baik untuk perkiraan jangka
panjang, jangka menengah maupun jangka pendek. Grafik beban secara perlahan-lahan
berubah bentuknya baik kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan ini antara lain
disebabkan oleh :
a. Bertambahnya jumlah konsumen tenaga listrik.
b. Bertambahnya konsumsi tenaga listrik dari konsumen lama, misalnya karena
ia membeli peralatan listrik tambahan.
c. Suhu udara, jika suhu udara tinggi maka pemakaian alat-alat penyejuk udara
bertambah dan ini menambah pemakaian tenaga listrik.
d. Kegiatan Ekonomi dalam masyarakat. Sebagai contoh dapat dilihat dan
gambar II.1. Bahwa selama resesi dunia (mulai tahun 1980) perkembangan
pemakaian tenaga listrik menurun. Sesungguhnya butir d juga menentukan
hal-hal yang tersebut dalam butir a dan b.
e. Kegiatan Sosial dalam masyarakat. Sebagai contoh adanya pertandingan
olahraga seperti bulu tangkis atau tinju yang disiarkan oleh TVRI ternyata
menimbulkan kenaikan beban.
Dari uraian diatas dapatlah dimengerti bahwa tidaklah mungkin ditemukan rumus
yang eksak untuk menentukan besarnya beban. Tetapi beban dapat diperkirakan
besarnya berdasarkan pengalaman-pengalaman dari pengamatan-pengamatan di masa
lalu kemudian diadakan perkiraan untuk masa yang akan datang. Beberapa metode yang
dipakai untuk memperkirakan beban adalah Metode Least Square.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 22
2.5 Jadwal Pemeliharaan Peralatan Dalam Sistem
Peralatan dalam Sistem Tenaga Listrik perlu dipelihara secara periodik sesuai
petunjuk dari buku pemeliharaan peralatan yang dibuat oleh pabriknya. Penundaan
pemeliharaan akan memperbesar kemungkinan rusaknya peralatan oleh karena jadwal
pemeliharaan peralatan sedapat mungkin harus ditaati.
Apabila peralatan
dipelihara menurut jadwal
pemeliharaan maka nilai
ekonomisnya akan turun
menurut garis A pada
gambar II.8, tapi apabila
pemeliharaannya sering
tertunda maka nilai
ekonomis akan lebih cepat
menurun misalnya menuruti
garis B. Dilain pihak untuk menjamin Keandalan Sistem Tenaga Listrik, pemeliharaan
peralatan perlu dikoordinir agar tetap tersedia cadangan pembangkitan yang cukup dan
juga tidak terdapat bagian dari sistem yang menjadi overloaded. Dalam sistem yang
terdiri dari ratusan peralatan maka masalah koordinasi pemeliharaan peralatan ini
menjadi sulit dan sebaiknya tersedia fasilitas komputer untuk menanganinya.
Koordinasi pemeliharaan peralatan yang kurang baik juga akan memperbesar
biaya operasi oleh karenanya untuk sistem yang besar adalah memadai menggunakan
komputer untuk menemukan jadwal pemeliharaan yang optimum. Cara pengoperasian
peralatan dalam sistem juga mempengaruhi keausan peralatan sehingga mempengaruhi
jadwal pemeliharaan. Sebagai contoh PLTG yang sering distart dan di stop daiam
pengoperasiannya harus lebih sering dipelihana dibandingkan yang dioperasikan
kontinu.
Circuit Breaker yang dioperasikan pada jaringan yang besar arus gangguannya
perlu lebih sering dipelihara daripada yang beroperasi pada jaringan yang kecil
gangguannya. Secara garis besar bagian-bagian dari peralatan yang beroperasi dalam
sistem yang perlu pemeriksaan dan pemeliharaan periodik adalah :
a. Bantalan-bantalan yang menyangga poros yang berputar dengan kecepatan tinggi.
b. Bagian-bagian mekanik yang bergeser satu sama lain seperti piston ring pada
mesin Diesel dan kompresor.
Nilai Ekonomis (%)
A
B
Gambar II.8.
Umur Ekonomis Peralatan
Waktu dlm Tahun
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 23
c. Ruang bakar dan bagian-bagian yang dilalui gas-gas hasil pembakaran.
d. Bagian-bagian yang mempertemukan dua zat yang tinggi perbedaan suhunya
seperti alat-alat pemanas maupun pendingin.
e. Bejana-bejana yang bertekanan tinggi dan packing-packing tekanan tinggi serta
katup-katup pengaman.
f. Bagian-bagian yang bertugas/bersifat mengumpulkan kotoran, seperti saringan
dan kolam tando atau kolam pengendap pada PLTA.
g. Kontak-kontak listrik yang bergerak (moving contacts).
h. Sistem pentanahan peralatan listrik, khususnya yang terletak diluar gedung,
misalnya sistem pentanahan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT).
i. Alat-alat ukur dan alat-alat pengaman perlu ditera secara periodik.
j. Isolasi peralatan perlu diukur secara periodik.
k. Bagian mekanik yang dilalui cairan atau gas yang berkecepatan tinggi seperti
pengabut atau sudut jalan turbin.
l. Sambungan-sambungan Listrik khususnya apabila terletak ditempat yang banyak
bergetar dan /atau banyak mengalami perubahan suhu.
m. Katup-katup mekanik untuk cairan maupun gas/uap dan mekanisme switch gear.
Pemeliharaan yang teratur selain memperpanjang umur ekonomis peralatan juga
mempertinggi keandalan peralatan. Dengan memperhatikan gambar II.10. maka
pemeliharaan peralatan dapat memperkecil Forced Outage Hours yang berarti peralatan
dapat lebih diandalkan bagi kepentingan operasi.
8760 jam (1 tahun).
Jam-jam peralatan dalam keadaan siap pakai
(Operating Available Hours)
Jam-jam peralatan dalam pemeliharaan yang direncanakan
(Planned Outage Hours)
Jam-jam peralatan dalam keadaan gangguan (Forced Outage Hours)
Gambar 2.10 : Diagram Kesiapan Peralatan Dalam Satu Tahun (8760 Jam)
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 24
Jika angka-angka Forced Outage Hours, Planned Outage Hours dan Operating
Available Hours masing-masing dibagi dengan 8760 jam maka kita dapatkan Forced
Outage Factor (FOF), Planned Outage Factor (POF) dan Operating Availability Factor
(OAF) untuk satu tahun (8760 jam). Dari buku statistik PLN Pembangkitan Jawa
Bagian Barat tahun 1986/1987 dapat dilihat angka-angka sebagai berikut :
Tahun
1982/1983 1983/1984 1984/1985 1985/1986 1986/1987
Jenis
Pusat
Listrik CF FOF CF FOF CF FOF CF FOF CF FOF
Keterangan
PLTA
PLTU
PLTD
PLTG
PLTP
34.04
56.64
4.57
8.72
29.55
3.47
4.38
10.34
1.82
2.48
44.24
52.84
4.78
6.51
79.42
2.92
6.62
9.93
4.31
7.26
51.29
47.39
2.55
7.10
82.55
0.22
3.49
3.72
8.12
9.39
27.40
44.08
2.27
6.41
85.06
0.87
3.92
4.85
5.00
2.18
45.58
43.34
2.49
0.78
88.41
1.41
5.37
0.59
1.79
1.24
CF dan FOF
dinyatakan
dalam %
Capacity Factor yang rendah dan PLTD dan PLTG menunjukan bahwa
pernakaian PLTD dan PLTG sangat sedikit, mungkin karena PLTD dan PLTG hanya
dipakai sebagai stand by unit. Untuk PLTP kalau dibandingkan dengan PLTP negara
lain perlu diperhitungkan kualitas uap yang didapat karena hal ini mempengaruhi FOF
jika produksi kWh dalam satu tahun dibagi dengan kapasitas terpasang dalam KW kali
8760 jam maka didapat Capacity Factor (CF).
Capacity Factor sesungguhnya menggambarkan berapa jauh suatu alat
dimanfaatkan Capacity Factor tentu saja akan mempengaruhi Operating Availability
Factor dan Forced Outage Factor karena unit pembangkit yang sering dipakai tentu saja
lebih sering mengalami kerusakan (Forced Outage) dibanding dengan unit pembangkit
yang jarang dioperasikan.
2.6 Daya Tersedia Dalam Sistem
Daya Tersedia dalam sistem tenaga listrik haruslah cukup untuk melayani
kebutuhan tenaga listrik dan para pelanggan. Daya tersedia tergantung kepada daya
terpasang unit-unit pembangkit dalam sistem dan juga tergantung kepada kesiapan
operasi unit-unit tersebut. Berbagai faktor seperti gangguan kerusakan dan pemeliharaan
rutin, menyebabkan unit pembangkit menjadi tidak siap operasi.
Untuk dapat melayani beban yang diperkirakan dan Perkiraan Beban (Load
Forecast) dan juga mengingat masalah pemeliharaan unit pembangkit seperti diuraikan
dalam pasal 11.5, harus diusahakan agar Daya Tersedia dalam sistem selalu cukup
untuk melayani beban.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 25
Karena unit pembangkit yang direncanakan tersedia untuk operasi dalam sistem
ada kemungkinan mengalami Forced Outage maka besarnya cadangan Daya Tersedia
sesungguhnya merupakan ukuran keandalan operasi sistem. Untuk membahas
keandalan operasi dipakai pengertian-pengertian seperti digambarkan oleh gambar II.11.
2.7 Kemungkinan Kehilangan Beban (Loss of Load Probability)
Unit-unit pembangkit bertugas menyediakan daya dalam sistem tenaga listrik,
agar beban dapat dilayani. Dilain pihak unit pembangkit setiap waktu bisa mengalami
gangguan sehingga tidak bisa beroperasi. Jika gangguan ini terjadi pada saat yang
bersamaan atas beberapa unit pembangkit yang besar, maka ada kemungkinan bahwa
daya tersedia dalam sistem berkurang sedemikian besarnya sehingga tidak cukup untuk
melayani beban.
Dalam hal yang demikian terpaksa dilakukan pelepasan beban, atau terpaksa
sistem kehilangan beban, terjadi pemadaman dalam sistem. Dalam pasal II.6 telah
disinggung kemungkinan terjadinya pemadaman karena adanya forced outage unit
pernbangkit dalam sistem. Seperti juga telah diuraikan dalam pasal II.6, kemungkinan
terjadinya forced outage dengan nilai tertentu dapat dihitung.
Beban berubah-rubah sepanjang waktu, maka forced outage yang berlangsung
pada saat-saat beban puncak akan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap
cadangan daya tersedia dibandingkan dengan forced outage yang berlangsung pada saatsaat
beban rendah. Jadi setiap forced outage selain bisa dihitung kemungkinan
terjadinya juga memberikan kemungkinan timbulnya pemadaman dalam sistem, atau
sering pula. Disebut sebagai rnemberi kemungkinan sistem “kehilangan beban”.
Kemungkinan kehilangan beban ini merupakan risiko yang dihadapi dalam
mengoperasikan sistem tenaga listrik dan perlu diformulasikan.
LOLP sesungguhnya merupakan risiko yang dihadapi dalam operasi, dalam
gambar 4 digambarkan sebagai berapa jauh garis daya tersedia boleh menurun karena
pemeliharaan maupun forced outage dalam kaitannya terhadap pemotongan kurva lama
beban. LOLP biasa dinyatakan dalam hari pertahun .
Makin kecil nilai LOLP berarti garis daya tersedia harus makin kecil
kemungkinannya rnemotong garis kurva lama beban, ini berarti bahwa daya terpasang
harus makin tinggi serta juga Forced Outage Rate harus makin kecil dengan perkataan
lain diperlukan investasi yang lebih besar dan juga kualitas unit pembangkit yang lebih
baik.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 26
Pengertian mengenal LOLP ini juga diperlukan dalam perencanaan operasi
misalnya untuk menyusun jadwal pemeliharaan unit-unit pembangkit dengan risk level
tertentu misalnya dengan LOLP satu hari per tahun.
Dengan ketentuan ini maka jadwal pemeliharaan unit-unit pembangkit harus
diatur sedemikian rupa sehingga daya tersedia tanpa forced outage (unit-unit
pernbangkit yang dijadwalkan siap operasi) terdiri dari unit-unit pembangkit yang
mempunyai F.O.R. sedemikian hingga persamaan (4) tetap terpenuhi. PLN dalam
menyusun jadwal pemeliharaan sistem interkoneksi Jawa mengasnbil risk level LOLP
satu hari per tahun.
2.8 Menentukan Keandalan Sistem
LOLP merupakan index risk level dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik
jadi juga merupakan tingkat jaminan operasi sistem tenaga listrik. Apabila diinginkan
tingkat jaminan operasi yang tinggi maka risk level harus rendah atau LOLP harus kecil
dan ini berarti bahwa investasi harus tinggi untuk keperluan mendapatkan daya
terpasang yang tinggi dan juga untuk mendapatkan unit pembangkit dengan F.O.R.
yang rendah. Sesungguhnya F.O.R. yang rendah juga tergantung kepada pemeliharaan
unit-unit pembangkit, tidak semata-mata kepada harga unit pembangkit. Pemeliharaan
unit pembangkit yang baik dapat memperkecil F.O.R dan selanjutnya memperkecil
LOLP atau meningkatkan tingkat jaminan operasi sistem tenaga listrik.
Penentuan besarnya LOLP merupakan kompromi antara biaya investasi yang
diperlukan dibandingkan dengan risiko pemadaman yang bisa terjadi. Untuk keperluan
perencanaan, menyangkut pertimbangan-pertimbangan investasi terhadap risiko, PLN
menggunakan angka-angka sebagai berikut :
Jenis Pembangkit Unit Size (MW) F.O.R. (%)
PLTA Semua 1
PLTG Semua 7
PLTP Semua 5 (perkiraan)
PLTU bahan bakar minyak 25-100 MW, 100 MW 8.5, 9
5. PLTU batu bara 400 MW 10
Angka-angka ini dikutip dan Load Supply Capability of Power Generation System
in Java its Sensitivity to the completion dates of major Power Projects, draft PLN July
1981 table 3-3. Untuk menggambarkan besarnya risiko yang dihadapi apabila
kemampuan sistem tidak dapat memenuhi kebutuhan beban sehingga terpaksa ada
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 27
beban yang dilepas dari sistem, dapat dipakai index berupa “harga KWH yang terputus”
(interupted KWH). Harga KWH yang terputus ini harus menggambarkan berapa besar
pengaruh dari KWH yang terputus terhadap kehidupan negara secara makro, tidak
hanya merupakan harga jual KWH oleh PLN. Hal ini mengingat bahwa tenaga listrik
telah merupakan komoditi yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak.
Harga KWH yang terputus ini berbeda-beda untuk setiap tempat karena pengaruh
terputusnya KWH juga berbeda untuk setiap tempat. Untuk daerah industri harga KWH
terputus ini lebih mahal daripada untuk daerah tempat tinggal, karena KWH terputus
untuk daerah industri juga menyebabkan terputusnya produksi industri yang mempunyai
dampak luas di bidang ekonomi, sedangkan untuk daerah tempat tinggal praktis hanya
mempunyai dampak terhadap kenyamanan para pemakai listrik. Penentuan harga KWH
yang terputus selanjutnya akan mempenganuhi berbagai keputusan dalam
merencanakan jaringan, seperti terlihat pada contoh berikut (gambar II.15.).
Akan dilakukan penyambungan melalui saluran udara 70 KV ke gardu induk C
untuk melayani daerah perlistrikan baru. Ada dua alternatif penyambungan yaitu :
�� Alternatif I : Disambung dari gardu induk A saja.
�� Alternatif II : Disambung dari gardu induk A dan gardu untuk B.
Untuk memilih alternatif mana yang menguntungkan ditentukan bahwa :
1. Biaya investasi untuk altematif ladalah sebesar Rp.300juta sedangkan untuk
alternatif II adalah Rp.500juta.
2. Dan statistic gangguan diperkirakan bahwa jumlah KWH yang akan terputus
dalam satu tahun adalah :
�� Untuk alternatif I = 100.000 KWH.
�� Untuk alternatif 11 = 20.000 KWH.
3. Peralatan listrik untuk. penyambungan ini diperkirakan mempunyai umur
ekonomis 20 tahun.
4. Harga KWH terputus untuk daerah gardu C adalah Rp. 1000/KWH.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 28
BAB III PEMBEBANAN UNIT PEMBANGKIT
3.1 Optimasi Hidro-Termis Dengan Metode Lagrange Multiplier
Dalam sistem tenaga listrik yang terdiri dari sejumlah PLTA dan sejumlah Pusat
Listrik Termis, perlu dicari jalur pembagian beban antara subsistem Hidro (kelompok
PLTA) dan subsistem Termis (kelompok Pusat Listrik Termis) agar didapat operasi
yang optimum bagi sistem tenaga listrik secara keseluruhan, dalam arti dicapai biaya
bahan bakar yang minimum (lihat gambar III.1).
Dalam menggunakan metoda La Grange multiplier harus dicari objective function
dari persamaan-persamaan kendala untuk menyusun persamaan La Grange. Objective
Function disini adalah biaya bahan bakar yang akan dicari minimumnya.
Biaya bahan bakar dari sebuah unit pembangkit termis merupakan fungsi beban
pembangkit termis yang bersangkutan dan dinyatakan oleh sebuah fungsi : F (PT).
Fungsi ini didapat dari perhitungan dengan menggunakan kurva pemakaian bahan bakar
spesifik, sedangkan kurva pemakaian bahan bakar spesifik didpat dari percobaan (lihat
gambar III.2 dan gambar III.3).
Seperti terlihat pada gambar I.6, beban sistem tenaga listrik berubah-ubah
menurut waktu, dengan demikian beban unit pembangkit termis juga perlu berubahubah
menurut waktu dalam partisipasinya melayani beban sistem. Hal ini
mengakibatkan biaya bahan bakarnya persatuan waktu dalam rupiah perjam juga
berubah-ubah menurut waktu. Jika ditinjau selang-selang waktu yang cukup kecil dan
dalam selang waktu tersebut terdapat sistem, rugi-rugi dalam sistem dan juga beban
unit-unit pembangkit hidro maupun beban unit-unit pembangkit Termis dianggap
konstan besarnya maka biaya bahan bakar dalam selang tersebut yang lamanya = Δt
FΔt = biaya bahan bakar dalam sistem selama selang waktu Δt
Fj(PTj) = biaya bahan bakar unit termis ke-j
PTj = beban unit termis ke-j
n = jumlah unit termis
J = indeks nomor unit-unit pembangkit
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 29
Dengan pemikiran yang serupa, debit air pada unit pembangkit hidro setiap saat
dinyatakan sebagai fungsi kuadratis beban unit yang bersangkutan :
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 30
Untuk rugi-rugi setiap saat dalam sistem digambarkan fungsi kuadratis beban unit
termis maupun beban unit hidro :
Dalam persamaan-persamaan di atas a, b dan c adalah konstanta-konstanta. Apabila
persamaan koordinasi (III.7) dan (III.8) diisi dengan harga-harga yang didapat pada
persamaan-persamaan (III.10), (III.12), (III,14) dan (III.15) maka didapat :
Dengan mengingat subsistem Termis terdiri dari n unit, sedangkan subsistem Hidro
terdiri dari m unit maka :
Selanjutnya persamaan koordinasi untuk sistem yang terdiri dan n unit Termis dan m
unit Hidro menjadi :
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 31
Dalam penyelesaian persamaan-persamaan tersebut di atas diperlukan data mengenai
konstanta-konstanta a, b dan c. Konstanta-konstanta ini yang menyangkut karakteristik
unit pembangkit termis dan karakteristik unit pembangkit hidro didapat dari grafikgrafik
hasil percobaan, yaitu untuk a1, bl, c1, a2, b2 dan c2.
Tetapi konstanta-konstanta a3, b3, c3, a4 dan b4 yang menyangkut rugi-rugi dalam
jaringan, sulit dicari dari percobaan. Persamaan (III.13) yang menggambarkan rugi-rugi
dalam jaringan sebagai fungsi kuadrat dari unit-unit pembangkit baik termis maupun
hidro, secara fisik dapat dipikirkan sebagai berikut :
1. setiap unit pembangkit yang mengirim tegangan ke dalam sistem, walaupun
belum ada beban dalam sistem, sudah akan menghadapi rugi-rugi beban nol
yang terdiri dari rugi-rugi besi dalam transformator dan generator serta rugirugi
tembaga I2.R dalam saluran transmisi untuk rnelayani arus kapasitif. Ini
semua merupakan komponen tetap dari setiap unit pembangkit dalam
menghadapi nigi-rugi dalam sistem, seperti tertulis dalam persamaan III.13
dan suku c3
2. apabila sebuah unit pembangkit mengirimkan beban nyata P melalui sistem
ke berbagai pusat beban, maka besarnya partisipasi unit pembangkit tersebut
terhadap rugi-rugi tembaga I2.R yang timbul dalam sistem, adalah sebanding
(linier) dengan besarnya daya nyata P yang dibangkitkannya. Ini
digambarkan oleh koefisien b3 dan b4 pada persamaan (III.13)
3. komponen kuadratis seperti digambarkan oleh koefisien a dan b dalam
persamaan (III.13) praktis kecil sekali, karena praktis hampir tidak ada
hubungan kuadratis antara daya yang dibangkitkan P dengan rugi-rugi PL.
Sifat kuadratis timbul apabila kenaikan tahanan sebagai akibat kenaikan
suhu diperhitungkan.
Hasil perhitungan PT dan PH dari algoritma yang digambarkan oleh flow chart gambar
III.4 masih harus dikaji terhadap kendala-kendala berupa :
a. beban maksimum dan minimum dari unit-unit pembangkit;
b. beban minimum dari PLTA yang harus melayani pula keperluan irigasi atau
pelayaran sungai;
c. beban maksimum dari PLTA yang harus melayani pengendalian banjir;
d. aliran daya dalam sistem, dalam arti tidak ada saluran transmisi yang
berbeban lebih ataupun timbul tegangan yang terlalu rendah di dalam
sistem.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 32
3.2 Optimasi Hidro-Termis Dengan Metode Gradien
Sebagaimana telah diuraikan, penyelesian masalah optimasi hidro-termis dengan
metode La Grange multiplier menghadapi kesulitan komputasi karena adanya tiga Loop
algoritma penyelesaian. Dalam pasal ini dibahas metode lain untuk mengatasi masalah
optimasi hidro-termis, yaitu dengan metode Gradien. Dalam menggunakan metode atau
pendekatan Graadien dilakukan beberapa pengabaian, namun masih memberikan hasil
yang cukup berarti. Dasar dari metode Gradien adalah Deret Taylor.
Dalam pethitungan selanjutnya hanya dipakai suku pertama dan deret Taylor.
Suku-suku berikutnya diabaikan maka didapat :
Biaya bahan bakar per satuan waktu (misalnya dalam Rupiah/jam) sebagai fungsi
daya yang dibangkitkan subsistem termis adalah F(PT), Dengan penjelasan yang serupa
seperti penjelasan tersebut di atas mengenai perubahan pemakaian air. Maka untuk
kenaikan biaya bahan bakar per satuan waktu sebagai fungsi kenaikan pembangkitan
subsistem termis adalah :
Sesungguhnya syarat untuk mendapatkan persamaan (III.28), yaitu bahwa ΔPH = -
ΔPT tidaklah sepenuhnya bahwa 0, asalkan ketergantungan PL terhadap PH dan PT adalah
sama, maka hal ini sudah terpenuhi. Hal ini praktis terpenuhi apabila niali PL yaitu rugirugi
dalam jaringan transrnisi adalah kecil, kurang dari 3% terhadap daya yang
dibangkitkan. Apabila persamaan (III.28) dimasukkan ke dalam persamaan (III.26)
maka didapatkan :
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 33
Gambar 3.7 : Grafik Pemakaian Air Sebagai Fungsi Beban Dari Unit PLTA
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 34
Dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengunaan air di PLTA harus
dilakukan semaksirnal mungkin, atau beban PLTA harus maksimal pada saat nilai
mencapai nilai yang tinggi. dalam bahasa Inggris dikatakan pada waktu terjadi “Steepest
descent” dari perubahan biaya bahan bakar. Gambar 3.8 menggambarkan biaya bahan
bakar dalam Rupiah per jam sebagai fungsi beban sistem dalam MW. Penyusunan
gambar 3.8 dilakukan berdasarkan pemikiran merit loading, yaitu pembebanan
dilakukan berdasarkan urutan dari unit pembangkit yang mempunyai biaya
pembangkitan termurah kemudiari disusul dengan unit yang mempunyai biaya
pembangkitan lebih mahal. Data pembangkit dalam sistem tertulis pada catatan
disamping gambar 3. 8.
Gambar 3.8 : Biaya Bahan Bakar Per Jam sebagai Fungsi Beban Sistem
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 35
Gambar III.8 yaitu pada saat PLTG terpaksa dioperasikan, kemudian disusul oleh
bagian DC, CB dan BA. Pembebanan merit dari unit-unit pembangkit menurut biaya
bakarnya dilakukan dengan urutan :
1. PLTA minimum, garis OA
2. PLTU batubara, garis AB, dengan biaya rata-rata Rp. 30/KWH.
3. PLTU dengan bahan bakr minyak residu dan menggunakan reheat system
(pemanas ulang), hal ini didapat pada unit-unit PLTU dengan kapasitas terpasang
/150 MW, biaya bahan bakar rata-rta Rp. 60/KWH.
4. PLTU dengan bahan bakar minyak residu tanpa reheat system,yaitu unit-unit
PLTU, dengan kapasitas terpasang < 150 MW, biaya bahan bakar rata-rata Rp.
70/KWH.
5. PLTG dengan bahan bakar minyak diesel putaran tinggi (high speed diesel/HSD),
biaya bahan bakar rata-rata Rp. 120/KWH.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 36
Tentu saja merit loading ini berubah apabila struktur harga bahan bakar berubah
misalnya apabila ada PLTG yang karena fleksibilitas penempatannya dapat
menggunakan gas alam yang murah. Maka kedudukan PLTG ini dapat menukar
kedudukan PLTU bahan bakar minyak non reheat dalam merit loading.
Dalam praktek unit PLTU kebanyakan tidak mungkin diberhentikan selama satu
atau dua jam untuk kemudian dioperasikan kembali dengan kondisi api ketel uapnya
mati sama sekali selama unit PLTU ini berhenti. Sehubungan dengan ini maka garis
ABCDE dalam gambar III.8 berubah menjadi garis A’B’C’D’E’ yang letaknya lebih
tinggi karena adanya biaya bahan bakar pada beban nol tersebut diatas.
Gambar III.8 disusun atas dasar asumsi unit-unit pembangkit yang tersedia untuk
operasi mempunyai data sebagai berikut :
a. PLTA minimum harus berbeban 500 MW, hal ini diisyaratkan untuk keperluan
irigasi dan untuk mengatasi masaah kavitas.
b. Titik A pada Gambar III.8 didapat berdasar butir a tersebut diatas.
c. PLTU dengan batubara mempunyai kemampuan 800 MW, ini dipakai untuk
menentukan letak titik B1 yang jaraknya dari titik A = 800 MW.
d. PLTU yang menggunakan bahan bakar minyak residu dan menggunakan reheat
system mempunyai kemampuan 400 MW, sehingga jarak titik B1 ke C1 = 400
MW.
e. PLTU yang menggunakan bahan bakar minyak tetapi tidak menggunakan reheat
system mempunyai kemampuan 200 MW. Sehingga jarak titik C1 ke titik D1 =
200 MW.
f. PLTG yang menggunakan HSD mempunyai kemampuan 300 MW, sehingga jarak
titik D1 ke titik E1 = 300 MW.
3.3 Optimasi Hidro-Termis Dengan Metode Dynamic Programming
Metode ketiga untuk memecahkan persoalan optimasi Hidro-termis adalah metode
Dynamic Programming Successive Approximation (DPSA). Dalam metoda DPSA
sistem dibagi atas subsistem Hidro dan subsistem Termis. Untuk ini diperlukan inputoutput
curves yang mewakili subsistem hidro dan juga yang mewakili subsistem
Termis.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 37
Gambar III.15A yaitu input-output cirve untuk subsistem hidro adalah serupa
dengan input-output curve unit PLTA seperti digambarkan oleh gambar III.8 tanpa
bagian OA’ (beban subsistem Hidro).
Dalam metode DPSA volume kolam PLTA merupakan state variabel sedangkan
beban subsistem hidro dan beban subsistem termis merupakan control variabel. Sebagai
Objective Function adalah biaya bahan bakar. Apabila dalam periode optimasi, tinggi
air dalam kolam tando PTA yang beroperasi banyak berubah maka input-output curve
subsistem Hidro juga berubah seperti terlihat pad gambar III.15A, kurva H, mewakili
keadaan dengan tinggi air terjun yang lebih rendah daripad tinggi terjun untuk kurva H2.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 38
Berbagai kemungkinan trajektori isi kolam tando untuk mendapatkan biaya bahan
bakar yang minimum. Apabila pengaruh perubahan tinggi terjun H dapat diabaikan,
misalnya untuk optimisasi jangka pendek, maka pemakaian air oleh subsistem Hidro
pada setiap interval waktu t adalah :
Dalam interval waktu t dan juga beban subsistem Hidro maupun beban subsistem
termis dianggap konstan. Dalam persamaan (III.32) Vti adalah volume air dalam kolam
tando subsistemhidro pada saat waktu t ke I dan Vt(i-1) adalah waktu t ke (i-1).
Dengan menggunakan Qh dari persamaan (III.32) dan input-output curve
subsistem hidro pada gambar III.15A dapat dicari beban subsistem hidro PH.
Dengan mencoba-coba berbagai trajektori Vt seperti terlihat pada gambar III.15B
dapat dicari trajektori mana yang menghasilkan bahan bakar yang minimal. Jumah
trajektori yang mungkin ditempuh adalah banyak sekali tergantung kepada banyaknya
selang waktu pada periode optimasi dan banyaknya alternatif volume air dalam kolam
tando Vt untuk setiap t.
Misalkan dalam suatu seang waktu terdapat n kemungkinan untuk nilai Vt, maka
dalam selang waktu ini ada n x n = n2 trajektori. .Jika jumlah selang waktu yang
dianalisa dalam periode optimisasi adalah sejumlah k maka jumlah trajektori yang harus
dianalisa k.n2. Misalkan n=6 dan k=24 maka akan didapat 62 x 24 = 36 x 24 = 866
trajektori seperti ditunjukkan sebagian dalam gambar III.15. Untuk mencari trajektori
yang menghasilkan biaya bahan bakar.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 39
Apabila pengaruh perubahan tinggi terjun diperhitungkan, maka harus dicari
hubungan antara volume air dalam kolam tando dengan tinggi terjun H dan selanjutnya
untuk menghitung biaya bahan bakar bagi setiap trajektori harus dipergunakan kurva
input-output yang ditunjukkan gambar III.15A untuk terlebih dahulu menghitung daya
yag dihasilkan subsistem hidro, dalam kaitannya dengan pemakaian air q (m3/ detik)
yang ada hubungannya dengan air terjun H.
Setelah daya dibangkitkan subsistem hidro dihitung dengan memperhatikan nilai
H yang merupakan fungsi volume air dalam kolam tando pada saat t, yaitu Vt, kemudian
sisanya yang diperlukan untuk menghadapi beban adalah daya yang harus dibangkitkan
subsistem termis dan selanjutnya biaya bahan bakar dihitung dengan memakai kurva
input-output subsistem Termis yang ditujukan dalam gambar III.15B. metode DPSA ini
dapat dipakai untuk mencaripola pengisian kolam tando tahunan (rencana jangka
menengah) karena hal ini merupakan hasil proses optimasi tersebut diatas, dimana
volume kolam tando merupakan variabel pengatur (control variabel).
3.4 Langkah-Langkah Pelaksanaan Optimasi Hidro Termis
Perlu diingat bahwa rugi-rugi termis diabaikan. Apabila tidak ada kendala dalam
memanfaatkan KWHop maka perhitungan tersebut dapat menggunakan flow chart.
Tetapi apabila ada kendala berupa MW maksimum yang dapat dibangkitkan PLTA
maka proses perhitungan menjadi sulit. Agar algoritma perhitungan seperti ditunjukkan
oleh flow chart tetap dapat dipakai walaupun ada kendala berupa harga MW maksimum
untuk PLTA yang tidak dilampaui.
1. Tentukan besarnya Δt misalnya satu jam, jadi mulai dari i=0 sampai dengan
i=168.
2. Buat perkiraan beban untuk setiap jam sebanyak 168 jam yang akan datang
3. Buat perkiraan air yang masuk ke dalam kolam PLTA selama 168 jam yang akan
datang.
4. Buat jadwal pemeliharaan unit-unit pembangkit untuk jangka waktu 168 jam yang
akan datang dan berdasar jadwal pemeliharaan ini diketahui unit-unit pembangkit
mana saja yang tersedia untuk operasi 168 jam yang akan datang.
5. Berdasarkan jadwal unit yang siap operasi tersebut dalam butir 4 dan dengan
menggunakan pengertian merit loading disusun kurva biaya pembangkitan dalam
sistm sebagai fungsi beban seperti terlihat pada gambar III.8. Dalam jangka waktu
168 jam yang akan datang kurva ini dapat berubah karena unit- unit pembangkit
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 40
yang tersedia untuk operasi dapat berubah sehingga kurva, ini dapat berbeda-beda
dalam selang waktu 168 jam yang akan datang.
6. Berdasarkan kurva perkinian beban yang dibuat untuk 168 jam yang akan datang
seperti tersebut dalam butir 2. bersama dengan kurva biaya pembangkitan tersebut
dalam butir 5 disusun kurva sebagai fungsi waktu seperti terlihat pada
gambar III.9 yang menggambarkan prioritas saat-saat untuk menjalankan PLTA.
7. Berdasarkan perkiraan air yang masuk ke PLTA seperti tersebut dalam butir 3.
hitung produksi KWH yang diperkirakan bisa didapat dan PLTA untuk 168 jam
yang akan datang.
8. Hitung produksi minimum KWH yang harus dibangkitkan PLTA untuk 168 jam
yang akan datang sehubungan dengan kendala-kendala yang berlaku dalam
sistem.
9. Selisih antara perkiraan produksi tersebut dalam butir 7 dengan produksi
minimum tersebut dalam butir 8 adalah KWH PLTA yang tersedia untuk
optimisasi hidro-termis dan kita sebut sebagal KWHOP.
10. Cari nilai tertentu dari dan pada nilai ini ke atas gantikan produksi unit
termis dengan PLTA.
Dengan mengambil langkah ini hitunglah pemakaian air PLTA dalam periode 168 jam
yang direncanakan :
a. Dengan mengambil langkah ini hitunglah pemakaian air PLTA dalam periode 168
jam yang direncanakan ke PLTA, maka ulangilah pethitungan dengan memilih
yang lebih rendah sebagai batas nilainya pengganti produksi termis
dengan produksi PLTA. Perhitungan ini dapat dilakukan secara iterative dengan
komputer, sampai dicapai nilai yang mendekati perkiraan air yang masuk PLTA.
b. Apabila telah melebihi jumlah air yang diperkirakan masuk PLTA, maka
lakukanlah perhitungan dengan arah sebaliknya daripada perhitungan tersebut
dalam butir a.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 41
Gambar 3.10 : Flowchart Perhitungan Optimasi Hidro Termis
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 42
BAB IV OPERASI PLTA POMPA, PASANG SURUT & KASCADE
4.1 PLTA Pompa (Pumped Storage Hydro Power Station)
PLTA Pompa adalah PLTA yang dapat memompa air kembali, dari kolam bawah
yang menampung air yang keluar dari turbin, untuk dipompa kembali ke atas ke dalam
kolam tando. Untuk keperluan ini dipakai turbin yang apabila diputar dengan arah yang
berlawanan dengan putarannya sebagai turbin, turbin ini akan berlaku sebagai pompa
dan air akan mengair dari bawah ke atas.
Besarnya PLTA Pompa yang dipilih tergantung pada :
a. Lamanya PLTA Pompa ini layak dioperasikan yaitu pada saat nilai
cukup rendah, pada gambar III.16 yaitu antara jam 06.00-09.00.
b. Banyaknya air yang harus dipompa ke atas selama selang waktu tersebut
dalam butir a.
c. Data lainnya yang dipakai untuk menentukan kapasitas PLTA sebagai
turbin.
Dibandingkan dengan PLTA biasa, PLTA Pompa memerlukan investasi tambahan
karena ada kolam tando tambahan di bawah yaitu untukmenampung air yang keluar dari
turbin untuk kemudian di pompa kembali ke atas. Juga turbin serta generatornya
menjadilebih mahal karena harus dapat dipakai sebagaipompa yang digerakkan oleh
generator yang fungsinya diubah menjadi motor. Alat-alat kontrol baik mekanis maupun
elektris, perlu ditambah sehubungan dengan fungsinya sebagai turbin dan generator.
Dalam mengoperasikan PLTA Pompa harus diingat bahwa sebagian dari air yang
dipakai sebagian berasal dari sungai yang ada diatas, tetapi sebagian lagi berasal dari
pemompaan. Air yang berasal dari pemompaan harus diberi harga sebesar biaya bahan
bakar yang telah dikeluarkan untuk memompa air tersebut dengan menggunakan KWH
yang berasal dari Pusat Listrik Termis, dibagi dengan efisiensi PLTApompa berkisar
pada harga 0,67. Dalam uraian terdahulu harga air adalah Rp. 45/KWH. Dalam contoh
di atas diambil PLTA Pompa yang beroperasi harian. Tergantung kepada karakteristik
beban sistem dan macamnya unit pembangkit yang tersedia, ada PLTA Pompa yang
beroperasi memompa secara mingguan, misalnya pada hari sabtu dan minggu pada
waktu beban sistem rendah.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 43
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 44
4.2 PLTA Pasang Surut
Energi pasang-surut dari air laut dimanfaatkan melalui PLTA Pasang-Surut.
PLTA Pasang-Surut smpaikini belum banyak dibangun orang, tetapi melihat sumber
energi yang mungkin dikembangkan di masa yang akan datang mengingat sifatnnya
lestari. Prinsip kerja PLTA Pasang-Surut adalah seperti pompa PLTA pompa tetapi arah
air mempunyai dua jurusan sebagai PLTA, yaitu ke arah hulu maupun ke arah hilir.
Tetapi sebagai pompa hanya layak ke arah hulu, ke arah hilir tidak perlu, karena
memompa kearah laut tidaklah ada gunanya. Hal ini disebabkan karena besarnya
volume air di laut dibandingkan dengan volume kolam tando PLTA pasa-surut, lihat
gambar 4.2, sehingga tidak mungkin kita mempengaruhi tinggi permukaan air di aut
dengan jalan memompa air ke laut.
Tinggi permukaan laut yang menyebabkan pasang-surutnya air laut adalah kurang
dari 12 jam sehingga beban sistem boleh dikatakan terulang setiap 24 jam, maka operasi
dari pasang-surut perlu direncanakan secara khusus dengan mempertimbangkan hal
sebagai berikut :
a. Perkiraan beban sistem
b. Unit-unit pembangkit yang siap beroperasi dalam sistem
c. Perkiraan saat pasang dan surut
Gambar 4.2 : PLTA Pasang Surut Dalam Keadaan Air Pasang
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 45
Gambar 4.2 menggambarkan PLTA Pasang-Surut dalam keadaan airnya pasang.
Dalamkeadaan yang demikian, air mengalir dari arah laut ke arah darat dan PLTA
Pasang-Surut menghasilkan energi listrik. Setelah sir surut dan kolam di darat terisi
maka air dapat dialirkan dari kolam ke laut dan juga dalam keadaan PLTA Pasang-Surut
menghasilkan energi.
Proses memompa hanya layak dilakukan pada saat air surut tetapi kolam belum
penuh dan kalau kebetulan pada saat tersebut nilai cukup rendah, misalnya pada
saat tersebut beban begitu rendahnya sehingga pemornpaan dapat dilakukan dengan
KWH unit ternis yang murah misalnya dengan KVH dan PLTU batu bara.
Karena dari arah aliran yang sama, turbin harus dapat diubah menjadi pompa,
tetapidi lainpihak turbin juga harus bekerja apabila air mengalir dalam arah yang
berlawanan, maka untuk keperluan ini digunakan turbin Kaplan dengan sudu putar yang
dapat diubah-ubah sudut kemiringannya.
Tabel 4.1 menggambarkan berbagai keadaan dari operasi PLTA Pasang-Surut
dengan syarat-syaratnya. Mengingat hal-hal yang tertulis dalam Tabel 4.1, maka operasi
dari PLTA Pasang-Surut perlu diperhitungkan secara khusus dengan mempertimbangkan
hal-hal tersebut di atas.
Tabel 4.1
No Arah Air Sifat PLTA Kondisi Laut Nilai F(PT) / PT Isi Kolam
Darat Laut Turbin Pompa Pasang Surut Tinggi Rendah Penuh Kosong
1
2
3
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 46
4.3 PLTA-PLTA Dalam Kaskade
PLTA-PLTA yang secara hidrolis terhubung secara kaskade menggunakan
sebagian besar air yang sama mulai dari hulu sampai ke hilir sebagai yang digambarkan
secara skematis oleh gambar 4.3 dan gambar 4.4.
PLTA dalam kaskade banyak terdapat dalam praktek karena banyak sungai yang
umumnya mulai pada pegunungan yang tinggi, sehingga dapat diambil potensinya
melalui dari beberapa PLTA.
Karena PLTA Kaskade merupakan sebagian dari subsistem Hidro, PLTA Kaskade
harusah mengikuti beban subsistem hidro yang telah dicari melalui proses optimasi
hidro-termis. Untuk merencanakan operasi yang optimum dari PLTA Kaskade terlebih
dahulu perlu ditentukan :
a. Besarnya beban selama periode optimasi. Penentuan besarnya beban ini haruslah
mengikuti naik turunnya beban subsistem hidro sebagaimana telah diuraikan di
atas.
b. Banyaknya air yang akan dipakai selama periode optimasi. Penentuan banyaknya
air yang akan dipakai ini harus memperkirakan curah hujan dan debit air sungaisungai
yang bersangkutan, serta memperhatikan perencanaan penggunaan air
untuk jangka yang lebih panjang. Misalnya untuk optimasi mingguan harus
diperhatikan pula rencana atau pola pemakaian air tahunan terutama jika PLTA
Kaskade yang dioperasikan mempunyai kolam tando tahunan.
Yang dibahas disini merupakan lanjutan dari pembahasan optimasi Hidro-Termis
jangka pendek, dalam jangka pendek ini penambahan tinggi air dalamkolam tando
terhadap tinggi air terjun dapat diabaikan, sehingga daya unit pembangkit Hidro selama
periode optimasi dapat dianggap sebanding dengan debit air yang mengalir melalui
turbin. Banyaknya air yng dipakai selama periode optimasi tersebut dalam butir b di
Gambar 4.3 : Tiga Buah PLTA : A,B,C Yang Mempunyai Hubungan Kaskade
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 47
atas mempengaruhi volume air dalam kolam tando pada permulaan dan pada akhir
periode optimasi . Volume air dalam kolam tando ini harus mengikuti rencan (pola)
operasi jangka yang lebih panjang misalnya jangka satu tahun. Dalam perhitungan
optimasi PLTA Kaskade, yang diinginkan adalah agar volume permulaan dan volume
akhir dari air dalam kolam tando pada periode optimasi mengikuti rencana volume
jangka menengah (satu tahun), dengan memperhitungkan air yang masuk ke kolam serta
menjaga jangan sampai ada air yang melimpas (spill water) dikolam tando.
Hal ini dapat di atasi dengan metode Recursive Dynamic Programming dengan
menggunakan kurva input-output setiap unit pembangkit, yang menggambarkan
hubungan antara banyaknya air yang diperlukan untuk membangkitkan daya tertentu.
Untuk mengetahui lebih dalam bagaimana penyelesaian dengan teknik Recursive
Dynamic Programming dilakukan. Persoalannya adalah analog untuk pemilihan unit
pembangkit Hidro yang ada dalam kaskade. Formulasi dari metode Recursive Dynamic
Programming adalah sebagai berikut :
Setelah didapatkan kombinasi unit pembangkit Hidro dalam kaskade yang paling
sedikit memakai air untuk melayani beban yang ditentukan, kemudian perlu diperiksa
apakah kendala-kendala tersebut dipenuhi. Gambar 4.3 menggambarkan secara
matematis PLTA Kaskade beserta unit-unit pembangkitnya dan aliran air yang melalui
setiap unit pembangkit. Dengan gambaran yang didapat dari gambar 4.2 dan hasil yang
didapat dari Recursive Dynamic Programming, kemudian diadakan pemeriksaan apakah
kendla-kendala terpenuhi seperti telah diuraikan diatas. Dalam menggunakan Layered
Network perlu diingat bahwa apabila terjadi perubahan besrnya pemakaian air q pada
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 48
salah satu PLTA, hal ini baru akan mempengaruhi inflow (air masuk) ke PLTA yang
ada di bawahnya, setelah waktu tertentu yang tergantung kepada jarak hidrolis antara
PLTA-PLTA yang bersangkutan. Apabila tinggi air terjun antara PLTA-PLTA Kaskade
ini jauh berbeda, maka pemilihan unit pembangkit dengan pemakaian air yang minimal
selalu jatuh pada unit-unit PLTA yang mempunya air terjun tinggi, sehingga
perhitungan optimasi PLTA Kaskade akan lebih banyak merupakan pengontrolan
kendala melalui Layered Network. Gambar 4.3 dan 4.6 merupakan flowchart proses
optimasi PLTA Kaskade.
Gambar 4.4 : Bagan Tiga Buah PLTA Dalam Kaskade Beserta Kolam Dan Unit-Unit Pembangkit
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 49
Layered Network
Keterangan :
P = Daya yang dibangkitkan Pusat Listrik
I = Air yang masuk kolam
q = Air yang melalui turbin
s = Air yang melimpas
Gambar 4.5 : Bagan Layered Network
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 50
Keterangan :
p = besar kenaikan beban
y = beban dari PLTA-PLTA Kaskade
Gambar 4.6 : Flowchart Menghitung Konsumsi Air Minimun Dari PLTA-PLTA Kaskade
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 51
Gambar 4.7 : Flowchart Untuk Mengecek Bahwa Pembebanan Yang Optimum Tidak Melanggar Kendala
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 52
BAB V JADWAL OPERASI UNIT PEMBANGKIT
5.1 Jadwal Opersai Unit Pembangkit
Dari perhitungan dengan menggunakan program optimasi Hidro-Termis didapat
jalur pembagian beban yang optimum antara subsistem Hidro dan subsistem Termis.
Jalur beban yang optimum bagi subsistem Hidro harus diikuti oleh semua unit
PLTA, dimana PLTA pompa, PLTA Pasang-Surut dan PLTA Kaskade harus mengikuti
langgam beban subsistem Hidro. Begitu PLTA-PLTA yang lain, yang tidak tergolong
dalam 3 kelompok tersebut di atas, juga harus mengikuti langgam beban subsistem
Hidro yang optimum, artinya semua PLTA harus berbeban rendah pada waktu nilai air
rendah, sesuai dengan kurva prioritas penggunaan air yang digambarkan oleh gambar
III.14. Kesiapan operasi unit pembangkit Hidro juga harus memperhatikan kurva ini,
misalnya diperlukan pekerjaan pemeliharaan atau perbaikan unit pembangkit hidro,
terutama yang memerlukan pemberhentian unit, usahakan melakukan hal ini pada saat
nilai air rendah.
Jalur beban yang optimum bagi subsistem Termis harus diikuti oleh unit-unit
pembangkit Termis. Dalam mengikuti jalur beban ini perlu dicari kombinasi unit-unit
pembangkit Termis yang beroperasi agar dicapai hasil operasi yang optimum, yang
menghasilkan biaya bahan bakar minimum. Konsekuensinya adalah bahwa akan ada
unit Termis yang perlu distop dan distart kembali dalamperiode optimasi. Untuk unit
PLTU, proses start-stop bukanlah soal yang sederhana, dalam proses tersebut terdapat
sejumlah kalori yang hilang pada saat unit di-stop sehingga unit menjadi dingin dan
perlu dipanaskan agi pada waktu start. Apabila dikehendaki waktu start pendek maka
hrus dilakukan pemanasan terus pada unit PLTU, hal ini tentu saja memerlukan bahan
bakar yang harus diperhitungkan.
Start dan stop unit pembangkit khususnya Unit Termis, sesungguhnya menambah
keausan unit pembangkit yang bersangkutan, karena pada proses start-stop terjadi
perubahan suhu yang menyebabkan pemuaian dan perekrutan berbagai bagian. Untuk
unit PLTG ada rumus praktis yang berasal dari perusahaan General Electric Amerika
Serikat sebagai yang dinyatakan oleh persamaan (III.35). Untuk unit pembangkit
lainnya penulis belum bisa menyajikan suatu gambaran eksak maupun empiris
mengenai hubungan tersebut di atas.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 53
So = Biaya Start Dari Keadaan Dingin, a = Cooling Rate
Gambar 5.1 menunjukkan beban sistem untuk selang waktu tertentu sebelum dan
sesudah beban puncak yang terjadi pada jam 19.00.
Daya tersedia yang berputar (yang telah sinkron dalam sistem) dapat diubah-ubah
mengikuti kebutuhan beban dan ini dapat dilakukan dengan memberhentikan dan menstart
dan men-stop beberapa pembangkit sebelum dan sesudah beban puncak. Namun
Gambar 5.1 : Gambar Daya Tersedia dan Beban Sistem
Gambar 5.2
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 54
perlu diingat bahwa menstart dan menstop unit PLTU memerlukan biaya seperti terihat
pada gambar 5.2. Dari gambar 5.2 terlihat bahwa makin lama sebuah unit PLTU
diberhentikan makin besar biaya startnya, karena unit tersebut telah menjadi dingin dan
diperlukan biaya pemanasan kembali sebelum unit tersebut dapat menghasilkan daya.
Tergantung kepada karakteristik beban sistem maka penentuan unit yang harus di-stop
dan di-start dapat dipilih sehingga didapat pilihan yang optimum dalam arti
mendapatkan biaya operasi minimum.
Sering kali penyelesaiannya adalah bahwa pada unit pembangkit yang harus di
start dan di stop setiap hari dan ada yang harus distart dan distop setiap minggu. Untuk
unit PLTG start dan stop memberikan konsekwensi biaya yang lain daripada unit PLTU
karena pada PLTG hal ini lebih mengenal keausan unit sedangkan pada PLTU lebih
menyangkut kalori yang hilang. Pada PLTG sebuah unit perlu di inspeksi setelah
mengalami 300 start atau setelah menjalani sejumlah jam operasi tertentu yang
tergantung pada mode of operation unit PLTG yang bersangkutan. Rumus praktis yang
biasa dipakai untuk menentukan time between combustion inspection unit PLTG adalah
F x S x (6X + 3Y +Z) = 7500 + 10%
Dimana :
F adalah Fuel Factor yang besarnuya tergantung kepada bahan bakar yang dipakai.
F = 1,0 untuk bahan bakar gas alam.
= 1,4 untuk HSD
= 3,0 untuk MFO
S adalah start factor yang besarnya terganutng kepad sekali berapa jam unit PLTG di
start, besarnya adalah sebagai berikut :
/Waktu Jam 1/1 1/3 1/5 1/10 1/20 1/100 1/500 1/1000
Start Factor 2,6 2,13 1,80 1,28 1,15 1,0 1,9 0,85
Apabila biaya overhaul atau inspection diketahui maka dapat dihitung berapa
konsekwensi biaya yang terlibat untuk menstart dan menstop unit PLYG. Dari rumus
diatas terlihat bahwa makin sering start dan stop dilakukan makin besar biaya
pemeliharaan karena unit PTG harus lebih sering di overhaul atau di inspeksi, walaupun
biaya bahan bakar dapat dihemat.
Program Unit Commitment bertujuan untuk mencari jadwal unit pembangkit yang
harus di start dan di stop untuk periode waktu tertentu misalnya untuk satu minggu yang
akan datang agar di dapat biaya operasi yang minimal.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 55
5.2 Menghitung Jadwal Operasi Unit Pembangkit Dengan Metode Dynamic
Programming
Dynamic Programming merupakan suatu metode untuk mencari pilihan yang
optimum diantara beberapa alternatif yang bisa ditempuh. Jika dalam sistem terdapat n
unit pembangkit termis yang siap operasi dan n unit ini akan dioperasikan menurut jalur
subsistem yang telah dihitung, biaya start-stop unit pembangkit termis untuk sementara
tidak diperhitungkan dulu, maka formulasi optimasi biaya bahan bakar dengan metoda
Dynamic Programming adalah sebagai berikut :
Jika ada dua unit yang masing-masing kurva biayanya diketahui, untuk melayani
beban sistem tertentu besarnya dapat dicari kombinasi dari dua unit yang ada agar
dicapai biaya bahan bakar yang minimum. Dari sini bisa disusun kurva biaya minimum
untuk dua unit dalam menghadapi berbagai nilai beban sistem.
Bila ada unit ke 3 dengn kurva biaya bahan bakar diketahui, maka dengan cara
seperti tersebut di atas, kurva biaya minimum dua unit yang sudah didpat digabungkan
dengan kurva biaya unit ke 3 untukmendapatkan kurva biaya minimum dengan 3 unit
dalam sistem untuk menghadapi berbagai nilai beban sistem.begitu seterusnya dapat
dilakukan hal yang serupa untuk unit ke 4 dan seterusnya sampai dengan unit ke n.
Secara matematis hal ini dinyatakan sebagai berikut :
Fn (X) = Min { Gn (Y) + Fn-1 (X-Y)} ............................................(V.1)
Dimana :
�� Fn (X) = biaya bahan bakar yang minimum dalam satuan biaya per satuan waktu
(rupiah perjam) untuk n buah unit pembangkit dengan beban X MW.
�� Gn (Y) = biaya bahan bakar dalam rupiah per jam untuk unit ke n dengan bebas Y
MW.
�� Fn-1 (X-Y) = biaya bahan bakar yang minimum dari (n-1) unit pembangkit lainnya
dengan beban (X-Y) MW.
Dengan batasan-batasan :
Yn min ≤ Y ≤ Yn maks
Xn-1 min ≤ (X-Y) ≤ Xn-1 maks
Dimana :
�� Yn min dan Yn maks masing-masing adalah batas minimum batas maksimum dari
beban unit ke n.
�� Xn-1 min dan Xn-1 maks masing-masing adalah batas minimum dan batas maksimum
dari beban (n-1) unit pembangkit yang lain.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 56
Untuk bisa menyelesaikan persamaan (V.1) perlu diketahui kurva biaya bahan bakar
masing-masing unit pembangkit. Kurva biaya bahan bakar setiap unit pembangkit
dinyatakan oleh persamaan :
Gn (Y) = aP2 + bP2 + c ............................................(V.2)
Dimana a, b dan c merupakan konstanta-konstanta.
Dengan menggunakan persamaan (III.32) maka biaya bahan bakar setiap unit
pembangkit untuk beban tertentu Y MW dapat dihitung. Dengan menggunakan kurva
biaya tersebut di atas dilakukan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut :
1. Dimulai dengan n = 1, yaitu apabila unit pembangkit berjumlah satu buah. Tidak
ada pilihan lain maka beban sistem hanya dapat dilayani oleh satu-satunya unit
pembangkit yang ada, sehingga biaya minimum dapat ditulis sebagai :
F1(X) = G1(X)
Dengan X1 min < X < X1 maks
Dimana X1 min dan X1 maks masing-masing adalah batas beban minimum dan batas
beban maksimum dan satu-satunya unit pembangkit yang ada.
2. Kemudian diteruskan dengan n = 2.
F2(X) = Min G2(Y) + F1(X-Y) ............................................(V.3)
Persamaan (V.3) dipecahkan dengan urutan sebagai berikut :
a. Dipilih beban sistem X mulai dan nilai yang sekecil mungkin. Bagilah beban
X untuk unit pembangkit ke 1 sebesar (X-Y) MW dan untuk unit-unit
pembangkit ke 2 sebesar Y MW. Ubah-ubahlah nilai Y sehingga didapat
nilai F2 (X) pada persamaan (V.4) yang minimum. Setelah nilai minimum ini
ditemukan catatlah nilai (X-Y) dan Y masing-masing sebagai beban unit ke
1 dan unit ke 2 untuk menghadapi beban sistem sebesar X MW yang
memberikan biaya bahan bakar minimum.
b. Pilihlah beban sistem X yang lebih besar dan ulangilah porses perhitungan
tersebut dalam butir 2.a.
c. Dengan melakukan proses perhitungan seperti tersebut dalam butir 2.a. dan
2.b. akhirnya persamaan (V.3) dapat dipecahkan, artinya komposisi beban
unit 1 dan unit 2 yang menghasilkan biaya bahan bakar minimum untuk
berbagai nilai beban sistem dapat ditemukan dan kita sebut sebagai F2 (X).
3. Untuk n = 3
F3(X) = Min { G3(Y) + F2(X-Y) } ............................................(V.4)
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 57
Pemecahan persamaañ (V.4) adalah serupa dengan pemecahan persamaan (V.3)
hanya saja perlu diingat bahwa F2 (X-Y) pada persamaan (V.4) didapat dari
pemecahan persamaan (V.3).
4. Untuk n = 4, 5 dan seterusnya perhitungan dilakukan dengan cara serupa seperti
tersebut dalam butir 2 dan butir 3, sehingga akhirnya perhitungan dapat diperluas
untuk sistem yang terdiri dan n unit pembangkit.
Beberapa hal yang perlu dicatat dalam melakukan perhitungan tersebut diatas adalah :
a. Harus selalu diingat adanya batas pembebanan minimum dan maksimum untuk
setiap jumlah unit pembangkit.
b. Perhitungan hendaknya dimulai dengan unit pembangkit yang terkecil terlebih
dahulu dan kemudian tentukan besarnya langkah kenaikan nilai X seperti yang
tersebut dalam butir 2.b. Dengan memperhatikan kemampuan minimum dan
kemampuan maksimum dan unit pembangkit terkecil ini.
c. Biaya start stop unit pembangkit termis seperti telah disebutkan dalam pasal III.2
dapat ditambahkan setelah perhitungan biaya bahan bakar yang minimum
ditemukan berdasarkan program jadwal operasi unit pembangkit (unit
commitment). Biaya start stop ini relatif kecil jika dibandingkan dengan biaya
bahan bakarnya sehingga penambahan biaya start stop umumnya tidak banyak
memberi pengaruh terhadap jumlah biaya operasi.
Gambar 5.3 : Kurva Biaya Bahan bakar Dari Unit Pembangkit Sebagai Fungsi Beban
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 58
Pn = Langkah-langkah pembebanan untuk n unit pembangkit.
Pn+1 = Langkah-langkah pembebanan unit ke (n+1)
Gambar 5.4 : Flowchart Menghitung Biaya Bahan Bakar Minimum Kombinasi Sejumlah Unit Pembangkit
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 59
BAB VI PEMBAGIAN BEBAN YANG EKONOMIS
6.1 Pembebanan Yang Ekonomis Unit Pembangkit Termis
Seperti diketahui beban sistem selalu berubah menurut waktu. Perubahan beban
sistem ini harus diikuti oleh subsistem termis, sehingga perlu dipikirkan bagaimana
membagi beban secara ekonomis diantara unit-unit pembangkit Termis yang beroperasi.
Karena persoalan-persoalan praktis jadwal operasi unit-unit pembangkit termis
yang dibahas dalam pasal III.9 dan pasal III.10 dibuat untuk selang waktu tidak lebih
kecil dari satu jam. Sedangkan dalam selang waktu kurang dari satu jam beban sudah
berubah. Jadi timbul masalah bagaimana membagi beban secara ekonomis diantara unit
pembangkit (yang dijadwalkan) beroperasi.
Setelah unit pembangkit Ternis yang akan beroperasi dijadwalkan berdasarkan
perhitungan program unit commitment pada pasal III.10, maka unit-unit pembangkit
Termis ini harus mengambil beban dari sub sistem Tennis yang didapat atas dasar
perhitungan optimisasi Hidro-Termis pada pasal-pasal III.1, III.2 dan III.3.
Karena persoalan-persoalan praktis jadwal operasi unit-unit pembangkit termis
dibuat untuk selang waktu tidak lebih kecil dari satu jam. Sedangkan dalam selang
waktu kurang dari satu jam beban sudah berubah. Jadi timbul masalah bagaimana
membagi beban secara ekonomis diantara unit pembangkit (yang dijadwalkan)
beroperasi.
Perhitungan jadwal operasi unit termis dilakukan untuk selang waktu satu jam,
bahkan kadang-kadang hasil ini masih perlu disesuaikan dengan kondisi unit
pembangkit yang bersangkutan. Misalnya dari perhitungan didapat bahwa sebuah unit
PLTU harus di stop jam 06.00 dan di start kembali pada jam 08.00. Hal yang demikian
dalam praktek tidak mungkin dilaksanakan, karena jarak waktu antara stop dan start
kembali terlalu dekat. Perhitungan jadwal operasi dengan menggunakan selang waktu
satu jam dalam operasi real time (dalam waktu yang berjalan) perlu disesuaikan kembali
secara terus menerus, khususnya yang menyangkut beban sub sistem Termis. Setiap
penyesuaian beban subsistem Termis PT dalam real time tidak dapat dilakukan dengan
mengubah komposisi unit termis yang telah dijadwalkan beroperasi berdasarkan alasan
tersebut di atas.
Secara matematis beban sub sistem Termis PT ditentukan dengan penyesuaian
dalam real time dan beban ini harus dibagikan secara ekonomis diantara unit-unit
Termis yang beroperasi, secara matematis hal ini dinyatakan sebagai berikut :
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 60
dimana no = jumlah unit Termis yang beroperasi. Objective Functionnya, yaitu biaya
bahan bakar adalah :
Persamaan kendala untuk sub sistem Termis dengan mengabaikan rugi-rugi jaringan :
Persainaan La Grange untuk sub sistem Termis menjadi :
Kondisi Optimum terjadi apabila :
Dari persamaan-persamaan (III.47), (III.48) dan (III.49) didapat bahwa pembagian
beban yang optimum di antara unit-unit pembangkit yang beroperasi terjadi apabila
tercapai kondisi :
Jika persamaan input-output unit pembangkit Termis dinyatakan secara pendekatan
dengan menggunakan persamaan kuadrat, maka nilai increment cost
menjadi fungsi linier (garis lurus) sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 6.1
Program komputer untuk memecahkan persamaan (III.50) disebut program Economic
Load Dispatch.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 61
Untuk melayani besar beban tertentu pada saat t yaitu PT’, dicoba dahulu suatu nilai λ
misalnya λ1. Untuk nilai λ = λ1 dihitung nilai PT1, PT2, PT3 dan seterusnya dihitung
dengan menggunakan persamaan (III.49) atau secara grafis seperti pada gambar 6.1.
Kemudian dihitung apakah sama dengan nilai PT yang kita kehendaki seperti
tersebut di atas.
Jika belum sama dengan PT maka dicoba bilai λ2 = λ1 + Δλ yang memberikan nilai
P’1, P’2, ……P’TN kemudian hitung apakah sudah sama dengan PT, jika belum
teruskan dengan nilai λ3 dan seterusnya seperti digambarkan oleh flowchart gambar 6.2
sampai tercapai
Dalam flowchart gambar 6.2. ε adalah suatu harga yang kita tentukan berdasarkan
ketelitian yang kita kehendaki, sedangkan bersanya nilai Δλ ditentukan berdasarkan
pengalaman perhitungan.
Gambar 6.1 Grafik Incremental Cost
Sebagai Fungsi PT Untuk Tiga Unit Pembangkit
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 62
6.2 Pembebanan Dengan Blok Majemuk Dari Unit Pembangkit
Karena efisiensi unit pembangkit jadi juga pemakaian bahan bakar spesifiknya
berbeda untuk pembebanan yan berbeda, maka biaya bahan bakarnya juga akan berbeda
apabila bebannya berbeda. Sehubungan dengan hal ini maka untuk mendapatkan
perhitungan biaya bahan bakar yang lebih teliti akan lebih tepat apabila beban unit
pembangkit di bagi dalam beberapa blok. Kemudian untuk setiap blok pembebanan
dipkai biaya bahan bakar dalam rupiah per KWH yang berbeda, tergantung besarnya
beban rata-rata dan blok beban yang bersangkutan.
Gambar 6.2 : Flowchart Menghitung Pembagian Beban Diantara Unit-Unit Pembangkit
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 63
Formulasinya secara matematis dari FOR1 dan FOR2 adalah :
Dimana :
p = Jumlah jam operasi dari unit
q1 = Jumlah jam unit dalam kondisi derating
q2 = Jumlah unit dalam keadaan gangguan sehingga keluar dari operasi.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 64
6.3 Rencana Operasi Jangka Menengah Dan Jangka Pendek
Rencana Operasi Jangka Menengah adalah Rencana Operasi yang memandang
persoalan sistem sedikitnya untuk satu tahun yang akan datang, seperti jadwal
pemeliharaan peralatan dalam sistem yang diuraikan dalam pasal II.5. Sedangkan
masalah optimisasi hidro-terrnis yang diuraikan dalam pasal III.1 dan III.2 serta jadwal
operasi unit-unit pembangkit yang diuraikan dalam pasal III.9 dan III.10 merupakan
RencanaOperasi Jangka Pendek.
Rencana Operasi Jangka Pendek tidak dapat lepas dan apa yang telah
direncanakan dalam Rencana Operasi Jangka Menengah. Misalnya dalam menyusun
jadwal pemeliharaan unit pembangkit tahunan, harus sudah diusahakan agar unit-unit
pembangkit hidro siap operasi sebanyak mungkin pada musim hujan dan unit-unit
pembangkit termis siap operasi sebanyak mungkin pada musim kemarau.
Untuk PLTA-PLTA yang mempunyai kolam tando tahunan khususnya yang juga
dipergunakan untuk keperluan irigasi, perencanaan operasinya yang menyangkut
pengendalian isi kolam tando tahunan merupakan Rencana Operasi Jangka Menengah
yaitu Rencana Tahunan yang juga harus dikoordinasikan dengan Rencana Tahunan
pemeliharaan unit pembangkit. Ada PLTA dengan kolam tando tahunan yang
dipergunakan untuk irigasi justru hanya boleh beroperasi dalam musim kemarau,
sehingga jadwal pemeliliaraannya harus dilakukan pada waktu musim hujan.
Dan persamaan (III.29) diinginkan nilai β yang sebesar-besarnya untuk dapat
menghemat bahan bakar sebanyak-banyaknya dengan menggunakan jumlah air tertentu.
Jadi PLTA haruslah beroperasi sebanyak mungkin pada saat tinggi terjunnva setinggi
mungkin. Karena perubahan tinggi terjun berlangsung relatif lambat, maka masalah
pengarahan operasi PLTA sebanyak mungkin pada waktu tinggi terjunnya maksimal,
lebih merupakan masalah Rencana Operasi Jangka Menengah. Rencana tinggi terjun
atau Duga Muka Air sering kali harus memenuhi syarat-syarat teknik sipil dan masalah
irigasi sebagaimana diutarakan dalam pasal V.3. Dalam perencanaan operasi Jangka
Menengah harus pula dicari Duga Muka Air yang optimum sepanjang tahun dari PLTAPLTA
yang mempunyai kolam tando tahunan dengan memerhatikan kendala-kendala
yang harus dipenuhi seperti yang diuraikan dalam pasal V.3 serta juga memperhatikan
jadwal pemeliharaan unit-unit pembangkit yang diuraikan dalam pasal IL5. Hal ini
dapat dilakukan dengan metoda Dynamic Programming Successive Approximation,
yaitu dengan mencoba berbagai kemungkinan Duga Muka Air dan kemudian memilih
yang paling optimum.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 65
Rencana Operasi Jangka Menengah yang kurang tepat akan memberikan kesutitan
pada Rencana Operasi Jangka Pendek. Sebagai contoh apabila unit-unit pembangkit
PLTA banyak yang menjalani pemeliharaan pada saat air dalam kolam tando tahunan
sedang harus banyak dikeluarkan dan pada saat tersebut Duga Muka Air kolam tahunan
posisinya tinggi, yang berarti tinggi terjun PLTA juga tinggi, akan sulit bagi Rencana
Operasi Jangka Pendek untuk membuat optimisasi hidro-termis yang baik karena
banyak unit PLTA yang tidak siap operasi.
Setelah dilakukan optimasi-termis seperti diuraikan dalam pasal-pasal III.l, III.2
dan III.3 maka kemudian dilakukan penentuan jadwal operasi unit pembangkit seperti
diuraikan dalam pasal-pasal III.9 dan III.10. Baik optimisasi hidro-termis maupun
penentuan jadwal operasi unit pembangkit merupakan Rencana Operasi Jangka Pendek.
Sesudah jadwal operasi unit pembangkit ditentukan, kemudian pembagian beban
diantara unit pembangkit termis dicari seperti diuraikan dalam pasal III.11 untuk
mendapatkan biaya bahan bakar yang minimum.
Pembagian beban unit pembangkit termis ini dilakukan dengan online computer
yang secara langsung melalui sistem telemetering dapat mengetahui jumlah beban unitunit
termis dan kemudian dengan menggunakan progran OnLine Ecomic Load Dispatch
yang biasa disingkat ELD, menghitung berapa seharusnya pembagian beban diantara
unit-unit termis ini agar ekonomis. Program ELD bekerja kira-kira sekali dalam enam
menit dan hal ini secara operasional dikatakan sebagai program Real Time.
Program Real Time yang lain adalah program Load Frequency Control (LFC)
yang bekerja kira-kira sekali setiap enam detik seperti diuraikan dalam pasal IV.9.
Program-program Real Time ini bekerja atas dasar set point yang dikehendaki dalam
Real Time Operation yaitu jumlah daya yang dibangkitkan unit termis bagi program
ELD dan frekuensi yang dikehendaki bagi program LFC.
Keberhasilan program-program Real Time juga sangat tergantung kepada
Rencana Operasi Jangka Pendek khususnya Jadwal Operasi Unit-unit pembangkit.
Jadwal Operasi Unit-unit Pembangkit yang mempunyai objective function
meminimumkan biaya bahan bakar, dalam pelaksanaan operasi Real Time “dilanjutkan”
oleh program ELD. Sedangkan program LFC juga tergantung kepada unit pembangkit
yang dijadwalkan beroperasi, berapa besar kemampuannya untuk berpartisipasi dalam
program LFC.
Uraian diatas menggambarkan bahwa Rencana Operasi Jangka Menengah
mempengaruhi Rencana Operasi Jangka Pendek dan selanjutnva Rencana Operasi
Jangka Pendek mempengaruhi jalannya operasi Real Time. Dalam operasi Real Time
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 66
tidak banyak yang dapat dilakukan untuk keperluan optimisasi, yaitu dengan program
ELD yang sudah diikat oleh jadwal operasi unit pembangkit yang merupakan hasil
Rencana Operasi Jangka Pendek.
Sedangkan yang dilakukan oleh program LFC bukan merupakan langkah
optimisasi lagi melainkan merupakan langkah untuk menjaga mutu tenaga listrik yaitu
menjaga agar frekuensi tidak terlalu menyimpang dari 50 Hertz. Pengaturan frekuensi
sesungguhnya juga merupakan langkah pengamanan sistem (security action) karena
frekuensi yang terlalu rendah dapat menyebabkan sistem menuju gangguan (semi) total.
Sebaliknya frekuensi yang terlalu tinggi dapat merusak peralatan.
Akhir-akhir ini sedang dikembangkan program injeksi daya reaktif dalam sistem
untuk mendapatkan rugi-rugi transmisi yang minimum. Program ini bersifat on line dan
bekerja kira-kira setiap 30 menit.
Ada pula program on line untuk keperluan pelepasan beban. Program ini
memerintahkan pelepasan PMT-PMT tertentu sesuai yang dikehendaki. Apabila terjadi
penurunan frekuensi dalam sistem, hal ini merupakan langkah pengamanan (potection)
Program pelepasan beban ini dipasang on line. Apabila dipakai relay-relay Frekuensi
Gambar 6.4 : Berbagai Rencana Dan Langkah Operasional Dalam Horison Waktu
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 67
Rendah (Under Frequency Relay) maka perhitungan penyetelan relay dilakukan dengan
komputer off line. Program pelepasan beban on line dapat saja dikombinasikan dengan
Relay Frekuensi Rendah. Pelepasan beban sesungguhnya sudah merupakan tindakan
darurat dalam operasi sistem tenaga lisrik. Pelepasan beban dilakukan secara bertahap
menurut berbagai tingkat frekuensi dan pada bagian terakhir umumnya dilakukan
pembuatan “pulau-pulau” (islanding) dengan harapan agar masih ada sedikitnya satu
“pulau” yang tidak mengalami gangguan total.
Kemudian dari “pulau” yang tidak niengalami gangguan total ini dikirim tegangan
ke bagian-bagian lain dari sistem dalam proses mengatasi gangguan (network
restoration) seperti diuraikan dalam pasal VII.6. Mulai dari Rencana Jangka Panjang
sampai dengan operasi Real Time selalu ada masalah analisa aliran daya. Untuk
Rencana Jangka Panjang sampai dengan Rencana Jangka Menengah analisa aliran daya
dilakukan dengan off line computer. Tetapi untuk Rencana Operasi Jangka Pendek dan
untuk pengambilan-pengambilan keputusan dalam operasi Real Time analisa aliran
daya dilakukan dengan on line computer dan menggunakan data real time. Atau
menggunakan data beberapa hari terakhir dengan off line computer. Jika dipergunakan
data real time dan on line computer maka program yang biasa dipakai adalah security
assesment program untuk pengambilan keputusan dalam operasi Real Time.
Analisa arus hubung singkat diperlukan dalam Rencana Jangka Panjang untuk
penentuan spesifikasi peralatan. Sedangkan dalam Rencana Operasi Jangka Menengah
diperlukan untuk penentuan konfigurasi jaringan, yaitu untuk penentuan apakah akan
dioperasikan ring atau radial. Apabila dengan operasi radial masih didapat kesulitan
karena arus hubung singkat yang terlalu tinggi untuk suatu tempat, maka harus
dilakukan perubahan komposisi pembangkitan. Jika dengan perubahan komposisi
pembangkitan hal ini tidak tertolong maka harus dilakukan penggantian peralatan.
Masalah penggantian peralatan karena arus hubung singkat yang terlalu besar
sebaiknya sudah dicakup oleh Rencana Jangka Panjang dan tidak mengganggu
fleksibilitas Rencana Operasi Jangka Menengah maupun Jangka Pendek. Juga perlu
diingat bahwa proses pengadaan material pengganti tersebut diatas umumnya
pengadaannya memerlukan waktu sedikitnya satu tahun sehingga sebaiknya persoalan
tersebut sudah tertampung dalam Rencana Jangka Panjang.
Analisa arus hubung singkat untuk Rencana Operasi Jangka Menengah sebaliknya
hanya diperuntukkan bagi penyetelan relay dan untuk memberi gambaran mengenai
bagian-bagian dalm sistem yang tinggi arus hubung singkatanya dalam kaitannya
dengan masalah pemeliharaan peralatan.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 68
BAB VII PENGATURAN FREKUENSI
7.1 Daya Aktif Dan Frekuensi
Sistem tenaga listrik harus mampu menyediakan tenaga listrik bagi para
pelanggan dengan frekuensi yang praktis konstan. Penyimpangan frekuensi dari nilai
nominal harus selalu dalam batas toleransi yang diperbolehkan.
Daya aktif mempunyai hubungan erat dengan nilai frekuensi dalam sistem,
sedangkan beban sistem yang berupa daya aktif maupun daya reaktif selalu berubah
sepanjang waktu. Sehubungan dengan hal ini, maka untuk mempertahnkan frekuensi
dalam batas toleransi yang diperbolehkan, penyediaan/pembangkitan daya aktif dalam
sistem harus disesuaikan dengan beban daya aktif. Penyesuaian daya aktif ini dilakukan
dengan mengatur besarnya kopel penggerak generator.
Dalam sistem tenaga listrik umumnya digunakan generator sinkron tiga fasa untuk
pembangkit tenaga listrik yang utama, maka pengaturan frekuensi sistem praktis
tergantung kepada karakteristik generator sinkron.
Keterangan :
R = Tahanan Kumparan Stator Generator
X = Reaktansi Kumparan Stator Generator
MW = Daya Aktif yang dihasilkan Generator
MVAR = Daya Reaktif yang dihasilkan Generator
Gambar 7.1 : Diagram Vektor Dari Fluks, GGL, Arus Dan Tegangan Jepit
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 69
Menurut hukum Newton ada hubungan antara Kopel mekanis penggerak generator
dengan perputaran generator, yaitu :
Dimana :
TG = Kopel penggerak Generator
TB = Kopel Beban yang membebani Generator
H = Momen Inersia dari Generator beserta mesin penggeraknya
ω = Kecepatan Sudut perputaran Generator
Secara tidak langsung penyediaan daya reaktif dapat pula mempengaruhi
frekuensi sistem, karena penyediaan daya reaktif mempunyai pengaruh besar terhadap
kenaikan tegangan yang selanjutnya dapat menyebabkan kenaikan beban daya aktif.
Dalam bab ini hanya akan dibahas pengaturan frekwensi dalam sistem yang berkaitan
dengan penyediaan daya aktif mengingat bahwa hal ini merupakan hal yang dominan.
Gambar 7.2 : Diagram Vektor Dua Buah Generator Sinkron Yang Bekerja Paralel
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 70
7.2 Prinsip Kerja Governor
Dan uraian dalam pasal IV.l. dapat disimpulkan bahwa pengaturan frekuensi
sistem, harus dilakukan dengan melakukan pengaturan penyediaan daya aktif dalam
sistem. Pengaturan penyediaan daya aktif dilakukan dengan pengaturan besarnya kopel
mekanis yang diperlukan untuk memutar generator, hal ini berarti pengaturan
pemberian uap pada turbin uap atau pengaturan pemberian bahan bakar pada turbin gas
dan mesin Diesel dan pengaturan banyaknya air yang masuk turbin air pada unit PLTA.
Pengaturan pemberian uap atau bahan bakar atau air tersebut diatas dilakukan oleh
governor unit pembangkit. Gambar 7.3 menggambarkan prinsip kerja dari suatu
governor.
Keterangan :
1. Penghisap pengarah tekanan minyak
2. Penghisap pengatur volume uap/air
7.2 Penyetelan Speed Droop
Speed droop merupakan salah satu karakteristik governor yang perlu diperhatikan
dalam pengaturan frekuensi sistem. Dalam pasal ini dibahas bagaimana penyetelan
speed droop governor dilakukan. Dengan memperhatikan gambar 7.3. terlihat bahwa
Gambar 7.3 : Diagram Prinsip Kerja Governor
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 71
makin dekat jarak titik B dengan titik D makin cepat pengisap titik B menutup aliran
minyak yang mengangkat atau menurunkan posisi pengisap titik D dan sebaliknya
makin jauh jaraknya makin lambat gerakan menutup aliran minya. Hal ini berarti bahwa
makin dekat jarak titik B dengan titik D makin cepat governor menghentikan
tanggapannya terhadap perubahan frekuensi. governor bersifat “malas” dan rnenghasilkan
speed droop yang besar.
Dengan keterangan yang serupa apabila jarak titik B dengan titik D makin jauh
terlihat bahwa governor bersifat “rajin” dan menghasilkan speed droop yang kecil. Jadi
penyetelan speed droop governor dapat dilakukan dengan menyetel jarak titik B dan
titik D. Dalam praktek hal ini tidak begitu mudah pelaksanaannya karena dilain pihak
titik B juga harus dapat digerakkan ke atas dan ke bawah secara bebas untuk melakukan
pengaturan sekunder.
7.3 Pengaturan Sekunder Pada Governor
Pengaturan sekunder dapat dilakukan secara manual ataupun oleh komputer. Jika
dilakukan secara manual maka dalam sistem yang terdiri dari banyak unit pembangkit
dan juga banyak pusat listrik yang tersebar, pelaksanaannya perlu dikoordinir.
Koordinasi pengaturan sekunder ini berarti pula koordinasi pembagian dalam sistem,
oleh karenanya dilakukan oleh Pusat Pengatur Beban Sistem Tenaga Listiik. Jika
pengaturan ini dilakukan dengan menggunakan komputer maka software dan komputer
harus diisi datanya oleh Pusat Pengatur Beban agar sesuai dengan kondisi sistem.
Gambar 7.4 : Proses Pengaturan Frekuensi Sebagai Fungsi Waktu
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 72
Hal ini menyangkut penentuan unit-unit pembangkit yang akan diikutkan dalam
pengaturan frekuensi sistem serta penentuan participation factornya. Participation
factor ini tergantung kepada syarat-syarat mekanik dan unit pembangkit khusuya yang
menyangkut kecepatan perubahan beban yang diperbolehkan (Δ MW/menit). Untuk
pengaturan sekunder terutama yang memakai komputer perlu diketahui terlebih dahulu
daya pengaturan sistem yaitu berapa MW yang diperlukan untuk menaikkan frekuensi
sistem sebesar satu Hertz.
Untuk sistem Jawa saat ini dengan beban puncak 2196 MW daya pengaturan ini
adalah kira-kira 200 MW/Hertz. Dengan mentahui daya pengaturan sistem maka ΔF
yaitu penyimpangan frekuensi terhadap frekuensi yang dikehendaki, dapat dihitung
daya yang diperukan untuk mengkoreksi penyimpangan frekuensi sebesar ΔP = kf . ΔF,
dimana kf adalah suatu konstanta yang menggambarkan daya pengaturan sekunder.
Kemudian ΔP yang diperlukan ini dibagikan kepada unit-unit pembangkit yang
direncanakan mengikuti program pengaturan frekuensi dengan memperhatikan
participation factor dari masing-masing unit pembangkit tersebut.
Gambar 7.5 : Pengaturan Sekunder Yang Diikuti Dengan Perubahan Beban Sistem
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 73
7.4 Pengaturan Frekuensi Dan Beban (Load Frequency Control)
Gambar 7.6 menggambarkan dua buah sistem Adan B yang dihubungkan satu
sama lain oleh 3 buah tie lines. Setiap sistem merupakan suatu kesatuan yang integrated
sehingga praktis tidak ada masalah pengukuran yang perlu pengawasan khusus dalam
operasi. Sedangkan 3 buah tie lines yang menghubungkan kedua sistem A dan B relatif
adalah lemah dan bebannya perlu diawasi secara khusus. Maka timbul masalah
pengawasan dan pengaturan beban tie lines disamping pengawasan dan pengaturan
frekuensi dari sistem, oleh karenanya perlu ada Load Frequency Control (LFC)
Dalam LFC ada dua kebesaran fisik yang diamati yaitu frekuensi sistem dan
beban (MW) dari tie lines. Dua kebesaran fisik ini dibandinghkan terhadap kebesaran
yang kita inginkn dan selisihnya dipakai untuk menentukan langkah-langkah koreksi
yang harus dilakukan yaitu menambah atau mengurangi daya yang dibangkitkan.
Koreksi yang diperlukan dinyatakan oleh persamaan :
ΔP = K1 (Po – P1) + Kf (Fo – F)…………….. (IV.47)
dimana :
ΔP = daya tanbahan/pengurangan yang harus dibangkitkan dalam sistem.
F0 = frekuensi yang diinginkan dalam sistem (Hertz).
F = frekuensi yang sesungguhnya terjadi dalam sistem (Hertz).
Po = jumlah transfer daya yang diinginkan/dijadwalkan melalui tie lines (MW).
P1 = jumlah transfer daya yang sesungguhnya terjadi dlam tie lines (MW).
K1 = konstanta pengaturan sekunder yang dikehendaki untuk memberikan
respons terhadap penyimpangan transfer daya dalam tie lines.
Kf = konstanta pengaturan sekunder (MW/Hertz) yang dikehendaki untuk
memberikan respons terhadap penyimpangan frekuensi yang terjadi.
Gambar 7.6 : Dua Buah Sistem A Dan B Yang Dihubungkan Dengan 3 Buah Tie Lines
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 74
Dalam praktek apabila koreksi daya dilakukan berdasar persamaan (IV.47) mudah
terjadi osilasi. Untuk mencegah osilasi ini maka besarnya koreksi daya yang harus
dilakukan atas dasar besarnya penyimpangan yang terjadi ditambah dengan integral
penyimpangan terhadap waktu, dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
ΔP = Cr k1 (Po – P1) + kf (Fo – F) + Ci tò0 (Po – P1) + kf (Fo – F) dt ……. (IV.48)
dimana :
Cr adalah satu konstanta yang menggambarkan kepekaan yang diinginkan dari
Load Frequency Controller terhadap besarnya penyimpangan frekuensi dan t
ransfer daya tie lines yang tejadi.
Ci adalah suatu konstanta yang menggambarkan kepekaan yang diinginkan dari
Load Frequency Controller terhadap akumulasi penyimpangan frekuensi dan
transfer daya tie lines yang terjadi.
Setelah nilai ΔP didapat maka ΔP didispatch kepada unit-unit pembangkit. LFC
banyak dipakai di Eropa maupun di USA karena adanya masalah ekspor-impor energi
listrik antar negara maupun antar perusahaan.
dimana M adalah jumlah unit pembangkit yang berpartisipasi daiam program LFC,
karena tidak semua unit pembangkit berpartisipasi dalam program LFC. Sedangkan Pi
merupakan bagian daya dari unit pembangkit dalam partisipasinya mengikuti program
LFC. Setiap unit pembangkit yang mengikuti program LFC menyediakan selang daya
tertentu dalam mengikuti program LFC. Hal ini ditunjukkan oleh gambar 7.7.
Gambar 7.7 : Bagian Dari Unit Pembangkit Yang Berpartisipasi Dalam Program LFC
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 75
Gambar 7.8 : Flowchart Perhitungan Frekuensi Karena Gangguan Unit Pembangkit Dan Pelepasan Beban
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 76
BAB VIII KENDALA DAN GANGGUAN DALAM OPERASI
8.1 Gambaran Umum Mengenai Kendala
Kendala yang dalam bahasa Inggris disebut Constraint, sesugguhnya merupakan
salah satu syarat yang harus dipenuhi agar suatu proses dapat dilaksanakan. Sebagai
contoh dapat dikemukakan bahwa untuk mencapai suatu tempat dalam waktu yang
sesingkat mungkin adalah dengan cara mengendarai mobil dengan kecepatan setinggi
mungkin. Cara ini akan menghadapi kendala sebagai berikut :
1. Kecepatan maksimum yang bisa dicapai mobil tanpa merusak mobil.
2. Kondisi jalan, tikungan jalan yang tidak memungkinkan mobil mencapai
kecepatan maksimum.
Dua kendala ini harus dipenuhi agar proses mencapai tempat tersebut diatas dengan
mobil dapat terlaksana. Dalam proses optimisasi pada umumnya, khususnya optimisasi
operasi sistem tenaga listrik, selalu ada kendala-kendala (constraints). Secara matematis
untuk sistem yang terdiri dari n variabel hal ini digambarkan sebagai berikut :
a. Sebuah fungsi (X1, X2, ..., Xn) yang bisa disebut objective function adalah fungsi
yang dioptimisasikan misalnya dicari nilai maksimumnya atau nilai minimumnya.
Dalam hal-hal optimisasi operasi sistem tenaga listrik P (X1, X2, …, Xn)
adalah fungsi biaya operasi / bahan bakar yang perlu dicari nilai minimumnya.
Dalam hal ini X1, X2, …,Xn misalnya adalah daya yang dibangkitkan oleh unit
pembangkit ke-1, ke-2, …, ke-n dalam sistem. Dalam kegiatan penjualan P (X1,
X2, …, Xn) dapat merupakan fungsi keuntungan yang harus dicari maksimumnya,
sedangkan X1, X2, …, Xn merupakan produk-produk yang harus dijual.
b. Kendala-kendala yang harus diatasi, secara matematis digambarkan oleh
ketidaksamaan-ketidaksamaan dan persamaan-persamaan yang harus dipenuhi,
misalnya pada operasi sistem tenaga listrik digambarkan oleh ketidaksamaan dan
persamaan.
K1 = Batas pembangkitan daya yang minimal
K2 = Batas pembangkitan daya yang maksimal
K3 = Batas pembangkitan daya yang maksimal untuk sekelompok unit
pembangkit tertentu (X1,X2,…,Xn) misal karena pembatasan aliran daya
B = Daya yang diperlukan konsumen (beban)
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 77
Kendala-kendala operasi yang telah diuraikan di atas adalah kendala-kendaa untuk
keadaan statis. Untuk keadaan dinamis yaitu dalam rangka pengaturan frekuensi yaitu
dalam rangka memenuhi untuk mempertahankan frekuensi apabila salah satu unsur
persamaan tersebut berubah, maka kendala yang perlu diperhatikan adalah besarnya
perubahan beban per satuan waktu yaitu MW per menit dari setiap unit pembangkit
dalam sistem.
8.2 Kendala-Kendala Operasi Pada PLTU
PLTU dalam sistem yang relatif besar (yang daya terpasangnya diatas 1000 MW)
pada umumnya merupakan Pusat Listrik yang dominan baik secara teknis
operasionil maupun ditinjau dari segi biaya operasi.
Dari segi operasionil paling banyak kendalanya khususnya dalam kondisi dinamis.
Hal ini disebabkan banyaknya komponen dalam PLTU yang harus diatur. Prinsip
kerja dari sebuah PLTU yang menggunakan sistem reheat (pemanasan ulang)
umumnya dipakai pada unit-unit PLTU yang mempunyai kapasitas terpasang
diatas 100MW.
Kendala operasi yang terdapat pada PLTU adalah :
a. Starting time (waktu yang diperlukan untuk men-start) yang relatif lama,
bisa mencapai 6 sampai 8 jam apabila start dilakukan dalam keadaan
dingin.
b. Perubahan daya per satuan waktu (Δ MW per menit) yang terbatas, kira-kira
5 % per menit.
Hal ini disebabkan karena proses start maupun perubahan daya dalam PLTU
menyangkut pula berbagai perubahan suhu yang selanjutnya menyebabkan
pemuaian atau pengkerutan.
Pemuaian-pemuaian atau pengkerutan-pengkerutan sedapat mungkin harus
berlangsung merata dan tidak terlalu cepat untuk menghindarkan tegangan
mekanis maupun pergeseran antara bagian-bagian yang berputar dan bagianbagian
yang statis misalnya antara rotor dan strator. Untuk meratakan suhu
terutama pada PLTU-PLTU yang besar misalnya pada unit PLTU yang
mempunyai turbin uap yang menggunakan sistem reheat diperlukan waktu yang
relatif lama, oleh karenanya maka timbulkendala-kendala seperti tersebut di atas.
Untuk meratakan suhu terutama pada PLTIJ-PLTU yang besar misalnya pada
Unit PLTU yang mempunyai turbin uap yang menunakan sistem reheat
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 78
diperlukan waktu yang relatif lama, oleh karenanya maka timbul kendala-kendala
seperti tersebut diatas.
Bahan bakar sebagai sumber energi primer dicampur dengan udara dibakar dalam
ruang bakar ketel uap sehingga timbul energi panas. Air bersih yang dialirkan
dalam pipa-pipa ketel uap disekeliling ruang bakar ketel uap bertugas mengambil
sebanyak mungkin energi panas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar +
udara dalam ruang bakar ketel uap sehingga dihasilkan uap dengan tekanan dan
suhu yang tinggi dalam drum ketel uap. Uap yang bertekanan dan bersuhu tinggi
mengandung energi (enthalpy) yang tinggi dan drum ketel uap dialirkan ke turbin
uap melalui superheater. Didalam superheater uap berkesempatan mengambil
energi panas dan gas-gas hasil pembakaran sehingga suhunya naik yang berarti
pula bahwa energi (enthalpy) yang dikandungnya juga naik.
Kemudian uap dialirkan ke turbin uap untuk mengkonversikan sebanyak mungkin
energi (enthalpy) yang dikandungnya menjadi energi mekanis turbin uap
penggerak generator. Jika dipakai turbin uap dengan sistem reheat, maka uap
yang keluar dari turbin tekanan tinggi dialirkan ke dalam reheater terlebih dahulu
sebelum dialirkan ke turbin tekanan menengah, sehingga berkesempatan
mengambil energi panas dan gas hasil pembakaran, menaikkan suhunya terlebih
dahulu dalam reheater. Setelah uap melepaskan energinya dalam turbin maka uap
diembunkan dalam kondensor agar menjadi air kembali dan dapat dipompakan
kedalam ketel uap kembali. energi yang masih ada dalam uap yang keluar dari
turbin dibuang melalui kondensor ke dalam air pendingin kondensor ketika
berlanung proses pengembunan.
A. Beban Maksimum
Dalam keadaan yang sempuma beban maksimum dari unit PLTU adalah sesuai
dengan yang tercantum dalam buku spesifikasi teknis unit pembangkit. Dalam
spesifikasi teknis tersebut umumnya disebutkan berapa beban maksimum untuk
pembebanan yang kontinyu dan berapa beban maksimum untuk waktu tertentu,
misalnya boleh berbeban 1l0% selama dua jam.
Apabila ada bagian dari unit pembangkit yang tidak sempurna keadaannya
misalnya pemanas udara sehingga udara yang masuk ke ruang bakar terlalu rendah
suhunya, maka behan maksimum terpaksa diturunkan misalnya menjadi 90%,
tergantung kepada hasil pengukuran berbagai parameter.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 79
B. Beban Minimum
Beban minimum dan unit PLTU berkisar disekitar 25%. Pembatasan ini biasanya
berhubungan dengan masalah kontrol karena pada beban rendah banyak yang
hubungannya tidak linier, sehingga menyulitkan kerjanya alat-alat kontrol.
Misalnya hubungan antara suhu gas pembakaran dengan bahan bakar pada beban
rendah tidak sama dengan pada beban tinggi. Disamping itu, pada beban rendah
nyala api menjadi kurang stabil dan mudah padam.
Ada PLTU campuran (dual fuel firing) bahan bakar minyak dan batubara yang
kalau bebannya kurang dari 25% tidak dapat beroperasi dengan barubara
melainkan hanya bisa beroperasi dengan menggunakan bahan bahan bakar minyak
hal ini ada kaitannya dengan teknik pembakaran dalam ruang bakar ketel uap.
C. Kecepatan Perubahan Beban
Kecepatan perubahan beban pada unit PLTU harus menurut petunjuk Instruction
Manual yang dibuat oleh pabrik, karena perubahan beban memberikan berbagai
darnpak seperti telah diuraikan diatas.
Kecepatan perubahan beban yang mampu dilakukan oleh unit PLTU tergantung
pula kepada posisi beban permulaan dalam kaitannya dengan sistem bahan bakar
dan sistern pengisian air ketel.
Ada PLTU yang didisain apabila bebannya kurang dan 50% harus ada burner
yang dimatikan dan juga ada pompa pengisi air ketel yang dihentikan. Untuk
menaikkan bebannya misalnya dari 40% ke 80%, tahapnya terbagi dua yaitu dari
40% sampai dengan 50%, kemudian berhenti sesaat untuk menyalakan burner
tambahan dan pompa air pengisi ketel tambahan, baru setelah burner tambahan
dan pompa pengisi ai ketel tambahan bekerja normal beban dapat dinaikkan dari
50% sampai dengan 80%.
D. Perhitungan Cadangan Berputar
Untuk kondisi seperti diuraikan di atas, apabila unit pembangkit berbeban 40%
maka unit haruss dianggap mempunyai cadangan berputar sebesar 50%-40% =
10%. Kalau unit dalam keadaan berbeban 60% maka cadangan berputarnya bisa
dianggap 100% - 60% = 40%
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 80
8.3 Kendala-Kendala Operasi Pada PLTA
Tidak terdapatnya proses pembakaran, sehingga tidak ada perubahan suhu yang
besar pada bagian-bagian PLTA, merupakan faktor yang sangat mengurangi
kendala operasi pada PLTA. Namun dilain pihak ketergantungan PLTA pada
musim hujan merupakan kendala yang harus diperhitungkan. Kendala operasi dari
unit PLTA umumnya dapat cepat di start dan lebih mudah mengalami perubahan
beban, hanya pada PLTA yang mempunyai pipa pesat panjang perubahan beban
mungkin dapat menimbulkan pukulan-pukulan air (water hammers) yang dapat
membahayakan pipa pesat. Apabila unit PLTA dilengkapi dengan katup
pengaman tekanan lebih maka katup ini akan bekerja untuk mengamankan
instalasi tenaga air apabila air naik disebabkan perubahan beban. Governor dari
turbin PLTA memberikan perintah untuk menambah atau mengurangi aliran air
yang masuk turbin mengikuti perubahan beban yang dialami generator. Apabila
perubahan aliran air ini berlangsung terlalu cepat maka dapat timbul pukulanpukulan
air yang membahayakan seperti tersebut di atas.
Operasi pada PLTA umumnya adalah kendala operasi dalam keadaan statis dan
kebanyakan menyangkut koordinasi dengan keperluan irigasi dan pengendalian
banjir. Tentu saja kendala semacam ini tidak ada apabila PLTA menggunakan air
yang hanya diperuntukan pembangkitan tenaga listrik saja.
Apabila diperlukan koordinasi dengan keperluan irigasi dan pengendalian banjir
maka umumnya PLTA yang bersangkutan mempunyai kolam tando tahunan
seperti halnya terdapat pada PLTA Juanda di Jatiluhur dan PLTA Sutami di
Karang Kates. Secara garis besar pola pengusahaan suatu waduk yang juga
menjadi kolam tahunan dari suatu PLTA didasarkan atas pemikiran-pemikiran
sebagai berikut :
a. Waduk harus dapat menyediakan air untuk keperluan irigasi dimusim
kemarau.
b. Waduk harus dapat mengendalikan banjir dimusim hujan.
c. Diwaktu musim hujan pengisian waduk harus terkendali, dalam arti jangan
sampai terjadi pelimpasan air yang berlebihan sehingga membahayakan
waduk.
d. Diakhir musim kemarau atau permulaan musim hujan tinggi air dalam
waduk masih harus cukup tinggi agar tetap membangkitkan tenaga listrik
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 81
tetapi juga harus cukup rendah agar dapat menampung air di musim hujan
yang akan datang.
Dari segi pengusahaan tenaga listrik sesungguhnya diinginkan agar tinggi air
dalam waduk selalu setinggi mungkin agar dengan jumlah air yang sama dapat
dibangkitkan tenaga listrik sebanyak mungkin. Tetapi dengan adanya pemikiranpemikiran
tersebut maka pemikiran-pemikiran tersebut merupakan kendalakendala
yang harus dipenuhi. Kendala operasinya hanyalah besarnya perubahan
beban per satuan waktu (MW per menit) yang diperbolehkan khususnya karena
panjangnya pipa pesat sebagaimana telah disinggung pada pennulaan pasal ini.
Seperti halnya pada unit PLTU, untuk unit PLTA secara operasionil juga perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
A. Beban Maksimum
Beban maksimum pada unit PLTA pada umumnya dapat mencapai nilai nominal
seperti yang tertulis dalam spesifikasi pabrik. Nilai nominal ini dalam praktek
kadang-kadang tidak dapat tercapai karena :
a. Ada bagian berputar (rotaring part) yang kurang sempuma. Misalnya
bantalan atau poros yang kurang baik kedudukannya sehingga timbul suhu
atau getaran yang berlebihan.
b. Ada perapat (seal) yang kurang baik sehingga air yang bertekanan tidak
melalui rotor turbin tetapi langsung mengalir ke pipa pembuangan. Pada
turbin Francis hal ini terlihat dengan kurang rendahnya tekanan di dalam
pipa hisap (pipa pembuangan).
c. Kurang tingginya permukaan air dalam kolam tando sehingga tinggi terjun
tidak cukup, kurang daripada nilai yang disyararkan oleh spesifikasi pabrik.
Hal semacam ini kadang-kadang terjadi pada musim kemarau.
B. Beban Minimum
Beban minimum pada unit PLTA disyaratkan karena hal-hal sebagai berkut :
a. Masalah kavitasi dalam turbin untuk beban yang terlalu rendah.
b. Untuk PLTA serba guna misalnya dimana airya juga dipakai untuk irigasi,
ada syarat air minimum yang harus keluar dari PLTA untuk keperluan
irigasi sehingga hal ini juga mensyaratkan beban minimum hagi PLTA. Hal
yang serupa juga terjadi apabila air yang keluar dari PLTA dipergunakan
untuk pelayaran sungai atau untuk air minum.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 82
C. Kecepatan Perubahan Beban
Untuk unit PLTA masalah kecepatan perubahan beban dapat dilakukan dengan
cepat jika dibandingkan dengan unit pembangkit lainnya. Unit PLTA umumnya
dapat diubah bebannya dari 0% menjadi 100% dalam waktu kurang dari setengah
menit. Perubahan beban yang relatif cepat pada PLTA dapat dilakukan karena
kendala-kendalanya juga relatif sedikit dibandingkan dengan Pusat Listrik Termis.
D. Perhitungan Cadangan Berputar
Untuk unit PLTA, cadangan berputar dapat dianggap sama dengan kemampuan
maksimum dikurangi dengan beban sesaat dari unit, karena beban unit dapat
dirubah dengan cepat seperti diuraikan dalam butir C.
8.4 Kendala-Kendala Operasi Pada PLTG
Karena unit PLTG adalah unit pembangkit yang termahal biaya operasinya
khususnya termahal biaya bahan bakarnya maka diinginkan agar unit PLTG
beropasi
dalam waktu yang sependek mungkin, misalnya pada waktu beban puncak atau
pada waktu ada kerusakan/gangguan unit lain (sebagai unit cadangan). Tetapi dilain
pihak men-start dan men-stop unit PLTG sangat menambah keausan unit
tersebut sehingga merupakan kendala operasi yang harus diperhitungkan seperti
telah diuraikan dalam pasal II.8. mengenai program unit commitment.
Gambar 8.1. menggambarkan bagan prinsip kerja unit PLTG, udara yang
dimampaatkan oleh kompresor kemudian dicampur dengan bahan bakar dan
dibakar dalam ruang bakar. Selanjutnya gas hasil pembakaran yang suhunya kirakira
9000C dialirkan ke turbin untuk dikonversikan menjadi daya mekanis.
Gambar 8.1 : Bagab Prinsip Kerja Unit PLTG
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 83
Operasi dengan gas bersuhu tinggi inilah yang merupakan sebab utama timbulnya
keausan apabila unit PLTG mengalami start-stop sehingga merupakan kendala
operasi seperti tersebut di atas.
Sepertihalnya pada unit PLTU dan unit PLTA pada unit PLTG, secara operasionil
juga perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
A. Beban Maksimum
Dalam spesifikasi teknisnya unit PLTG umumnya disebutkan dua macam rating
kemampuan yaitu :
a. Base load rating, yang menggambarkan kemampuan unit untuk melayani
beban secara terus menerus (continue).
b. Peak load rating, yang menggambarkan kemampuan unit untuk melayani
beban selama dua jam. Peak load rating besarnya kurang lebih 10 diatas
base load rating.
B. Beban Minimum
Batas beban minimum untuk unit PLTG tidak disebabkan karena alasan teknis
melainkan lebih disebabkan oleh alasan ekonomis yaitu efisiensi yang rendah
pada beban rendah.
C. Kecepatan Perubahan Beban
Unit PLTG umumnya dapat dirubah bebannya dari 0% menjadi 100% dalam
waktu kurang dari 15 menit, sehingga bagi unit termis termasuk unit yang dapat
dirubah bebannya secara cepat. Tetapi jika diingat bahwa unit PLTG beroperasi
dengan suhu gas pembakaran yang tinggi maka perubahan beban berarti pula
perubahan suhu yang tidak kecil pada berbagai bagian turbin gas dan menambah
keausan bagian-bagian tersebut. Juga jika diingat masalah efisiensi yang rendah
pada beban yang rendah maka sebaiknya unit PLTG tidak dirubah-rubah
bebannya tetapi diusahakan berbeban mendekati penuh (80%) dan konstan.
Perubahan beban unit PLTG hendaknya dilakukan hanya dalam keadaan darurat.
D. Perhitungan Cadangan Berputar
Karena kemampuannya untuk merubah beban yang relatif cepat seperti telah
diuraikan di atas, maka Cadangan Berputar yang dapat diperhitungkan pada unit
PLTG adalah sama dengan kemampuan maksimum dikurangi dengan beban
beban sesaat dari unit. Namun seperti telah diuraikan pada butir C sebaiknya tidak
terlalu banyak dipasang Cadangan Berputar pada unit PLTG.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 84
8.5 Kendala-Kendala Operasi Pada PLTD
PLTD yang terpelihara baik, praktis tidak mempunyai kendala operasi. Dapat di
start-stop dengan cepat tanpa banyak menambah keausan dan biaya bahan
bakarnya lebih hemat daripada PLTG tetapi masih lebih mahal dibanding dengan
PLTU.
Masalahnya adalah bahwa hingga kini belum ada unit PLTD dengan kapasitas
terpasang melebihi 30 MW bahkan yang mempunyai kapasitas terpasang diatas 15
MWpun masih jarang dibuat.
Walaupun pada unit PLTD praktis tidak ada kendala operasi, tetapi seperti juga
pada unit pembangkit lainnya secara operasionil perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
A Beban Maksimum
Beban maksimum dari unit PLTD seringkali tidak bisa mencapai nilai yang
tertulis dalam spesifikasi pabrik, karena ada bagian-bagian dari mesin Diesel yang
tidak bekerja dengan sempurna. Misalnya pada beban 90% suhu gas buang sudah
mencapai suhu maksimum yang diperbolehkan sehingga beban tidak boleh
dinaikkan lagi. Suhu gas buang yang tinggi ini bisa disebabkan karena.pengabut
kurang baik kerjanya atau karena turbo charger sudah kotor sehingga tekanan
udara yang masuk ke silinder kurang tinggi.
B. Beban Minimum
Tidak ada hal yang membatasi beban minimum path unit PLTD. Hanya saja
apabila unit PLTD sering dibebani rendah, misalnya kurang dari 50%, maka
mesin Diesel menjadi lekas kotor sebagai akibat pembakaran yang kurang
sempurna dari mesin Diesel pada beban rendah. Pembakaran yang tidak sempuma
ini menyebabkan katup-katup lekas menjadi kotor sehingga perlu dibersihkan
lebih sering dan pada yang dianiurkan oleh buku instruksi pemeliharaan. Seperti
halnya dengan unit-unit pembangkit pada umumnya juga unit PLTD tidak baik
untuk dibebani rendah mengingat efisiensinya yang menjadi rendah.
C. Kecepatan Perubahan Beban
Unit PLTD umumnya dapat dirubah bebannya dari 0% menjadi 100% dalam
waktu kurang dari 10 menit. Oleh karena kemampuannya yang cepat dalam
mengikuti perubahan beban, unit PLTD baik dipakai untuk turut mengatur
frekuensi sistem hanya sayangnya seperti telah diuraikan diatas kemampuan
dayanya relatif kecil dibanding dengan unit-unit pmbangkit lainnya.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 85
D. Perhitungan Cadangan Berputar
Mengingat kemampuannya dalam mengikuti perubahan beban seperti diuraikan
dalam butir C naik Cadangan berputar yang dapat diperhitungkan adalah sama
dengan kemampuan maksimurn dikurangi dengan beban sesaat.
8.6 Kendala-Kendala Operasi Pada PLTP
Secara teknis PLTP sesungguhnya sama dengan PLTU hanya ketel uapnya ada
dalam perut bumi. Pengusahaan uap dilakukan oleh pihak PERTAMINA dan PLN
membeli uap dari PERTAMINA atas dasar KWH yang dihasilkan PLTP. Karena
perubahan beban akan menyangkut perubahan penyediaan uap dari perut bumi
maka PLTP praktis hanya dapat ikut mengambil beban dasar dalam sistem dalam
arti harus berbeban konstan. Mengenai masalah beban maksimum dan beban
minimum pada PLTP kendala-kendalanya yang menyangkut turbin uap adalah
sama dengan pada PLTU seperti masalah vibrasi dan pemuaian. Tetapi mengenai
masalah ketel tidak ada pada PLTP.
Perubahan beban memerlukan perubahan supply uap dan mengenai kecepatan
perubahan supply uap ini sangat tergantung kepada design dan kondisi instalasi
PERTAMINA.
Gainbar 8.2. menggambarkan jalannya uap secara skematis dari sebuah PLTP.
Separator berfungsi untuk memisahkan kotoran-kotoran yang terbawa oleh uap
dari perut bumi. Air yang keluar dari kondensor dapat disuntikkan kembali ke
dalam perut bumi, tetapi tidak semua PLTP dilengkapi dengan peralatan ini.
Gambar 8.2 : Skema Aliran Uap Pada PLTP
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 86
Kualitas uap yang didapat dari sumur-sumur uap sangat mempengaruhi keausan
dari bagian-bagian yang bersangkutan dengan uap seperti sudu-sudu turbin dan
kondensor. Unsur yang sangat mempengaruhi kualitas uap ini adalah belerang
karena belerang sangat korosif. Dalam menentukan kapasitas PLTP harus
diperhatikan besarnya kandungan uap yang ada disamping memperhatikan unsur
ekonomis PLTP. Harus diusahakan agar pada waktu PLTP mencapai umur
eknnomisnya, pada saat itu pula kandungan uapnya habis.
8.7 Kendala-Kendala Operasi Yang Bersifat Listrik
Kendala-kendala operasi tersebut dalam pasal IV.2. sampai dengan pasal IV.5.
Boleh dikatakan bersifat non listrik. Dalam pasal ini akan ditinjau kendalakenda1a
operasi yang lebih bersifat listrik, yaitu :
A. Masalah Aliran Daya
Apabila dari perhitungan aliran daya ternyata akan timbul beban, lebih (overload)
pada salah satu bagian sistem maka proses maintenance scheduling (penyusunan
jadwal pemeliharaan), optimisasi hidro-termis dan unit commitment perlu
dikompromikan dengan hasil perhitungan aliran daya agar kendala beban lebih
tersebut di atas dapat diatasi. Selain masalah bagian sistem yang berbeban lebih
kadang-kadang juga tegangan yang terlalu rendah dari satu sistem merupakan
kendala yang harus diatasi.
B. Masalah Stabilitas
Sesungguhnya masalah stabilitas sistem lebih banyak tergantung kepada design
sistem sehingga tidak banyak yang dapat dilakukan dalam tahap perencanaan
operasi. Dalam perencanaan operasi hanya dapat dilakukan pembatasan
pembebanan misalnya dari tie lines agar keadaannya tetap stabil apabila terjadi
gangguan dalam sistem dan hal ini sering kali merupakan kendala terhadap
rencana pembebanan yang ekonomis dari unit-unit pembangkit.
C. Masalah Arus Hubung Singkat
Dalam sistem jangan sampai ada bagian sistem yang arus hubung singkatnya
melampaui kemampuan memutus arus dari pemutus tenaga (Circuit Breaker).
Sebaliknya di saat-saat beban sistem rendah misalnya pada waktu hari libur ada
kemungkinan terdapat bagian-bagian dalam sistem yang mempunyai arus hubung
singkat yang terlalu rendah sehingga tidak cukup untuk mengerjakan relay apabila
terjadi gangguan.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 87
8.8 Kendala-Kendala Operasi Pada Saat Beban Rendah
Beban rendah dalam sistem yang terjadi sekali-sekali dapat menimbulkan
kesulitan operasi, hal ini terjadi biasanya dua kali dalam setahun yaitu disekitar
Hari Raya Idul Fitri dan menjelang Tahun Baru. Begitu pula di akhir minggu dan
pada waktu hari-hari libur lainnya hal ini juga terjadi namun beban tidak serendah
seperti pada kedua saat tersebut di atas.
Pada PLTU beban rendah menimbulkan kesulitan pada sistem kontrolnya
sedangkan pada PLTA bisa menimbulkan kavitasi oleh karenanya perlu ada
pembebanan unit pembangkit menurut program unit commitment.
Dari segi jaringan beban rendah menimbulkan tegangan lebih yang perlu
dikonversikan dengan reaktor dan kalau belum cukup juga harus dengan
mengeluarkan penghantar pada Sirkit ganda sehingga tinggal satu Sirkit saja
walaupun hal ini mengurangi keandalan sistem.
8.9 Kendala-Kendala Operasi Yang Bersifat Non Teknis
Kendala operasi yang sifatnya non teknis yang sangat terasa adalah masalah
penyediaan suku cadang untuk keperluan pemeliharaan. Karena proses pengadaan
suku cadang yang sangat panjang dan lama, maka hal ini sering menimbulkan ke
lambatan dalam penyediaannya sehingga menunda jadwal pemeliharaan dan
bahkan dapat menimbulkan kerusakan peralatan karena tidak sempat dipelihara.
Kegiatan-kegiatan dalam masyarakat yang memerlukan keandalan lebih tinggi
dalam penyediaan tenaga listrik juga merupakan kendala-kendala operasi yang
harus diperhatikan dalam menyusun rencana operasi yang optimum.
8.10 Kendala-Kendala Lingkungan
Jika ada peraturan pemerintah yang mengatur polusi udara dalam kota, maka hal
ini dapat menimbulkan kendala dalam operasi unit termis. Unit termis yang besar
umumnya ada ditepi pantai. Apabila arah angin sedang menuju ke kota maka
operasi dari unit termis yang ada dipantai harus betul-betul memperhatikan
peraturan polusi pemerintah. mungkin bebannya tidak bisa maksimum karena
pada beban maksimum gas buangnya menghasilkan kadar gas tertentu yang telah
melampaui peraturan polusi. Tetapi kalau angin sedang menuju ke laut operasinya
tidak perlu memikirkan masalah polusi.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 88
Kendala dengan lingkungan bisa pula menyangkut masalah kebisingan dan
masalah limbah. Pada PLTU masalah limbah bisa menyangkut pembuangan zatzat
kimia dari ketel sedangkan pada PLTG dan PLTD menyangkut pembuangan
minyak pelumas bekas. Kedua masalah ini juga harus memperhatikan peraturan
pernerintah mengenai masalah polusi. Masalah kendala dengan lingkungan
sebaiknya sudah diselesaikan pada tahap perencanaan pembangunan instalasi,
karena apabila instalasi sudah dioperasikan tidak banyak yang dapat dilakukan
untuk mengatasi kendala dengan Iingkungan.
8.11 Definisi Dan Macam Gangguan
Yang dimaksud dengan gangguan dalam operasi sistem tenaga listrik adalah
kejadian yang menyebabkan bekerjanya relay dan menjatuhkan Pemutus Tenaga
(PMT) diluar kehendak operator, sehingga menyebabkan putusnya aliran daya
yang melalui PMT tersebut. Untuk bagian sistem yang tidak dilengkapi PMT,
misalnya yang diamankan dengan sekering maka gangguan adalah kejadian yang
menyebabkan putusnya (bekerja) sekering.
Ada juga gangguan yang tidak atau belum dilihat oleh relay tapi dilihat oleh
operator yang kemudian menjatuhkan PMT. Ada gangguan yang menyebabkan
kerusakan namun sebagian besar tidak menimbulkan kerusakan dalam arti tidak
ada alat yang perlu diperbaiki terlebih dahulu untuk dapat dioperasikan kembali
sebagai akibat terjadinya gangguan.
Ditinjau dari sifatnya, ada gangguan yang bersifat temporer dan ada yang bersifat
permanen. Yang bersifat temporer ditandai dengan normalnya kerja PMT setelah
dimasukan kembali. Yang bersifat permanen ditandai dengan bekerjanya kembali
PMT untuk memutus daya listrik (dalam praktek dikatakan PMT trip kembali).
Gangguan permanen baru dapat diatasi setelah sebab gangguannya dihilangkan
sedangkan pada gangguan temporer sebab gangguan hilang dengan sendirinya
setelah PMT trip.
Gangguan permanen bisa disebabkan karena ada kerusakan peralatan sehingga
gangguan ini baru hilang setelah kerusakan ini diperbaiki atau karena ada sesuatu
yang mengganggu secara permanen misalnya dahan yang menimpa kawat fasa
dari saluran udara dan dahan ini perlu diambil terlebih dahulu untuk dapt
memasukkan kembali PMT secara normal dalamarti bahwa PMT tidak akan trip
kembali. Gangguan temporer yang terjadi berkali-kali dapat menyebabkan
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 89
timbulnya kerusakan peralatan dan akhirnya menimbulkan gangguan yang
permanen sebagai akibat timbulnya kerusakan pada peralatan tersebut.
8.12 Sebab-Sebab Gangguan Pada Pusat Listrik
Gangguan-gangguan pada pusat-pusat Listrik secara garis besar dapat dibagi atas
4 kelompok yaitu :
a. Gangguan pada Sirkit Listrik Generator.
b. Gangguan pada Mesin Penggerak Generator (prime mower).
c. Gangguan pada bagian instalasi yang berhubungan dengan lingkungan
seperti instalasi air pendingin dari saluran air terbuka pada PLTA.
d. Gangguan pada Sirkit Kontrol.
Dalam instalasi yang dijaga oleh operator seperti dalam Pusat Listrik atau Gardu
Induk ada gangguan yang tidak atau belum dilihat oleh Relay tapi diihat oleh
operator yang kemudian berinisiatif men-trip PMT demi keselamatan instalasi.
Sebelum menjatuhkan PMT mungkin operator sempat memberitahu atau mungkin
juga tidak kepada Dispatcher bahwa ia terpaksa men-trip PMT, maka dalam hal
ini sesungguhnya operator bertindak sebagai relay.
A. Gangguan Pada Sirkit Listrik Generator
Gangguan pada Sirkit Listrik Generator yang menyebabkan tripnya PMT
Generator pada umumnya disebabkan :
1. Gangguan di luar seksi Generator tetapi PMT generator ikut trip sebagai
akibat kurang selektifnya Relay Generator.
2. Ada gangguan dalam seksi Generator yang disebabkan karena :
a. Kerusakan Generator atau kerusakan peralatan listrik dalam seksi
Generator.
b. Binatang yang menimbulkan hubung singkat.
c. kontak-kontak listrik yang kurang sempurna.
3. Ada gangguan dalam sistem penguat (eksitasi) dari Generator, biasanya
menyangkut pengatur tegangan otomatis dari Generator.
4. Ada gangguan pada sistem arus searah khususnya yang diperlukan untuk
men-trip PMT.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 90
B. Gangguan Pada Mesin Penggerak Generator
Gangguan pada Mesin Penggerak Generator merupakan gangguan yang paling
sering terjadi pada semua Pusat Listrik. Hal-hal yang menyebabkan gangguan
mesin penggerak generator secara umum telah disebut dalam pasal II.3 yaitu
mengenai bagian-bagian yang harus secara periodik dipelihara dan apabila hal ini
tidak dilakukan maka bagian-bagian ini bisa merupakan sumber gangguan. Secara
singkat sebab-sebab gangguan Mesin Penggerak Generator disebabkan oleh :
1. Kerusakan pada bagian-bagian yang berputar atau bergeser (moving parts)
seperti bantalan-bantalan, batang-batang penggerak, katup-katup, khususnya
yang jarang bergerak, pada waktu diperlukan malah macet.
2. Kerusakan pada bagian-bagian dimana terdapat pertemuan antara zat-zat
yang berbeda suhunya seperti kondensor PLTU, pemanas awal PLTU,
pemanas udara PLTU. Hal serupa bisa terjadi pada alat-alat pendingin di
PLTA atau PLTD.
3. Kerusakan pada pengabut yang bertugas mengubah bahan bakar minyak
(cair) menjadi kabut (gas) dalam waktu singkat. Pengabut semacam ini
terdapat pada PLTU, PLTG dan PLTD dan seringkali merupakan sumber
gangguan karena tersumbat.
4. Kebocoran pada perapat (packing) dari bagian yang mengandung zat cair
atau pun gas yang bertekanan tinggi. Kebocoran semacam ini dapat
menyebabkan Gangguan Operasi dari Pusat Listrik yang bersangkutan.
C. Gangguan Pada Bagian Instalasi Yang Berhubungan Dengan Lingkungan
Gangguan semacam ini dapat terjadi pada semua macam Pusat Listrik karena
semua Pusat Listrik selalu berhubungan dengan lingkungan. Pada PLTU
gangguan semacam ini dialami misalnya karena air laut yang berfungsi sebagai air
pendingin mengandung banyak binatang laut dan kotoran yang menyumbat
instalasi air pendingin atau menyumbat kondensor.
Begitu pula pada PLTA sering pula dialami gangguan yang disebabkan karena air
dari sungai mengandung banyak kotoran sehingga saringan air masuk tersumbat
dan mengganggu operasi Pusat-Pusat Listrik yang bersangkuan. Masalah kotoran
yang dibawa air sungai dapat pula menimbulkan gangguan pada PLTD yaitu
apabila kotoran tersebut menyumbat instalasi air pendingin.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 91
D. Gangguan Pada Sirkit Kontrol
Dalam setiap Pusat Listrik selalu terdapat Sirkit kontrol yang menatur baik Sirkit
Listrik Generator, Mesin Penggerak Generator maupun alat-alat bantu. Sirkit
kontrol dapat berupa Sirkit listrik, Sirkit mekanik, Sirkit peneumatic ataupun
Sirkit hidrolik. Dapat pula merupakan kombinasi dari beberapa macam sirkit
kontrol. Seringkali gangguan timbul karena adanya bagian dari sirkit kontrol yang
tidak berfugsi dengan baik. Sebagai contoh kegagalan start dari unit PLTG sering
sebabnya adalah adanya bagian dari sirkit kontrol yang kurang baik kerjanya.
8.13 Gangguan Dalam Gardu Induk
Yang akan dibahas dalam bagian ini hanyalah gangguan yang terjadi dalam GI
khususnya yang men-trip PMT Transformator utama dalam GI atau yang
menimbulkan gangguan besar dalam GI. Gangguan tersebut di atas umumnya
adalah :
1. Gangguan diluar GI seperti di SUTT atau dijaringan distribusi yang ikut
mentrip PMT Transformator sebagai akibat kurang selektifnya kerja relay
atau karena ada kegagalan pada sistem pengaman dari SUTT atau dari
jaringan distribusi yang terganggu.
2. Gangguan pada Rel Tegangan Tinggi maupun Tegangan Rel Tegangan
Menengah yang umurnnya disebabkan karena adanya binatang yang
menimbulkan hubungan singkat di Rel. Gangguan pada Rel terutama pada
Rel Tegangan Tinggi akan menyebabkan jatuhnya semua Saluran Transmisi
yang mengirim daya Rel yang terganggu sehingga akibat gangguan tersebut
akan terasa luas.
3. Gangguan pada Transformator dalam GI, hal ini biasanya disebabkan karena
ada kerusakan pada Transformator, seperti kerusakan bushing, kerusakan
kontak-kontak tap changer atau ada kumparan yang terbakar. Juga bisa
disebabkan karena radiator minyak dan Transformator telah kotor sehingga
pendinginannya kurang sempurna dan menyebabkan Relay suhu bekerja
menjatuhkan PMT Transformator dalam keadaan beban yang belum penuh.
Ada kalanya gangguan semacam ini disebabkan karena motor kipas
pendingin Transformator mengalami kerusakan.
4. Gangguan yang disebabkan karena salah melakukan manuver dalam operasi
seperti membuka PMS sebelum membuka PMT terlebih dahulu. Juga bisa
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 92
disebabkan karena lupa mengeluarkan PMS tanah selesai melakukan
pekerjaan yang memerlukan pertanahan kemudian langsung memberikan
tegangan kedalam bagian instalasi yang masih ditanahkan. Gangguan
semacam ini telah banyak berkurang dengan digunakannya sistem interlock.
Namun belum semua GI memakai interlock yang sempurna sehingga
Gangguan semacam ini masih juga terjadi.
5. Gangguan yang disebabkan karena adanya kontak-kontak listrik yang
kendor. Hal ini sering terjadi pada PMS, karena kontak-kontak PMS sering
tidak masuk kembali dengan sempuma disebabkan karena keadaan fisiknya
yang panjang.
6. Gangguan karena petir yang tidak berhasil di discharge oleh Lightning
Arrester dengan baik sehingga merusak peralatan dalam GI seperti
Transformator Utama, Transformator Arus atau Lightning Arrester itu
sendiri.
7. Gangguan dalam sirkit kontrol yang mengakibatkan jatuhnya salah satu
PMT GI. Gangguan semacam ini biasanya disebabkan karena ada kesalahan
yang dilakukan petugas relay pada waktu melakukan pengecheckan rutin
dari relay dalam GI.
8. Gangguan karena mal operation dari relay, khususnya Relay Diferensial dari
Transformator. Hal ini sering terjadi pada GI baru atau jika ada penambahan
Transformator baru dalam GI. Sebabnya adalah karena Relay Diferensialnya
masih terlalu peka penyetelannya sehingga memerlukan penyetelan kembali.
8.14 Gangguan Karena Beban Lebih
Sering terjadi gangguan yang disebabkan adanya bagian dari sistem yang
mengalami beban lebih. Hal semacam ini bisa terjadi karena sebelumnya sudah
ada gangguan yang menyebahkan beban berpindah ke bagian sistem yang lain
sehingga timbul beban lebih. Gangguan semacam ini disebut gangguan kaskade.
Sebagai contoh apabila ada SUTT sirkit ganda dengan beban 80% pada tiap sirkit
apabila satu sirkit mengalami gangguan maka sirkit yang tidak mengalami
gangguan akan menampung beban dari sirkit yang terganggu sehingga beban
menjadi 2x80 = 160% dan akhinya juga mengalami gangguan disebabkan
mengalami beban lebih.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 93
Gangguan karena beban lebih bisa juga terjadi karena memang pertumbuhan
beban tidak diikuti dengan penguatan instalasi misalnya penambahan
Transformator atau penambahan SUTT. Koordinasi yang kurang baik dalam
pengoperasian sistem dapat pula menimbulkan gangguan beban lebih, misalnya
ada pemindahan beban dalam jaringan distribusi dari satu GI ke GI yang lain
tanpa diikuti perencanaan operasi yang baik dalam sistem transmisi dapat
menimbulkan gangguan beban lebih dalam sistem transmisi. Pencegahan
gangguan semacam ini dapat dilakukan dengan nengatur alokasi pembangkitan
agar tidak ada bagian dalam sistem transmisi yang akan nnengalami beban lebih.
Hal semacam ini tidaklah selalu mungkin tergantung kepada keadaan sistem.
8.15 Gangguan Dalam Jaringan Distribusi
Jaringan distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang paling dekat
dengan pelanggar. Ditinjau dari volume fisiknya, jaringan distribusi pada
umumnya lebih panjang dibanding dengan jaringan transmisi dan jumlah
gangguannya dalam kali per 100 km per tahun juga paling tinggi dibandingkan
jumah gangguan pada saluran-saluran transmisi.
Uraian mengenai gangguan menyangkut gangguan dalam Pusat Listrik, GI dan
saluran transmisi terutama SUTT. Jaringan distribusi seperti ditunjukkan oleh
gambar 1.2 secara garis besar terdiri dari Jaringan Tegangan Menengah (JTM)
dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR). JTM mempunyai tegangan antara 3KV
sampai dengan 20 KV. PLN saat ini hanya mengembangkan tegangan menengah
20 KV. JTM sebagian besar berupa SUTM dan kabel tanah. Pada saat ini juga
mulai dikembangkan kabel udara yang isolasinya tidak penuh dengan tujuan
untuk mengurangi jumlah gangguan di JTM. Gangguan pada SUTM termasuk
tinggi jumlahnya.
PLN mulai menggunakan kabel udara yang berisolasi tidak penuh, misalnva pada
SUTM 20 KV dipakai kabel udara yang secara fisik berupa konduktor dengan
isolasi tipis dan diletakkan diatas isolator seperti halnya SUTM biasa. Maksud
penggunaan kabel udara ini adalah mengurangi gangguan yang disebabkan
sentuhan pohon. Sentuhan pohon tidak akan menimbulkan arus hubung tanah
yang cukup besar untuk mengerjakan relay hubung tanah sehingga PMT tidak
trip. Dengan demikian gangguan karena sentuhan pohon akan banyak berkurang.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 94
Kabel tanah yang digunakan pada JTM gangguannya jauh lebih sedikit
dibandingkan SUTM, tetapi harga kabel tanah jauh lebih mahal dari pada SUTM.
Gangguan kabel tanah umumnya disebabkan oleh sebab-sebab sebagai berikut :
1. Terkena cangkul atau alat gali lainnya.
2. Terdesak oleh akar pohon.
3. Pergerakan tanah misalnya karena tanah tidak stabil atau mendapat tekanan
mekanis.
4. Pemasangan yang kurang hati-hati sehingga ada bagian kabel yang rusak
dan kemasukan air.
5. Penyambunan bagian-bagian kabel yang kurang sempurna sehingga ada
kontak yang lepas atau kendor.
Gangguan kabel tanah umumnya bersifat permanen, oleh karenanya tidak dipakai
penutup balik otomatis dalam pengoperasian kabel tanah. Dibandingkan dengan
SUTM, waktu yang diperlukan untuk mencari tempat gangguan permanen serta
waktu untuk memperbaiki kerusakan kabel tanah umumnya adalah lebih lama
dibandingkan pada saluran udara. Oleh karenanya didalam perencanaan
pengembangan jaringan kabel tanah, jika tidak dikehendaki adanya kemungkinan
teradinya pemutusan penyediaan tenaga listrik yang terlalu lama, harus ada kabel
tanah cadangan dalam bentuk ring atau expres feeder pada sistem spindle.
8.16 Gangguan-Gangguan Yang Besar
Mengingat bahwa penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat merupakan hal yang
mempengaruhi hajat hidup banyak orang, maka gangguan terutarna gangguan
yang besar dalam sistem tenaga listrik akan sangat mengganggu kehidupan
masyarakat. Yang dimaksud dengan gangguan besar adalah gangguan yang
meliputi sebagian besar dari sistem, termasuk pula gangguan total yaiu gangguan
yang menyebabkan seluruh sistem padam.
Gangguan yang besar pada umumnya merupakan gangguan kaskade, yaitu
gangguan yang menyebabkan tripnya sebuah atau dua buah PMT kemudian
disusul dengan tripnya banyak PMT dalam sistem. Gangguan yang besar pada
umumnya dibabkan oleh :
1. Tripnya unit pembangkit yang besar.
Tripnya unit pembangkit yang besar menyebabkan beban yang sebelumnya
diambil oleh unit yang trip beralih ke unit pernbangkit yang lain sehingga
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 95
menyebabkan unit pembangkit lain mengalami beban lebih dan ikut trip. Hal
ini terutama terjadi apabila cadangan berputar dalam sistem lebih kecil
dibandingkan dengan daya yang dibangkitkan oleh unit pembangkit yang
mengalami gangguan. Proses perpindahan beban ini mungkin juga
menyebabkan ada saluran transmisi mengalami beban lebih dan ikut trip,
tergantung situasi aliran daya dalam sistem.
2. Tripnya saluran transmisi yang tinggi bebannya.
Tripnya saluran transmisi yang tinggi bebannya mempunyai dan dampak
yang serupa seperti tripnya unit pembangkit yang besar, khususnya untuk
beban sistem yang menerima daya dari saluran transmisi tersebut.
8.17 Usaha-Usaha Mengurangi Jumlah Gangguan
Karena gangguan dalam sistem tenaga listrik adalah hal yang tidak diinginkan
tetapi tidak dapat dihindari, maka perlu dilakukan usaha-usaha untuk mengurangi
jumlah gangguan dengan memperhatikan hasil analisa gangguan seperti telah
diuraikan dalam pasal-pasal terdahulu. Usaha-usaha untuk mengutangi jumlah
gangguan dapat dilakukan dengan :
1. Merencanakan dan melaksanakan pemeliharaan peralatan sesuai dengan
buku instruksi pemeliharaan, sehingga terjadinya Forced Outage dapat
sebanyak mungkin dicegah.
2. Membuat rencana operasi yang mencakup butir a, serta juga memperhatikan
agar tidak akan ada bagian-bagian instalasi yang mengalami beban lebih.
3. Memeriksa alat-alat pengaman (relay-relay) secara periodik dan juga secara
insidentil segera setelah ada laporan yang menyatakan keraguan atas
kerjanya suatu Relay. Kerjanya Relay yang baik diperlukan untuk mencegah
kerusakan peralatan maupun untuk mencegah meluasnya gangguan.
4. Dalam operasi Real Time mengikuti perkembangan cuaca khususnya yang
menyangkut petir karena penyebab gangguan yang terbesar adalah petir.
Jika diketahui bahwa daerah suatu SUTT sedang banyak petir, diusahakan
mengurangi bebannya selama ini mungkin dilakukan dengan mengatur
alokasi pembangkitan dalam sistem sehingga apabila SUTT tersebut
mengalami gangguan diharapkan tidak menimbulkan gangguan kaskade.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 96
5. Mengadakan analisa gangguan untuk menemukan sebab gangguan dengan
tujuan sedapat mungkin mencegah atau mengurangi kemungkinan
terulangnya gangguan yang serupa.
6. Mengembangkan sistem seirama dengan pertumbuhan beban sehingga dapat
dicegah terjadinya beban lebih dalam sistem. Untuk ini diperlukan analisa
dan evaluasi secara terus menerus mengenai perkembangan sistem.
7. Karena salah satu sumber gangguan yang utama adalah kesalahan montage
(pemasangan) peralatan maka perlu ada pendidikan dan latihan secara terus
menerus dengan tujuan agar kesalahan montage alat dapat dihindarkan.
8. Pada SUTM dan SUTR merupakan sumber gangguan yang utama karena
SUTM dan SUTR tidak mempunyai jalur khusus yang bebas tanaman
seperti halnya pada SUTT 150 KV, 70 KV dan 30 KV sehingga untuk
SUTM dan SUTR perlu ada pemeliharaan yang intensif agar pada jalurnya
tidak terdapat tanaman yang menyentuh penghantar.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 97
BAB IX PENGAMANAN SISTEM TENAGA LISTRIK
9.1 Fungsi Alat Pengaman
Seperti yang telah diuraikan, dalam sistem tenaga listrik banyak sekali terjadi
gangguan yang sesungguhnya merupakan peristiwa hubungan singkat yang dapat
merusak peralatan. Untuk melindungi peralatan terhadap gangguan yang terjadi dalam
sistem diperlukan alat-alat pengaman. Alat-alat pengaman yang kebanyakan berupa
relay mempunyai 2 (dua) fungsi, yaitu :
a. Melindungi peralatan terhadap p gangguan yang terjadi dalam sistem, agar jangan
sampai mengalami kerusakan.
b. Melokalisir akibat gangguan, jangan sampai meluas dalam sistem.
Untuk memenuhi fungsinya tersebut dalam butir a, alat pengaman harus bekerja
cepat agar pengaruh gangguan yang merupakan hubung singkat dapat segera dihilangkan
sehingga pemanasan yang berlebihan yang timbul sebagai akibat arus hubung
singkat dapat segera dihentikan.
Untuk memenuhi fungsinya tersebut dalam butir b, alat-alat pengaman dalam
sistem harus dapat dikoordinir satu sama lain, sehingga hanya alat-alat pengaman yang
terdekat dengan tempat gangguan saja yang bekerja. Secara teknis dikatakan bahwa
alat-alat pengaman harus bersifat selektif. Ditinjau dari letaknya dalam sistem ada 4
(empat) kategori pengamanan yaitu :
a. Pengaman Generator.
b. Pengaman Saruran Transmisi.
c. Pengaman Transformator dalam Gardu Induk.
d. Pengaman Sistem Distribusi.
Dalam sistem PLN saat ini sebagian besar masih banyak dipakai relay-relay
elektro mekanik, walaupun juga telah dimulai pemakaian relay elektronik. Relay elektro
mekanik terdiri dari rangkaian listrik yang menggerakkan suatu mekanisme yang pada
akhirnya harus men-trip PMT dengan jalan menutup kontak pemberi arus trip coil
(kumparan trip) dan PMT. Sedangkan relay elektronik kerjanya lebih cepat dari pada
relay elektro mekanik sehingga ditinjau dari segi pengamanan peralatan adalah lebih
baik.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 98
9.2 Pengaman Generator
Bagian hulu dari sistem tenaga listrik adalah generator yang terdapat di Pusat
Listrik dan digerakkan oleh mesin penggerak mula (dalam bahasa lnggris disebut: prime
mover). Mesin penggerak dalam Pusat Listrik berkaitan erat dengan instalasi mekanis
dan instalasi listrik dari Pusat Listrik. Generator sebagai sumber energi listrik dalam
Sistem perlu diamankan jangan sampai mengalami keruskan. Karena kerusakan
generator akan sangat mengganggu jalannya operasi sistem tenaga listrik.Oleh
karenanya generator sedapat mungkin harus dilindungi terhadap semua gangguan yang
dapat merusak generator.
Tetapi dilain pihak dari segi selektifitas pengamanan sistem diharapkan agar PMT
generator tidak mudah trip terhadap gangguan dalam sistem karena lepasnya generator
dari sistem akan mempersulit jalannya operasi sistem tenaga listrik. PMT generator
hanya boleh bekerja apabila ada gangguan yang tepat ada didepan generator, didalam
generator atau pada mesin penggerak generator. Juga apabila terjadi kegagalan dari
PMT yang ada didepan PMT generator baru PMT generator boleh bekenja (trip).
Pengaman generator secara garis besar terdiri dari :
a. Pengamanan terhadap gangguan diluar generator, yaitu gangguan dalam sistem
yang dihubungkan dengan generator.
b. Pengamanan terhadap gangguan yang terjadi didalam generator.
c. Pengamanan terhadap ganguan dalam mesin penggerak yang memerlukan
pelepasan PMT generator.
Gambar 9.1 : Bagan Generator Dengan Mesin Penggerak Dan Medan Penguat
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 99
9.3 Pengaman Saluran Transmisi
Sebagaimana telah diuraikan bahwa SUTT adalah bagian dari sistem yang paling
banyak mengalami gangguan. Hal ini menyebabkan masalah penganaanan SUTT
merupakan masalah yang paling sulit dalam pengamanan sistem tenaga listrik.
Gangguan pada SUTT lebih dari 90% bersifat temporer dan pada umumnya masalah
koordinasi pengamanan (selektivitas) merupakan persoalan yang menonjol dalam
masalah pengamanan SUTT.
Pada SUTT radial dalam sistem yang sederhana pengamanan dapat dilakukan
dengan menggunakan relay arus lebih saja, tapi jika sistem berkembang lebih besar
maka penggunaan relay arus lebih saja akan menemui kesulitan karena timbulnya
akumulasi waktu seperti ditunjukan dalam gambar 9.2.
Apabila pada SUTT dikedua ujungnya terdapat sumber daya maka penggunaan
relay arus lebih tidak dapat menjamin selektifltas protection lagi, karena apabila terjadi
gangguan pada SUTT daya yang menuju titik gangguan datang dari dua arah sehingga
dengan time grading relay arus lebih sukar dicapai keadaan dimana hanya seksi yang
terganggu saja yang PMTnya trip.
Kelemahan ini dapat dikurangi apabila dipakai power directional relay (relay
daya terarah) yang hanya bekerja apabila gangguan terjadi di depan PMT. Penggunaan
power directional relay ini dengan time grading dapat mengurangi jumlah relay yang
tidak perlu bekerja apabila teajadi gangguan terjadi pada salah satu seksi SUTT, namun
belum bisa menjamin bahwa PMT seksi yang terganggu yang bekerja.
Gambar 9.2 : SUTT Radial Dengan Relay Arus Lebih Yang Mempunyai Penyetelan Waktu
Gambar 9.3 : SUTT Dengan Sumber Daya Dikedua Ujungnya
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 100
9.4 Pengaman Transformator
Pengaman transformator terdiri dari :
a. Pengamanan terhadap gangguan di luar transformator.
b. Pengamanan terhadap gangguan di dalam transformator.
Karena transformator di Gardu Induk pada umumnya berhubungan dengan rel dan
rel langsung berhubungan dengan saluran transmisi sedangkan saluran transmisi
kebanyakan adalah saluran udara yang jumlah gangguannya tingi maka kemungkinan
bahwa transformator mendapat gangguan karena gangguan disaluran transmisi adalah
lebih besar dari pada generator.
Petir yang banyak menyambar saluran udara setelah menjalar disaluran udara
kemudian menuju transforrnator tetapi terlebih dahulu akan di “potong” oleh lightning
arrester seperti tampak pada gambar 9.4
Walaupun gelombang petir ini telah di “potong” oleh lightning arrester dan isolasi
transformator telah diperhitungkan terhadap gelombang petir yang terpotong, namun hal
ini tetap menimbulkan “Stress” didalam isolasi transformator. Apabila pemotongan
gelombang ini oleh lightning arrester kurang sempurna maka gelombang petir ini bisa
lebih besar yang sampai di transformator dan dapat menjebolkan isolasi lilitan
transformator dan akhirnya menimbulkan gangguan pada transformator.
Gangguan ini merupakan gangguan di dalam transformator yaitu apabila
disebabkan hubung singkat di dalam lilitan transformator. Walaupun hubung singkat itu
sesungguhnya disebabkan gangguan luar (petir) yang menjalar ke dalam transformator.
Proses ini mungkin juga tidak bersifat seketika artinya tidak seketika ada petir yang
menyambar saluran udara lalu transformator yang arresternya kurang baik langsung
jebol isolasinya. Hal ini tentu saja tergantung kepada sampai berapa juh arrester bekerja
“kurang baik”.
Gambar 9.4 : Gelombang Petir Yang Dipotong Oleh Lighting Arrester
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 101
9.5 Pengaman Sistem Distribusi
Sehubungan dengan pentanahan Jaringan Distribusi, maka umumnya feeder
distribusi yang keluar dari GI dilengkapi dengan :
a. Relay Arus Lebih
b. Relay Arus Hubung Tanah
Apabila diujung feeder distribusi yang keluar dari GI ada sumber daya (Pusat
Listrik) maka Relay Arus Lebih dan Relay Arus Hubung Tanah tersebut diatas harus
bersift power directional. Apabila feeder distribusi adalah SUTM dan bersifat radial,
tidak ada sumber daya diujungnya, maka dipasang pula relay untuk Auto Reclosing
(Penutup Balik). Karena jumlah gangguan per km per tahun pada SUTM adalah tinggi
maka untuk dapat melokalisir gangguan secepat mungkin sering kali SUTM dibagi atas
beberapa seksi yang mempunyai pengaman sendiri dengan harapan apabila ada
gangguan pada salah satu seksi, gangguan tidak akan merembet kepada seksi yang ada
didepannya. Selektifitas antar seksi dapat dilakukan dengan menggunakan Relay Arus
Lebih untuk setiap seksi serta menggunakan time grading.
Namun seperti telah diuraikan, kesulitan menggunakan Relay Arus Lebih dengan
time grading adalah timbulnya akumulasi waktu. Akumulasi waktu ini dapat dikurangi
apabila dipakai Relay Arus Lebih dengan karakteristik invers, namun kesulitan ini tidak
teratasi apabila besarnya arus gangguan pada setiap seksi tidak cukup berbeda untuk
menyelenggarakan time grading. Untuk mengatasi persoalan ini dipakai Pemisah Seksi
Otomatis dan juga sekering-sekering (pelebur-pelebur) pada seksi-seksi SUTM seperti
ditunjukkan pada gambar 9.5 dan gambar 9.6. Sekering biasanya dipasang pada cabang
dan SUTM dari pada Transformator Distribusi seperti terlihat pada gambar 9.7.
Gambar 9.5 : SUTM Radial Dengan Tiga Pemisah Seksi Otomatis (PSO)
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 102
Pemisah Seksi Otomatis (PSO) dapat disetel Normally Open atau Normally
Closed. PSO bekerja membuka atau menutup berdasarkan tegangan yang diterimanya,
jadi peiginderaannya (sensing) adalah atas dasar tegangan dan dapat disetel time
delaynya (waktu tundanya). Apabila disetel normally closed, PSO akan menutup
apabila menerima teganan setelah melalui time delay-nya. Sebaliknya apabila disetel
normally open, PSO akan menutup setelah tegangan hilang untuk waktu yang
melampaui time delay-nya.
Gambar 9.6 : SUTM Dalam Ring Dengan Lima Pemisah Seksi Otomatis (PSO)
Gambar 9.7 : Penggunaan Sekering Dalam Jaringan Tegangan Menengah
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 103
BAB X PELAKSANAAN DAN PENGENDALIAN OPERASI
10.1 Persiapan Sebelum Pelaksanaan Operasi
Sebelum rencana operasi ini dilaksanakan, perlu dilakukan persiapan-persiapan
yang terutama bersifat pengkajian terakhir atas rencana operasi yang telah disusun,
apakah sesuai dengan situasi sistem yang mutakhir. Karena sejak rencana operasi
disusun hingga rencana tersebut akan dilaksanakan, mungkin telah terjadi perubahanperubahan
dalam sistem sehingga rencana operasi yang telah disusun perlu disesuaikan
dengan situasi sistem yang mutakhir.
Perencanaan Operasi Sistem Tenaga Listrik seperti diuraikan dalarn sebelumnya
merupakan persiapan yang utama yang harus dilakukan sebelum mengoperasikan
Sistem Tenaga Listrik. Dalam sebelumnya telah disebutkan bahwa ada Rencana Operasi
Tahunan sampai dengan Rencana Operasi Harian yang kemudian dilaksanakan dalam
waktu yang berjalan atau dalam bahasa Inggris disebut real time. Pelaksanaan operasi
didalam real time adalah pelaksanaan Rencana Operasi Harian dan apabila terjadi
penyimpangan terhadap Rencana Operasi Harian maka penyimpangan ini harus
dikendalikan dalam Real Time Operation dengan mengikuti pedoman-pedoman operasi
yang dalam bahasa Inggris disebut Standing Operation Procedures biasanya disingkat
S.O.P.
Operasi Sistem Tenaga Listrik berlangsung 24 jam sehari sehingga perlu ada
Operator Sistem Tenaga Listrik (yang dalam bahasa Inggris disebut Dispatcher) yang
bekerja secara bergiliran 24 jam sehari. Biasanya ada 3 regu dalam 24 jam. Setiap regu
yang akan menggantikan regu sebelumnya haruslah mengadakan persiapan- persiapan
sebelum melakukan tugasnya yaitu melaksanakan Rencana Operasi Harian dalam Real
Time. Persiapan-persiapan yang harus dilakukan adalah :
a. Mempelajari Rencana Operasi Harian, baik yang menyangkut rencana
pembangkitan maupun yang menyangkut rencana penyaluran.
b. Mempelajari penyimpangan-penyimpangan yang telah terjadi terhadap Rencana
Operasi Harian, terutasna yang menyangkut gangguan yang terjadi dalam sistem.
c. Mempelajari pekerjaan-pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan yang dilakukan
dalam sistem khususnya yang memerlukan manuver jaringan. Apabila ada
perubahan jaringan maka hal ini memerlukan perhatian khusus agar jangan sampai
timbul kesulitan dalam operasi disebabkan ada hal-hal yang “kelupaan”.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 104
d. Mengecheck kesiapan fasilitas untuk operasi seperti alat-alat telekomunikasi,
telemetering dan telecontrol sehingga Dispatcher yang akan melakukan tugas
mengetahui kondisi fasilitas tersebut yang sangat diperlukan untuk melaksanakan
tugasnya.
10.2 Pelaksanaan Operasi
Setelah melakukan persiapan tersebut diatas maka kemudian Dispatcher
melakanakan tugasnya yaitu seperti yang tercantum dalam Rencana Operasi Harian.
Jika ada penyimpangan yang terjadi terhadap Rencana Operasi Harian misalnya beban
yang sesungguhnya terjadi melebihi yang diperkirakan dalam Rencana, maka
Dispatcher harus mengatasinya dalam Real Time. Begitu pula apabila terjadi gangguan
maka Dispatcher juga harus mengatasinya dalam Real Time.
Pelaksanaan dari apa yang tercantum dalam Rencana Operasi Harian dilakukan
oleh Dispatcher dengan jalan memerintahkan alokasi pembebanan unit pembangkit
kepada Dispatcher Area (hirarchi ke-2) oleh Dispatcher Pusat Pengatur Beban, yang
biasanya disingkat sebagai Dispatcher P2B (hirarchi ke-1), sedangkan perintah
pembebanannya kepada Pusat Listrik yang bersangkutan dilakukan oleh Dispatcher
Area.
Begitu pula dalam hal penyaluran, perintah pemasukan dan pengeluaran PMT dari
SUTT maupun dari unit pembangkit dilakukan oleh Dispatcher Area langsung kepada
operator Gardu Induk atau operator Pusat Listrik, tetapi kalau hal ini mempengaruhi
aliran atau neraca daya sistem Jawa secara keseluruhan maka Dispatcher Area perlu
berkonsultasi terlebih dahulu dengan Dispatcher P2B. Uraian diatas menggambarkan
secara singkat pembagian tugas dalam pelaksanaan operasi antara Dispatcher P2B dan
Dispatcher Area atau antara dua hirarchi control yang berlaku dalam operasi sistem
Jawa.
Gambar 10.1 : Gambar Dua Kontrol Hirarki Di Jawa
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 105
Hirarchi control ke-1 (lihat gambar 10.1) yaitu Pusat Pengatur Beban (P2B) di
Gandul mempunyai tugas utama yang berkaitan dengan alokasi pembebanan unit-unit
pembangkit (manajemen energi) sedangkan hirarchi control ke-2 yaitu Unit Pengatur
Beban atau Area mempunyai tugas utama untuk menyelenggarakan switching
operations dan membantu Pusat Pengatur Beban di Gandul dalam menyelenggarakan
alokasi pembebanan khususnya yang menyangkut perincian pembebanan unit-unit
pembangkit yang kecil.
10.3 Pengendalian Operasi
Rencana operasi yang telah disusun, walaupun telah disesuaikan atau dikoreksi
dengan memperhatikan situasi sistem yang mutakhir seperti yang telah diuraikan, dalam
pelaksanaannya, dalam operasi real time, pasti masih menemui perbedaan dengan
kenyataan sesungguhnya dalam sistem. Untuk mengatasi perbedaan ini maka perlu
dilakukan langkah pengendalian operasi sistem tenaga listrik.
Seperti yang telah diuraikan, pelaksanaan operasi dilakukan dengan melaksanakan
alokasi pembebanan seperti tersebut dalam Rencana Operasi Harian. Penyimpanganpenyimpangan
yang terjadi terhadap Rencana Operasi Harian memerlukan pengendalian
yang cepat dalam Operasi Real Time. Penyimpangan-penyimpangan ini pada umumnya
adalah :
a. Beban yang sungguhnya terjadi dalam sistem tidak sama dengan yang
diperkirakan dalam Rencana Operasi Harian, bisa lebih kecil tapi bisa juga lebih
besar. Apabila lebih kecil maka dapat dilakukan penghematan/pengurangan
pembangkitan dibandingkan terhadap yang direncanakan. Sebaliknya jika beban
yang terjadi lebih besar maka perlu ada penambahan pembangkitan dibandingkan
terhadap yang direncanakan. Untuk itu perlu digunakan cadangan pembangkitan
baik cadangan berputar dan kalau perlu cadangan dingin.
b. Unit pembangkit yang diperhitungkan siap operasi dalam Rencana Operasi Harian
ternyata mengalami gangguan atau kerusakan sehingga tidak siap operasi. Dalam
keadaan demikian perlu digunakan cadangan berputar yang masih tersedia
maupun cadangan dingin kalau memang diperlukan.
c. Ada peralatan penyaluran seperti Saluran Udara atau Transformator yang dalam
Rencana Operasi Harian dianggap siap operasi ternyata mengalami gangguan atau
kerusakan sehingga tidak siap operasi. Apabila hal ini menimbulkan kesulitan
penyaluran misalnya karena timbul beban lebih pada salah satu bagian instalasi
atau bahkan ada bagian dari sistem yang mengalami pemadaman, maka perlu
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 106
dilakukan langkah-langkah operasionil untuk mengatasi hal ini, yaitu dengan
memindahkan beban dari tempat yang padam atau yang menimbulkan beban lebih
ketempat yang lain selama keadaan memungkinkan. Pemindahan beban semacam
ini pada umumnya memerlukan koordinasi dengan Pengatur Distribusi.
d. Ada gangguan temporer misalnya karena petir yang menyebabkan sebagian dari
sistem padam bahkan jika koordinasi kerja relay kurang baik bagian dari sistem
yang padam bisa cukup luas bahkan mungkin pula bisa terjadi bah sis tern pa dam
total. Gangguani sernacam mi hams segera diatasi dalam operasi Real Time dan
untuk bisa mengatasi hal ini perlu ada Pedoman Operasi yang jelas serta
diperlukan kecakapan dan ketabahan dari Dispatcher. Untuk dapat mengendalikan
sistem terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi seperti tersebut diatas
khususnya yang tersebut dalam butir VII.3.d. Perlu ada Pedoman Operasi
(Standing Operation Procedures/SOP) yang jelas serta sesuai dengan kondisi
sistem. Pedoman Operasi ini perlu diperbaiki secara terus-menerus sesuai dengan
perkembangan sistem.
10.4 Pedoman-Pedoman Operasi
Agar operasi sistem tenaga listrik berlangsung dengan tertib, perlu disusun
Pedoman-pedoman Operasi secara tertulis. Pedoman ini kemudian digunakan oleh
mereka yang bertugas mengoperasikan sistem tenaga listrik, terutama para dispatcher.
Pedoman-pedoman Operasi seperti yang telah disinggung dalam pasaj VII.3. harus
mencakup pedoman mengenai :
a. Urutan prioritas unit pembangkit yang harus dijalankan atau dihentikan (merit
order).
b. Beban maksimum dan minimum yang diperbolehkan bagi setiap unit pembangkit.
c. Konfigurasi jaringan dalam keadaan normal.
d. Batas-batas kewenangan operasi antar kesatuan PLN P2B maupun ke kesatuan
PLN di luar PLN P2B.
e. Hal-hal yang harus dilakukan pada waktu mengatasi gangguan seperti :
- Prioritas pengiriman tegangan.
- Saluran-saluran yang dipakai untuk mengirim dan menerima tegangan.
- Beban yang tidak boleh dilepas baik dari segi prioritas maupun untuk
mengimbangi arus kapasitif pada waktu beban kecil.
f. Prosedur memberi laporan dan perintah operasi baik dalam keadaan sistem normal
maupun sistem terganggu.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 107
g. Prosedur membebaskan tegangan untuk pelaksanaan suatu pekerjaan dalam
instalasi.
h. Penggunaan fasilitas telekomunikasi, telemetering dan telecontrol
i. Tata cara berkomunikasi baik dalam lingkungan PLN P2B maupun dengan
satuan-satuan PLN diluar PLN P2B dan juga dengan pihak diluar PLN.
Selain Pedoman-pedoman Operasi yang bersifat umum seperti tersebut diatas
masih diperlukan Pedoman-pedornan Operasi yang bersifat khusus, yaitu apabila ada
peristiwa-peristiwa khusus yang memerlukan peningkatan keandalan operasi seperti
Sidang Umum MPR, Pidato Kenegaraan dari Bapak Presiden dan lain-lain. Pedomanpedoman
Operasi perlu diperbaiki secara terus-menerus sesuai dengan perkembangan
sistem. Pedoman-pedoman Operasi yang tidak sesuai lagi dengan keadaan sistem sering
kali menimbulkan kesulitan diwaktu mengatasi gangguan. Oleh karenanya setiap
gangguan khususnya gangguan yang besar perlu dianalisa. Analisa ini antara lain
metiputi masalah apakah relay bekerja dengan baik serta apakah Pedoman-pedoman
Operasi perlu diperbaiki.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 108
BAB XI PENGATURAN TEGANGAN
11.1 Pengaturan Tegangan Arus Dan Daya
Tegangan, arus dan daya adalah besaran-besaran pada saluran transmisi yang
diamati untuk keperluan operasi sistem tenaga listrik. Berdasarkan pengamatan atas
besaran-besaran ini kemudian dilakukan langkah-langkah pengaturan operasi agar
saluran transmisi dapat dioperasikan secara optimum. Langkah-langkah pengaturan
operasi yang dilakukan adalah pengaturan sumber-sumber daya aktif maupun sumbersumber
daya reaktif.
Generator sebagai sumber daya aktif maupun sumber daya reaktif dapat diatur
keluarannya sebagaimana diuraikan sebelumnya. Daya aktif dan daya reaktif yang
dihasilkan suatu Pusat Listrik kemudian disalurkan melalui saluran transmisi. Hubungan
antara titik pengirim dan titik penerima pada saluran transmisi dinyatakan oleh
persamaan-persamaan :
VS = A VR + B IR
IS = C VR + D IR
Secara matriks kedua persamaan ini dapat ditulis sebagai berikut :
VS A B VR
=
IS C D IR
Dimana :
VS = Tegangan di titik pengirim
IS = Arus di titik pengirim
VR = Tegangan di titik penerima
IR = Arus di titik penerima
Hal ini ditunjukkan oleh gambar berikut :
Gambar 11.1 : Hubungan Antara Titik Pengirim Dan Titik Penerima Pada Saluran Transmisi
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 109
11.2 Hal Yang Mempengaruhi Pengaturan Tegangan
Dalam penyediaan tenaga listrik bagi para pelanggan, tegangan yang konstan
seperti halnya frekuensi yang konstan, merupakan salah satu syarat utama yang harus
dipenuhi. Oleh karenanya masalah pengaturan tegangan merupakan masalah operasi
sistem tenaga listrik yang perlu mendapat penanganan tersendiri. Pengaturan tegangan
erat kaitannya dengan pengaturan daya reaktif dalam sistem. Sistem Tenaga Listrik
terdiri dari banyak GI dan Pusat Listrik.
Dalam setiap GI maupun Pusat Listrik terdapat simpul (bus). Tegangan dari
simpul di GI dan tegangan dari simpul di Pusat Listrik bersama-sama membentuk profil
tegangan sistem. Berbeda dengan frekuensi yang sama dalam semua bagian sistem,
tegangan tidak sama dalam setiap bagian sistem. Sehingga pengaturan tegangan adalah
lebih sulit dibandingkan dengan pengaturan frekuensi. Kalau frekuensi praktis hanya
dipengaruhi oleh daya nyata dalam sistem, di lain pihak tegangan dipengaruhi oleh :
a. Arus penguat generator
b. Daya reaktif beban
c. Daya reaktif yang didapat dalam sistem (selain generator), misalnya dari
kondensator dan dari reaktor
d. Posisi tap transformator.
Mengatur tegangan pada suatu titik (simpul) dalam sistem akan lebih mudah
apabila di titik tersebut ada sumber daya reaktif yang bisa diatur, hal ini juga merupakan
hal yang berbeda dengan pengaturan frekuensi, karena frekuensi dapat diatur dengan
mengatur sumber daya nyata yang ada di mana saja dalam sistem. Dalam sistem tenaga
listrik ada dua variabel yang dapat diatur secara bebas, disebut variabel pengatur
(control variabel), yaitu daya nyata (MW) dan daya reaktif (MVAR). Seperti telah
diuraikan di atas, pengatur daya nyata akan mempengaruhi frekuensi, sedangkan
pengaturan daya reaktif akan mempengaruhi tegangan. Butir a sampai d tersebut diatas
adalah cara untuk mengatur daya reaktif yang harus disediakan dalam sistem.
Pengaturan daya reaktif terutama akan mempengaruhi tegangan sistem. Secara singkat
dapat dikatakan bahwa :
MW merupakan variabel pengatur frekuensi
MVAR merupakan variabel pengatur tegangan
Dilain pihak, beban dalam sistem mengambil daya aktif dan daya reaktif dari
sistem. Beban tidak bisa diatur karena tergantung kepada kebutuhan banyak pelanggan
yang mempergunakan tenaga listrik dari sistem.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 110
Secara pengetahuan kontrol, beban merupakan variabel pengganggu (disturbance
variabel).Di samping variabel pengatur dan variabel pengganggu tersebut di atas ada
variabel yang diatur (state variabel) dan dapat dibaca dengan mudah dari alat ukur,
variabel yang diatur dalam sistem adalah frekuensi dan tegangan. Dalam operasi sistem
tenaga listrik diinginkan agar variabel yang diatur mempunyai nilai konstan walaupun
ada perubahan beban (variabel pengganggu). Untuk mempertahankan variabel yang
diatur pada nilai konstan, diperlukan pengaturan dan ini berarti harus ada perubahan
nilai dari variabel pengatur.
11.3 Alokasi Daya Reaktif Yang Optimum
Alokasi daya reaktif yang tepat dalam sistem bisa menghasilkan kondisi optimum,
yaitu kondisi dengan rugi-rugi transmisi yang minimum. Tidak semua simpul dalam
sistem bisa menghasilkan daya reaktif, sedangkan rugi-rugi transmisi dipengaruhi letak
beban dalam sistem, hal ini merupakan persoalan utama dalam menyelesaikan alokasi
daya reaktif yang optimum.
Besarnya daya reaktif pada simpul-simpul yang mempunyai sumber daya reaktif
diatur, maka bisa didapat profil tegangan sistem yang menimbulkan rugi-rugi yang
minimal dalam sistem. Alokasi daya reaktif yang demikian merupakan alokasi daya
reaktif yang optimum dalam arti merupakan alokasi daya reaktif yang menghasilkan
rugi-rugi daya yang minimal dalam sistem. Dalam mencari kondisi optimum ini batasbatas
kemampuan sumber daya reaktif serta letak sumber daya reaktif merupakan
kendala yang harus dihadapi. Telah disebutkan bahwa variabel pengatur yang dapat
mengatur daya reaktif dalam sistem adalah :
a. Asus Penguat Generator, selanjutnya dalam analisa daya reaktif yang dibahas
adalah hasil pengaturan Arus Penguat Generator, yaitu Daya Reaktif yang keluar
dari generator bahkan pada simpul-simpul yang terdapat generator dengan
pengatur tegangan otomatis, tegangan rel dianggap sebagai variabel pengatur
b. Kapasitor dan Reaktor variabel yang ada pada simpul-simpul tertentu dalam
sistem
c. Posisi Tap dan Transformator, perubahan posisi Tap Transformator sesungguhnya
tidak merubah produksi daya reaktif, tetapi merubah impedansi jalur yang dilalui
daya teaktif.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 111
BAB XII SARANA OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK
12.1 Lalu-Lintas Data Dan Informasi
Sistem tenaga listrik yang terdiri dari banyak GI dan banyak Pusat Listrik,
pengoperasiannya dikoordinir oleh Pusat Pengatur Beban yang dalam bahasa Inggris
disebut System Control Centre atau Load Dispatch Centre. Dalam pelaksanaan operasi
ini timbul lalu lintas data dan informasi antara Pusat Pengatur Beban dengan gardugardu
induk dan Pusat-pusat Listrik yang ada dalam kawasan operasinya.
Pelaksanaan dan pengendalian operasi didasarkan pada rencana operasi.
Dispatcher dan Pusat Pengatur Beban memberikan perintah operasionil kepada Pusat-
Pusat Listrik dalam sistem seperti berapa daya yang harus dibangkitkan dan juga kepada
operator-operator GI misalnya mengenai pengaturan tap transformator untuk keperluan
pengaturan tegangan. Sebaliknya operator Pusat-pusat Listrik dan operator GI
melaporkan kepada dispatcher mengenai pelaksanaan perintah dispatcher serta
kesulitan-kesulitan operasionil yang dihadapi terutama apabila terjadi gangguan. Dari
uraian ini terlihat adanya laiu lintas data dan informasi antara dispatcher dan operator
Pusat Listrik serta operator GI. Apabila ada 2 control hirarchi-maka juga ada laiu lintas
data dan informasi antar dispatcher dan Pusat-pusat Pengatur Beban. Yang
dimaksudkan dengan informasi adalah hasil pengolahan data yang memberikan suatu
pengertian.
Makin besar suatu sistem tenaga listrik yang dioperasikan makin banyak data dan
informasi yang lalu-lalang dan juga data dan informasi ini menyangkut biaya operasi
sistem tenaga listrik yang paling besar yaitu biaya bahan bakar. Oleh karenanya dalam
mengoperasikan sistem tenaga listrik haruslah ada sarana untuk lalu-lintas data dan
informasi operasi yang diperlukan untuk memonitor situasi operasi serta dan informasi
operasi yang diperlukan untuk memonitor situasi operasi serta untuk mengambil
langkah-langkah operasionil. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam masalah
lalulintas data dan informasi untuk keperluan operasi sistem tenaga listrik adalah :
a. Kecepatan dan kemudahan memperoleh data dan informasi yang diperlukan setiap
saat.
b. Cara-cara penyajian data dan informasi bagi dispatcher, sehingga dispatcher dapat
cepat mengerti serta menarik kesimpulan mengenal situasi dalam sistem,
kemudian dispatcher dapat segera memerintahkan atau melakukan tindakan
operasionil. Untuk keperluan penyajian data selain dibutuhkan perangkat keras
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 112
(hardware) juga diperlukan perangkat lunak (soft ware) agar data dan informasi
dapat disajikan kepada dispatcher dalam bentuk-bentuk yang diperlukan untuk
mengambil langkah operasionil.
c. Keandalan saluran data dan informasi, karena terganggunya saluran data dan
informasi akan langsung mengganggu jalannya operasi sistem tenaga listrik
karena dispatcher tidak dapat mengetahui keadaan sistem tenaga listrik secara
tepat.
d. Kualitas data dan informasi perlu dijaga, jangan ada data atau informasi yang
kurang jelas sehingga menyulitkan dispatcher untuk mengambil langkah
operasionil.
Berdasakan uraian di atas maka sarana yang utama untuk operasi sistem tenaga listrik
adalah :
1. Sistem telekomunikasi untuk keperluan penyaluran data dan informasi.
2. Alat-alat pengolah data untuk menyimpan serta mengolah data dan informasi dari
sistem tenaga listrik.
3. Perangkat lunak atau software untuk mengolah data dan informasi agar dapat
disajikan dalam bentuk-bentuk yang diperlukan untuk mengambil langkah
operasionil.
Gambar 12.1 : Organisasi Pusat Pengaturan Beban Serta Lalu-Lintas Data & Informasi Operasionil
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 113
12.2 Control Hirarchi
Apabila data dan informasi yang harus diolah dalam sistem tenaga listrik menjadi
banyak sekali, untuk menjaga agar data dan informasi dapat selalu ditanggapi secara
cepat, seringkali diperlukan lebih dari sebuah Pusat Pengatur Beban dengan tingkat
kewenangan operasi yang berbeda atau dikatakan sebagai perlu ada lebih dari satu
Control Hirarchi. Dan gambar 12.1 nampak bahwa data dan informasi dari Gardu-gardu
Induk dan Pusat-pusat Listrik dikirim dan terlebih dahulu ditampung di Area Control
Centres yang digambarkan sebagai Area I sampai dengan Area IV. Setelah data dan
informasi diseleksi di tingkat Area, kemudian data dan informasi tertentu saja yang
diteruskan ke Pusat Pengatur Beban Jawa. Dengan cara ini maka lalu lintas data dapat
dikurangi kesibukannya karena tidak semua data dan informasi dari Gardu Induk dan
Pusat Listrik perlu kirim ke Pusat Pengatur Beban Jawa. Namun dilain pihak perlu ada
tenaga manusia yang menangani masalah data dan informasi ditingkat Area.
Sistem kontrol semacam ini disebut sistem kontrol dengan dua hirarchi dimana
Pusat-pusat Listrik, Gardu-gardu Induk dan Saluran Transmisi dioperasikan oleh Pusat
Pengatur Beban Jawa bersama Area Control Centres sebanyak 4 buah. Dalam system
control dengan dua hirarchi harus ada pembagian tugas antara control centre yang ada
pada hirarchi pertama dengan control centre yang ada pada hirarchi kedua. Berdasarkan
pembagian tugas ini kemudian ditentukan apa saja yang perlu diteruskan ke hirarchi
pertama dan mana yang ditahan pada hirarchi kedua. Data dan informasi dari Gardu
Induk dan Pusat Listrik umumnya masuk ke Area
Control Centre (hirarchi kedua) terlebih dahulu sebagai contoh pada sistem Jawa
hirarchi pertama yaitu Pusat Pengatur Beban Jawa di Gandul mempunyai tugas utama
menyelenggarakan manajemen energi sedangkan Area Control Centres yang ada pada
hirarchi kedua mempunyai tugas utama menyelenggarakan switching operations.
Disamping itu hirarchi kedua bertugas pula membantu hirarchi pertama dibidang
manajemen energi yaitu yang menyangkut hal-hal yang mendetail. Misalnya untuk
kurun waktu tertentu oleh Pusat Pengatur Beban Jawa ditentukan pembangkitan PLT
untuk Area Control Centre tertentu, selanjutnya mengenai detail pembangkitannya
untuk setiap unit pembangkit PLTA Area Control Centre yang bersangkutan yang
menentukan. Uraian tersebut di atas menggambarkan dua Control hirarchi dalam
operasi sistem tenaga listrik yang menyangkut pembangkitan dan penyaluran. Untuk
sub sistem distribusi masih ada Pusat-pusat Pengatur Distribusi yang bertugas
mengelola operasi subsistem distsibusi untuk daerah tertentu. Secara operasionil Pusat
Pengatur Distribusi berhubungan dengan Area Control Centre.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 114
12.3 Sarana Telekomunikasi Dari Perusahaan Umum Telekomunikasi
Di Negara-negara Eropa untuk keperluan operasi sistem tenaga listrik, Perusahaan
Listrik banyak menggunakan sarana Telekomunikasi yang disediakan oleh Perusahaan
Telekomunikasi, sehingga Perusahaan Listrik tidak perlu banyak mengeluarkan biaya
investasi untuk keperluan sarana telekomunikasi. Di Indonesia keadaannya agak
benlainan, PLN relatih lebih banyak harus mengembangkan sistem telekomunikasinya
sendiri, khususnya untuk keperluan operasi, karena banyak gardu-gardu Induk dan
Pusat-pusat Listrik yang belum terjangkau oleh jaringan telekomunikasi milik-
Perusahaan Umum Telekomunikasi (Perumtel). Mengingat pentinganya sarana
telekomunikasi sebagai sarana pengendalian operasi sistem tenaga listrik, Perusahaan
Listrik selalu mempunyai sarana telekomunikasinya sendiri disamping sarana
telekomunikasi yang disewanya dari Perusahaan Telekomunikasi. PLN menyewa sarana
telekomunikasi dari Perumtel berupa :
a. Telepon
b. Telex
c. Leased Channel, yaitu saluran telekomunikasi antar kota yang di carter selama 24
jam sehari
d. Faximili
12.4 Sistem Radio
Sistem Radio banyak dipakai untuk keperluan komunikasi operasi sistem tenaga
listrik. Sistem Radio yang banyak dipakai adalah :
a. Sistem simplex, dengan satu atau dua frekuensi, yaitu frekuensi untuk penerima
(receiver) dan frekuensi untuk pengirim (transmitter). Sistem radio simplex
dengan satu atau dua frekuensi ini kebanyakan memakai modulasi frekuensi
sehingga distorsi relatif tidak banyak tetapi jarak komunikasi relatif pendek.
Untuk memperpanjang jarak komunikasi ini digunakan repeater. Repeater harus
diletakkan pada tempat yang tinggi dan seringkali pada tempat yang demikian
belum terjangkau oleh jaringan PLN sehingga perlu disediakan sumber tenaga
listrik secara khusus. Sistem radio simplex ini karena bisa didengar oleh banyak
operator GI atau operator Pusat Listrik justru memberikan keuntungan operasionil,
karena banyak operator dapat mengikuti pembicaraan mengenai apa yang terjadi
dalam sistem. Tetapi dilain pihak sistem radio simplex ini karena didengar oleh
banyak operator tidak dapat digunakan untuk pembicaraan yang bersifat rahasia.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 115
Penggunaan repeater memang memperluas jangkauan komunikasi tetapi risikonya
adalah apabila repeater terganggu maka komunikasi terhenti sama sekali.
b. Sistem duplex, selalu digunakan frekuensi yang lain antara penerima dan pengirim
walaupun tanpa repeater, sehingga penerima dan pengirim dapat berfungsi
bersamaan. Dibandingkan dengan sistem simplex sistem duplex memerlukan lebih
banyak alokasi frekuensi. Untuk keperluan komunikasi operasi pada umumnya
sistem radio simplex sudah mencukupi kebutuhan oleh karenanya banyak dipakai.
c. Sistem Single Side Band (SSB), yaitu sistem radio dengan modulasi amplitudo dan
seperti namanya (single side band) yang dipakai hanya salah satu band, uper atau
lower side band. Sistem radio dengan modulasi amplitudo kualitas suaranya tidak
sebaik yang menggunakan modulasi frekuensi tetapi jangkauannya lebih jauh.
Sistem radio SSB ini relatif jarang dipakai untuk keperluan operasi STL.
12.5 Sistem Power Line Carrier
Sistem telekomunikasi yang menggunakan SUTT sebagai saluran, biasa disebut
Power Line Carrier (PLC) dan hanya dipakai dilingkungan perusahaan listrik. Dalam
sistem PLC, sinyal telekomunikasi disalurkan melalui SUTT. Jadi SUTT selain dipakai
untuk menyalurkan energi listrik juga dipakai untuk menyalurkan sinyal
telekomunikasi. Sinyal telekomunikasi yang disalurkan adalah untuk pembicaraan dan
juga untuk data. Untuk keperluan ini harus ada peralatan khusus yang berfungsi
memasukkan (mencampur) dan mengeluarkan (memisahkan) sinyal telekomunikasi di
ujung-ujung SUTT dan frekuensi 50 Hertz yaitu frekuensi energi listrik yang disalurkan
melalui SUTT. Secara skematis proses pencampuran dan pemisahan ini dilakukan
dengan peralatan yang digambarkan pada gambar 12.2
Suara dan data dikirim maupun diterima melalui pesawat transceiver TX/RX yang
menggunakan cara modulasi amplitudo Single Side Band (SSB). Lebar bidang yang
disediakan untuk setiap kanal umumnya 4000 Hertz dengan pembagian 0 sampai
dengan 2000 Hertz untuk suara dan dari 2001 sampai dengan 4000 Hertz untuk data.
Sedangkan frekuensi dari gelombang pembawa berkisar antara 30 Kilo Hertz sampai
500 Kilo Hertz. Sinyal yang keluar dari pesawat pemancar (transmitter) TX seperti
terlihat pada gambar 12.2 kemudian melalui coaxial cable sampai pada Line Matching
Unit yang perlu di tune agar match dengan impedansi karakteristik SUTT antara kedua
GI sehingga diperoleh transfer daya yang maksimal antara kedua transceiver. Dan Line
Matching Unit sinyal masuk ke bagian tegangan tinggi melalui Coupling Capacitor
untuk selanjutnya melalui Line Matching Unit terus ke pesawat penerima (receiver) RX.
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 116
12.6 Sentral Telepon Lokal Otomat (STLO)
Agar saluran telekomunikasi baik yang berupa saluran dari Perusahaan Umum
Telekomunikasi, PLC atau Saluran Radio dapat dimanfaatkan oleh sebanyak mungkin
orang, maka pada ujung-ujung saluran ini dipasang Sentral Telepon Lokal Otomat
(STLO) seperti ditunjukkan oleh gambar 12.3
Dalam praktek terdapat lebih dari dua buah STLO yang satu sama lain juga
dihubungkan oleh lebih dari satu saluran telekomunikasi. Untuk keperluan operasi
sistem tenaga listrik jaringan PLC seringkali dilengkapi dengan STLO yang mempunyai
fasilitas untuk memblokir penggunaan saluran telekomunikasi agar dapat dipakai oleh
petugas operasi (dispatcher) yang mendapat prioritas pertama dalam menggunakan
saluran telekomunikasi PLC.
Gambar 12.2 : Bagan Hubungan Rangkaian PLC Dengan SUTT
Gambar 12.3 : Bagan Dua Buah STLO Yang Dihubungkan Dengan Sebuah Saluran Telekomunikasi
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 117
12.7 Software Dari System Control And Data Aquisition
Komputer yang digunakan untuk operasi sistem tenaga listrik dan ditempatkan di
Pusat Pengatur Beban, mempunyai tugas utama menyelenggarakan supervisi dan
pengendalian atas operasi sistem tenaga listrik. Untuk menyelenggarakan tugas
supervisi dan pengendalian operasi ini, komputer mengumpulkan data dan informasi
dari sistem yang kemudian diolah menurut prosedur dan protokol tertentu. Prosedur ini
diatur oleh software komputer. Fungi komputer semacam ini dalam bahasa Inggris
disebut Supervisory Control And Data Aquisition (SCADA).
Komputer yang ada di Control Centre mengadakan kontak dialog dengan setiap
Remote Terminal Unit secara bergilir dengan periode waktu tertentu. Periode waktu ini
kurang lebih 10 detik, ini berarti bahwa data yang disajikan oleh komputer dalam
control centre diperbaharui setiap 10 detik. Proses dialog secara bergilir ini sering
disebut dalam bahasa Inggris sebagai proses scaning dan scaning time adalah kira-kira
10 detik seperti tersebut diatas. Pada saat sebuah RTU mendapat giliran berdialog
dengan komputer dari Control Centre, maka RTU menyampaikan data-data
pengamatannya yang mutakhir kepada komputer melalui saluran telekomunikasi.
Software dan RTU mengatur agar hanya besaran-besaran yang mengalami perubahan
yang dilaporkan kepada komputer di Control Centre, dengan demikian lalu-lintas data
dalam saluran telekomunikasi dapat dikurangi kepadatannya. Kalau terjadi gangguan
dalam sebuah GI atau Pusat Listrik maka kejadian gangguan ini dicatat oleh RTU yang
bersangkutan dalam daftar laporannya kepada komputer Control Centre, tercatat paling
atas, yang berarti akan menjadi laporan pertama pada saat RTU mendapat giliran
berdialog dengan komputer.
Dalam proses scaning antara komputer Control Centre dengan RTU dimana
proses ini merupakan proses Master and Slave, RTU baru mengirimkan data setelah ditanya
oleh (Master) Computer dari control Centre. Jika proses scaning untuk mengambil
data telemetering sedang berlangsung, kemudian ada sinyal Load Freqaency Control
yang keluar dari Computer Control Centre, maka proses telemetering diinterupsi untuk
memberikan kesempatan sinyal Load Frequency Control yang mempunyai prioritas
lebih tinggi daripada sinyal telemetening. Prioritas yang paling tinggi dalam System
Control and Data Aquisition (SCADA) diberikan kepada sinyal telecontrol yaitu untuk
membuka dan menutup PMT.
Data yang dlidapat dari pengukuran dapat dikembangkan untuk menghitung
besaran pengukuran ditempat-tempat lain dengan menggunakan program state
estimation. Misalnya untuk besaran MW yang menuju dan keluar dari sebuah GI tidak
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 118
perlu semuanya diukur cukup beberapa saja asal diingat bahwa jumlah daya yang masuk
= jumlah daya yang keluar dari GI tersebut maka beberapa besaran MW lainnya dapat
dihitung. Begitu pula dengan membandingkan beberapa hasil pengukuran dapat
dilakukan pengecekan apakah data mengenai posisi dari PMT betul atau tidak, hal ini
dilakukan dengan menggunakan program topology.
Ada pula program extended real time yaitu program untuk membuat simulasi dari
suatu keadaan dalam jaringan dengan menggunakan data real time, misalnya bagaimana
aliran daya akan berubah apabila salah satu penghantar dikeluarkan dari operasi.
Program ini disebut Security Assesment Program dan diperlukan untuk memperkirakan
apa yang akan terjadi dalam jaringan sebelum suatu izin pelepasan penghantar diberikan
dalam rangka perkerjaan pemeliharaan atau perbaikan. Software online yang banyak
dipakai SCADA untuk keperluan pengaturan pembangkitan dan penyaluran adalah
Load Frquency Control dan Economic Load Dispatch. Juga sedang dikembangkan
software untuk injeksi daya reaktif agar dicapai rugi-rugi transmisi yang niinimal.
12.8 Program-Program Off Line
Pusat Pengatur Beban yang harus mengendalikan sistem yang besar dan
mempunyai fasilitas komputer on line bagi SCADA, biasanya juga mempunyai fasilitas
komputer off line bagi keperluan perencanaan operasi, analisa hasil-hasil operasi serta
untuk keperluan evaluasi keadaan operasi dimasa yang akan datang. Fasilitas komputer
off line ini biasanya dilengkapi dengan program-program (software) sebagai berikut :
A. Program Load Flow
Program ini dipergunakan untuk membuat analisa load flow (aliran daya) dengan
rnemasukkan data beban GI dan data pembangkitan unit-unit pembangkit kedalam
konfigurasi jaringan yang dikehendaki. Kemudian sebagai hasilnya dapat dilihat
aliran daya serta profil tegangan yang terjadi dalam sistem. Hasil ini perlu
dianalisa bagian mana saja dari sistem yang mengalami kerawanan misalnya
mendekati beban lebih (oveload) atau tegangannya terlalu redah serta langkahlangkah
apa yang harus dilakukan untuk mengatasi kerawanan ini.
B. Program Contingency
Seperti program load flow namun dilengkapi dengan kemungkinan untuk
membuat simulasi pelepasan berbagai elemen sistem. Program ini juga
menyerupai program Security Assesment seperti yang diuraikan sebelumnya,
tetapi dapat menggunakan data-data off line. Program ini dipakai sebagai
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 119
kelanjutan hasil program load flow untuk memperhitungkan berbagai kondisi
yang mungkin terjadi dalam sistem dimasa yang akan datang dengan melakukan
bebagai contingency.
C. Program Arus Hubung Singkat
Program ini dipergunakan untuk menghitung arus hubung singkat tiga fasa dan
satu fasa ke tanah pada berbagai tempat dalam sistem untuk berbagai kondisi
operasi. Hasil perhitungan dari program ini dipergunakan untuk mengecheck
apakah kemampuan memutus arus hubung singkat dati PMT masih cukup atau
tidak. Selain itu juga hasil perhitungan arus hubung singkat dipergunakan untuk
menyetel relay dalam sistem.
12.9 Penyajian Data Operasi
Data dan informasi berasal dari Gardu-gardu Induk serta Pusat-pusat Listrik
dalam sistem dikumpulkan di Komputer yang ada di Pusat Pengatur Beban kemudian
disajikan dalam berbagai bentuk melalui peripheral komputer. Penyajian ini perlu
disesuaikan dengan keperluan operasi sebagai yang lazimnya diperlukan oleh operator
sistem (dispatcher). Data yang telah dikumpulkan dengan mengikuti prosedur yang
diatur oleh software komputer kemudian perlu disajikan melalui berbagai peripheral
komputer antara lain, melalui Videol Display Unit (VDU) yang dalam bahasa Indonesia
disebut Layar Monitor. Penyajian data ini juga diatur oleh software komputer. Untuk
keperluan pengoperasian sistem, software komputer umumnya mampu menyajikan data
ini dengan cara-cara sebagai beikut :
A. Data Real Time
Semua data yang mutakhir harus dapat disajikan melalui Layar Monitor. Apabila
dikehendaki dapat dicetak oleh Printer. Disamping itu data tertentu disusun
melalui program komputer dapat disajikan secara kontinyu melalui Plotter adalah
data yang memerlukan perhitungan, misalnya jumlab MW yang dibangkitkan
dalam sistem. Sedangkan data yang disajikan melalui Recorder adalah data yang
tidak melalui proses perhitungan, misalnya tegangan dari salah satu rel dalam
sistem.
B. Data Periodik
Data tertentu dalam sistem misalnya arus dan Transformator dapat diperoleh
komputer agar disajikan secara periodik oleh Printer, misalnya satu jam sekali.
Biasanya ada Printer khusus untuk keperluan ini dan dalam bahasa Inggris disebut
Pengantar Teknologi SCADA
Halaman 120
Cyclic Logger. Data yang akan diamati secara periodik bisa dipilih melalui
program komputer.
C. Data Pelampauan Batas
Apabila ada batas yang dilampaui, misalnya batas arus sebuah penghanar tidak
dilampaui, maka peristiwa membunyikan alarm dalam ruang operasi dan langsung
mencetak data mengenai pelampauan batas melalui Printer. Biasanya ada Printer
khusus untuk keperluan ini yang dalam bahasa Inggris disebut Event Logger. Nilai
mencapai batas suatu besaran yang diawasi, dalam bahasa Inggris disebut
Threshold Value, dapat diprogram melalui komputer. Data mengenai kejadian
pelampauan batas ini juga bisa dilihat melalui Layar Monitor (VDU).
D. Data Perubahan Status
Perubahan status PMT dari status masuk menjadi status keluar atau sebaliknya,
baik hal ini terjadi karena relay maupun atas tindakan operator harus selalu
membunyikan alarm diruang operator dan dicetak datanya oleh Event Logger
seperti halnya kejadian Pelampauan Batas. Juga data mengenai hal ini harus dapat
dilihat melalui Layar Monitor (VDU).
E. Data Masa Lalu
Data masa lalu perlu disimpan dalam memori komputer dan kalau perlu bisa
dilihat kembali melalui Layar Monitcr (VDU) atau dicetak melalui Printer. Untuk
menghemat memori komputer perlu ada pembatasan mengenai data masa lalu
yang akan disimpan dalam memori Komputer misalnya sampai dengan data 24
jam yang lalu.
F. Load Frequency Control
Jika ada program Load Frequency Control (LFC) maka dari program ini harus
bisa disajikan melalui Layar Monitor (VDU) dan melalui Printer data dan
Informasi sebagai berikut :
1. Nilai Frekuensi yang diinginkan
2. Nilai Frekuensi yang sesungguhnya terjadi serta penyimpangannya terhadap
nilai yang diinginkan
3. Nilai daya nyata dan daya reaktif yang mengalir melalui Saluran
Penghubung (tie Line) yang dikehendaki
4. Nilai-nilai untuk butir c yang sesungguhnya terjadi dan penyimpannnya
terhadap nilai yang diinginkan
5. Konstanta-konstanta pengaturan yang dipergunakan.